عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِي (رواه الدارقطني رقم 2695 والبيهقي في شعب الإيمان رقم 3862)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa berziarah ke makamku, maka wajib baginya mendapat syafaatku" (HR al-Daruquthni No 2695 dan al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 3862)
قَالَ الدَّمِيْرِيُّ رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُ وَصَحَّحَهُ عَبْدُ الْحَقِّ وَرَوَاهُ الْجَمَاعَةُ مِنْهُمْ الْحَافِظُ أَبُوْ عَلِيِّ بْنُ السَّكَنِ فِي كِتَابِهِ الْمُسَمَّى بِالسُّنَنِ الصِّحَاحِ فَهَذَانِ إِمَامَانِ صَحَّحَا هَذَيْنَ الْحَدِيْثَيْنِ وَقَوْلُهُمَا أَوْلَى مِنْ قَوْلِ مَنْ طَعَنَ فِي ذَلِكَ (حاشية السندي على ابن ماجه 6 / 152)
"al-Damiri berkata: Hadis ini diriwayatkan oleh al-Daruquthni dan yang lain, disahihkan oleh Abdul Haqq. (Hadis lain) diriwayatkan oleh segolongan ulama, diantaranya al-Hafidz Ibnu al-Sakan dalam kitabnya al-Sunan al-Shihah. Kedua imam ini telah menilai sahih pada hadis diatas. Pendapat kedua Imam ini lebih utama daripada pendapat ulama yang menilai lemah pada hadis diatas" (Hasyiah al-Sindi ala Sunan Ibnu Majah VI/152)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَاءَنِي زَائِرًا لاَ يُعْلَمُ لَهُ حَاجَةٌ إِلاَّ زِيَارَتِي كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الطبراني في الأوسط 4546 والكبير 12971 وقال الهيثمي فيه مسلمة بن سالم وهو ضعيف اهـ مجمع الزوائد ومنبع الفوائد 3 / 6)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa datang kepadaku yang tidak ada kepentingan kecuali berziarah kepadaku, maka wajib bagiku memberi syafaat kepadanya di hari kiamat" (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath No 4546 dan al-Kabir No 12971. al-Haitsami berkata: di dalam sanadnya ada Maslamah bin Salim, ia dlaif)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَجَّ فَزَارَ قَبْرِي فِي مَمَاتِي كَانَ كَمَنْ زَارَنِي فِي حَيَاتِي (رواه الطبراني في الكبير 13315 والأوسط 3376 وقال الهيثمي فيه حفص بن أبي داود القارئ وثقه أحمد وضعفه جماعة من الأئمة اهـ مجمع الزوائد ومنبع الفوائد 3 / 6)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa melakukan haji kemudian berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka sama seperti ziarah ketika aku hidup" (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir No 13315 dan al-Ausath No 3376. al-Haitsami berkata: di dalam sanadnya ada Hafs bin Abi Dawud al-Qari', ia dinilai terpercaya oleh Ahmad dan dinilai dlaif oleh imam yang lain)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ زَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ مَوْتِي كَانَ كَمَنْ زَارَنِيْ فِي حَيَاتِي (رواه الطبراني في الكبير 13314 والأوسط وقال الهيثمي فيه عائشة بنت يونس ولم أجد من ترجمها اهـ مجمع الزوائد ومنبع الفوائد 3 / 6)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka sama seperti ziarah ketika aku hidup" (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir No 13314 dan al-Ausath. al-Haitsami berkata: di dalam sanadnya ada Aisyah binti Yunus. Saya tidak temukan biografinya)
حَدِيْثُ مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ (اِبْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَالطَّبْرَانِي وَالدَّارُقُطْنِي وَابْنُ عَدِيٍّ مِنْ طُرُقٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ)
"Hadis yang berbunyi 'Barangsiapa berziarah ke makamku, maka wajib baginya mendapat syafaatku.' Diriwayatkan Ibnu Abi al-Dunya, al-Thabrani, al-Daruquthni dan Ibnu Adi dengan banyak jalur riwayat dari Ibnu Umar" (al-Suyuthi dalam kitab al-Durar al-Muntatsirah I/19)
قَالَ الذَّهَبِي طُرُقُهُ كُلُّهَا لَيِّنَةُ يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضًا ِلأَنَّ مَا فِي رُوَّاتِهَا مُتَّهَمٌ بِالْكِذْبِ قَالَ وَمِنْ أَجْوَدِهَا إِسْنَادًا حَدِيْثُ حَاطِبٍ مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَوْتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي أَخْرَجَهُ ابْنُ عَسَاكِرَ وَغَيْرُهُ (الدرر المنتثرة في الأحاديث المشتهرة للحافظ جلال الدين السيوطي 1 / 19)
