Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW melaknat wanita yang berziarah kubur. (HR Ahmad bin Hanbal)
Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik laki-laki maupun perempuan, karena asbabul wurud (sebab keluarnya hadist) menjelaskan hadist tersebut di atas keluar ketika pelarangan Rasulullah SAW untuk berziarah kubur pada masa awal Islam. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:
Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan At-Tirmidzi, [976]
Apa hukum ziarah kubur bagi kaum wanita?
Ulama menyatakan, ziarah kubur bagi kaum wanita hukumnya makruh, karena dikhawatirkan akan mengalami trauma, lantaran kaum wanita sering merasa sedih dan kurang tabah dalam menghadapi berbagai musibah.
Namun ada pengecualian pada kubur para nabi, orang shalih, dan ulama. Kaum wanita dianjurkan berziarah di kubur mereka untuk bertabarruk.
Meskipun demikian, di antara ulama ada yang memberi keringanan bagi kaum wanita untuk berziarah kubur secara mutlak. Ini berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW melihat seorang wanita di pemakaman sambil menangis di atas kubur anaknya. Beliau bersabda kepada wanita itu, “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” – Disampaikan oleh Al-Bukhari (1194) dan Muslim (926) dari hadits Anas RA.
Beliau menyuruhnya bersabar dan tidak memungkiri keberadaannya di pemakaman. Ini juga dapat dikaitkan dengan makna hadits “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) hendaknya kalian berziarah kubur,” dengan ketentuan: maknanya berlaku umum bagi kaum pria maupun kaum wanita.
Dalam hadits juga dinyatakan, Nabi SAW mengajari Aisyah RA doa saat berziarah kubur. Beliau bersabda kepadanya, “Ucapkanlah, ‘Keselamatan bagi kalian, wahai penghuni pemakaman kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian di antara kita, dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian’.” – Disampaikan oleh Muslim (973).
Seandainya ziarah kubur tidak dianjurkan kepada Aisyah RA, niscaya beliau tidak mengajarinya doa ziarah kubur.
Dalam Al-Mushannaf, karya Abdurrazzaq Ash-Shan’ani, dinyatakan, Fathimah Az-Zahra RA berziarah ke makam pamannya, Hamzah, di Uhud pada setiap Jum’at. Disampaikan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (6713) dari Sufyan bin Uyainah, dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya RA.
Bagaimana kita memahami sabda Rasulullah SAW, “Allah melaknat wanita-wanita peziarah kubur.”? – Disampaikan oleh At-Tirmidzi (1056), Ibnu Majah (1576), Ahmad (2: 337) dan lainnya dari hadits Abu Hurairah RA. Disampaikan pula oleh Ibnu Majah (1575) dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (4: 78) dari hadits Ibnu Abbas RA. Juga disampaikan oleh Ibnu Majah (1574) dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (4: 42) dari hadits Hassan bin Tsabit RA.
Maksud hadits tersebut, menurut ulama ahli tahqiq, jika ziarah mereka untuk menyebut-nyebut keutamaan mayit, menangis, dan meratapinya sebagaimana tradisi yang mereka lakukan pada masa Jahiliyyah, ziarah kubur seperti itu dilarang, sesuai kesepakatan ulama.
Adapun jika ziarah kubur mereka tidak mengandung perkara-perkara tersebut, tidak dilarang, dan tidak termasuk dalam ancaman laknat dalam hadits di atas.
Sebagian ulama menafsirkan bahwa hadits tersebut disampaikan sebelum ada keringanan.
Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik laki-laki maupun perempuan, karena asbabul wurud (sebab keluarnya hadist) menjelaskan hadist tersebut di atas keluar ketika pelarangan Rasulullah SAW untuk berziarah kubur pada masa awal Islam. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:
Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan At-Tirmidzi, [976]
Apa hukum ziarah kubur bagi kaum wanita?
Ulama menyatakan, ziarah kubur bagi kaum wanita hukumnya makruh, karena dikhawatirkan akan mengalami trauma, lantaran kaum wanita sering merasa sedih dan kurang tabah dalam menghadapi berbagai musibah.
Namun ada pengecualian pada kubur para nabi, orang shalih, dan ulama. Kaum wanita dianjurkan berziarah di kubur mereka untuk bertabarruk.
Meskipun demikian, di antara ulama ada yang memberi keringanan bagi kaum wanita untuk berziarah kubur secara mutlak. Ini berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW melihat seorang wanita di pemakaman sambil menangis di atas kubur anaknya. Beliau bersabda kepada wanita itu, “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” – Disampaikan oleh Al-Bukhari (1194) dan Muslim (926) dari hadits Anas RA.
Beliau menyuruhnya bersabar dan tidak memungkiri keberadaannya di pemakaman. Ini juga dapat dikaitkan dengan makna hadits “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) hendaknya kalian berziarah kubur,” dengan ketentuan: maknanya berlaku umum bagi kaum pria maupun kaum wanita.
Dalam hadits juga dinyatakan, Nabi SAW mengajari Aisyah RA doa saat berziarah kubur. Beliau bersabda kepadanya, “Ucapkanlah, ‘Keselamatan bagi kalian, wahai penghuni pemakaman kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian di antara kita, dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian’.” – Disampaikan oleh Muslim (973).
Seandainya ziarah kubur tidak dianjurkan kepada Aisyah RA, niscaya beliau tidak mengajarinya doa ziarah kubur.
Dalam Al-Mushannaf, karya Abdurrazzaq Ash-Shan’ani, dinyatakan, Fathimah Az-Zahra RA berziarah ke makam pamannya, Hamzah, di Uhud pada setiap Jum’at. Disampaikan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (6713) dari Sufyan bin Uyainah, dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya RA.
Bagaimana kita memahami sabda Rasulullah SAW, “Allah melaknat wanita-wanita peziarah kubur.”? – Disampaikan oleh At-Tirmidzi (1056), Ibnu Majah (1576), Ahmad (2: 337) dan lainnya dari hadits Abu Hurairah RA. Disampaikan pula oleh Ibnu Majah (1575) dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (4: 78) dari hadits Ibnu Abbas RA. Juga disampaikan oleh Ibnu Majah (1574) dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (4: 42) dari hadits Hassan bin Tsabit RA.
Maksud hadits tersebut, menurut ulama ahli tahqiq, jika ziarah mereka untuk menyebut-nyebut keutamaan mayit, menangis, dan meratapinya sebagaimana tradisi yang mereka lakukan pada masa Jahiliyyah, ziarah kubur seperti itu dilarang, sesuai kesepakatan ulama.
Adapun jika ziarah kubur mereka tidak mengandung perkara-perkara tersebut, tidak dilarang, dan tidak termasuk dalam ancaman laknat dalam hadits di atas.
Sebagian ulama menafsirkan bahwa hadits tersebut disampaikan sebelum ada keringanan.