Al-Dzahabi berkata: Semua jalur riwayatnya lemah, tapi sebagian menguatkan riwayat yang lain, karena diantara perawinya ada yang dituduh berdusta. Al-Dzahabi berkata: Diantara yang paling baik sanadnya adalah hadis riwayat Hatib: Barangsiapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka sama seperti ziarah ketika aku hidup, diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir dan lainnya" (al-Suyuthi dalam kitab al-Durar al-Muntatsirah I/19)
قَالَ الْبَيْهَقِيُّ طُرُقُهُ كُلُّهَا لَيِّنَةٌ وَلَكِنْ يَتَقَوَّى بَعْضُهَا بِبَعْضٍ (تذكرة الموضوعات للفتني 1 / 75 والفوائد المجموعة للشوكاني 1 / 117)
"al-Baihaqi berkata: Semua jalur sanadnya lemah, namun sebagian riwayat memperkuat riwayat yang lain" (al-Fatanni dalam Tadzkirat al-Maudlu'at I/75 dan al-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu'ah I/117)
(فَائِدَةٌ) طُرُقُ هَذَا الْحَدِيْثِ كُلُّهَا ضَعِيْفَةٌ لَكِنْ صَحَّحَهُ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ عُمَرَ أَبُوْ عَلِيِّ بْنِ السَّكَنِ فِي إِيْرَادِهِ إِيَّاهُ فِي أَثْنَاءِ السُّنَنِ الصِّحَاحِ لَهُ وَعَبْدُ الْحَقِّ فِي اْلأَحْكَامِ فِي سُكُوْتِهِ عَنْهُ وَالشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْنِ السُّبْكِي مِنَ الْمُتَأَخِّرِيْنَ بِاعْتِبَارِ مَجْمُوْعِ الطُّرُقِ وَأَصَحُّ مَا وَرَدَ فِي ذَلِكَ مَا رَوَاهُ أَحْمَدُ (10827) وَأَبُوْ دَاوُدَ (2041) مِنْ طَرِيْقِ أَبِي صَخْرٍ حُمَيْدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُسَيْطٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى أّرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَبِهَذَا الْحَدِيْثِ صَدَرَ الْبَيْهَقِي اْلبَابَ (تلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير للحافظ ابن حجر 2 / 570)
"Semua jalur riwayat ini adalah dlaif, tetapi hadis riwayat Ibnu Umar disahihkan oleh Ibnu al-Sakan karena ia mencantumkannya dalam kitab karnya yaitu al-Sunan al-Shihah, juga disahihkan oleh Abdulhaqq dalam kitabnya al-Ahkam dan ia tidak memberi komentar, juga oleh Syaikh Taqiyuddin al-Subki dari ulama akhir dengan metode akumulasi seluruh riwayat. Hadis yang paling sahih terkait ziarah ke makam Rasulullah Saw adalah riwayat Ahmad (10827) dan Abu Dawud (2041) dari Abu Hurairah secara marfu': Tidak seorangpun yang mengucap salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruh kepadaku hingga aku menjawab salam kepadanya. Dengan hadis inilah al-Baihaqi (dalam kitab al-Sunan al-Kubra No 0569) mendahulukan bab tentang ziarah ke makam Rasulullah" (al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Talkhish al-Habir II/470)
وَأَكْثَرُ طُرُقِ هَذِهِ اْلأَحَادِيْثِ وَإِنْ كَانَتْ ضَعِيْفَةً لَكِنْ بَعْضُهَا سَالِمٌ عَنِ الضُّعْفِ الْقاَدِحِ وَبِالْمَجْمُوْعِ يَحْصُلُ الْقُوَّةُ كَمَا حَقَّقَهُ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ فِي التَّلْخِيْصِ الْحَبِيْرِ وَالتَّقِيُّ السُّبْكِيُّ فِي كِتَابِهِ شِفَاءِ اْلأَسْقَامِ فِي زِيَارَةِ خَيْرِ اْلأَنَامِ وَقَدْ أَخْطَأَ بَعْضُ مُعَاصِرِيْهِ وَهُوَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ حَيْثُ ظَنَّ أَنَّ اْلأَحَادِيْثَ الْوَارِدَةَ فِي هَذَا الْبَابِ كُلَّهَا ضَعِيْفَةٌ بَلْ مَوْضُوْعَةٌ (هامش الموطأ - رواية محمد بن الحسن - 3 / 448)
"Kebanyakan jalur riwayat tentang hadis ziarah ke makam Rasulullah kendatipun dlaif, namun sebagiannya tidak sampai pada status yang sangat dlaif, dan secara akumulasi (keseluruhan) hadis tersebut berstatus lebih kuat, sebagimana dinyatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Talkhish al-habir dan Taqiyuddin al-Subki dalam Syifa' al-Asqam. Ada seorang ulama yang satu masa dengan al-Subki, yaitu Ibnu Taimiyah, telah melakukan kesalahan dengan prasangkanya bahwa hadis-hadis tentang ziarah ke makam Rasulullah kesemuanya adalah dlaif bahkan palsu" (Hamisy al-Muwaththa' III/448)
قَالَ أَعْنِي ابْنَ حَجَرٍ وَبِالْجُمْلَةِ فَقَوْلُ ابْنِ تَيْمِيَّةَ "مَوْضُوْعٌ" غَيْرُ صَوَابٍ (فيض القدير شرح الجامع الصغير للمناوي 6 / 181)
"Ibnu Hajar berkata: Secara global perkataan Ibnu Taimiyah: 'Hadis ini palsu', adalah tidak benar" (al-Munawi dalam Faidl al-Qadir VI/181)
Sebuah Kisah
Setelah Rasulullah SAW wafat pada tahun ke-11 H, Bilal merasakan hari-harinya dipenuhi dengan kerinduan dan kenangan hidup yang mendalam bersama Nabi. Tak tahan itu terus mengganggu hari-harinya, ia pun berhijrah ke Syam (Suriah, sekarang). Namun, kenangan dan kerinduannya akan Rasul selalu ada dalam benaknya.
Suatu malam, ia bermimpi. Orang yang dikasihinya hadir dalam mimpinya. Dalam mimpi itu, Rasul bertanya kepadanya. “Kebekuan apakah ini hai Bilal? Bukankah sudah waktunya engkau mengunjungiku?” Maksudnya sudah lama engkau tidak mengunjungiku wahai Bilal.
Spontan Bilal terjaga dari tidurnya. Ketakutan dan kesedihan tidak dapat ia sembunyikan dari air mukanya. Secepat kilat ia meraih tunggangannya. Meluncur menuju Madinah Al-Munawarah. Sesampai di kuburan Rasulullah, tanpa terasa air matanya tumpah. Ia bolak-balikkan wajahnya di atas pusara kekasihnya (Nabi SAW).
Al-Hasan dan Al-Husain, cucu Rasulullah, mengetahui hal itu. Mereka mendatangi Bilal. Segera Bilal memeluk dan mencium rindu keduanya. Sejurus kemudian, mereka berkata, “Duhai Bilal, kami ingin sekali mendengarkan lantunan azanmu laiknya engkau azan untuk kakek kami di Masjid ini dulu.” Bilal kemudian mengumandangkan azan, sesuai dengan keinginan kedua cucu Rasul itu.
Maka ketika ia mengumandangkan, “Allahu Akbar”, Kota Madinah gempar. Saat melanjutkan, “Asyhadu alla Ilaha Illallah” kegemparan itu makin menjadi-jadi.
Kala meneruskan, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, para warga Madinah keluar dari rumahnya seraya bertanya-tanya. “Bukankah Rasulullah telah diutus?” Maksudnya mereka heran dan kaget seolah-olah Rasulullah hidup lagi. Tidak ada hari sepeninggal Rasulullah di Madinah terlihat banyak orang yang menangis baik perempuan maupun laki-laki kecuali hari itu.
Kisah sahabat Bilal ini diriwayatkan—di antaranya—oleh Imam as-Samanhudi dalam Wafa’ul Wafa’ (4/1405) dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq/Sejarah Damaskus (7/137). Kisah ini setidaknya memberi lima pelajaran.
Pertama, mimpi bertemu Rasulullah adalah hak. “Dan siapa saja yang melihat Rasulullah dalam tidurnya maka dia benar-benar telah melihatnya SAW, karena setan tidak bisa menyerupainya.” (HR Bukhari-Muslim).
Ahli hadis abad ke-21 dari Lebanon, Abdullah Al-Harari (w. 2008) menafsiri bahwa seseorang yang pernah bermimpi bertemu Rasulullah maka insya Allah ia akan meninggal husnul khatimah.
Kedua, ziarah ke pusara Rasulullah merupakan amalan yang baik.
Ketiga, menangis dan mencium pusara Rasulullah sebagai ekspresi cinta dan kerinduan adalah hal yang wajar. Rasulullah bersabda, “Seseorang akan dikumpulkan kelak dengan orang yang ia cintai.” (HR Al-Bukhari).
Keempat, azan hendaknya dikumandangkan dengan suara yang nyaring. Sebagaimana Bilal yang bersuara lantang dan ketika azan naik ke atap Masjid an-Nabawi.
Kelima, ziarah kubur dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat …” (HR Al-Hakim).
Semoga kita termasuk orang-orang yang rindu kepada Rasulullah, sebagaimana Bilal rindu kepadanya. Testimoni Umar bin Al-Khattab, “Abu Bakar adalah sayyiduna (pemimpin kita) dan yang telah memerdekakan sayyidana, (Bilal).”
Sumber : M. Ma’ruf Khozin dll