Hidup adalah suatu sifat yang melekat pada sebagian makhluk Allah, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan atau lainnya. Karena hidup merupakan suatu sifat, maka sudah menjadi kepastian bahwa suatu saat sifat tersebut akan terpisah dari dzatnya, dengan demikian semua mahluk hidup pasti akan mati, seperti yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam firmannya:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ (آل عمران: 185)
Artinya: “Setiap sesuatu yang bernyawa pasti akan merasakan mati”. (QS. Ali ‘Imron : 185)
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ (آل عمران: 185)
Artinya: “Setiap sesuatu yang bernyawa pasti akan merasakan mati”. (QS. Ali ‘Imron : 185)
Mati merupakan pintu gerbang akhirat yang notabene merupakan tempat mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di dunia terhadap Allah, oleh karena itu ulama Fiqh menyimpulkan bahwa hukum memperbanyak dan selalu mengingat mati adalah sunah, karena akan memotifasi untuk selalu ingat Allah. Perintah agar selalu ingat mati sesuai dengan yang disabdakan oleh baginda Nabi Muhammad Saw :
قال النبي صلى الله عليه وسلم اكثروا من ذكر هاذم اللذّات اى الموت )رواه الترمذى وابن ماجه والحاكم(
Artinya : Nabi bersabda "Perbanyaklah olehmu mengingat sesuatu yang menghilangkan / memutuskan kenikmatan dunia (mati)”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).
Dengan mengingat mati, otomatis akan ingat atas apa yang telah diperbuat, terutama hal-hal yang melanggar norma-norma agama, baik yang berhubungan dengan tuhan atau dengan sesama. Dengan demikian maka akan memotifasi rasa ingin taubat dan senatiasa berbenah diri dari semua perbuatan dosa. Kalangan ulama Salaf As Shalih telah memberikan tatanan sekaligus tuntunan yang mengatur berbagai permasalahan yang berkaitan dengan masalah taubat, Diantaranya :
Secara garis besar taubat ada dua, yaitu :
· Taubat dari kesalahan yang kaitannya dengan tuhan.
· Taubat dari kesalahan yang kaitannya dengan sesama manusia.
Syarat sah taubat :
1. Berhenti dari kesalahan yang telah diperbuat.
2. Merasa rugi (menyesal) atas kesalahan yang telah diperbuat.
3. Bertekat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
4. Kalau dosa tersebut kaitannya dengan sesama manusia, maka harus meminta maaf kepada orang yang bersangkutan serta mengembalikan hak miliknya yang telah kita ambil.
Ketika orang sedang sakit, disunahkan untuk bertaubat, tendensi kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan Bukhori :
قال النبي صلى الله عليه وسلم ما أنزل الله داء الا وأنزل له شفاء (رواه البخاري)
Artinya : Nabi bersabda :”Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya”. (HR. Bukhori).
Dan hadits yang diriwayatkan Tirmidzi :
إن الأعربى قالوا يارسول الله أتتداوى فقال تتداووا فان الله لم يضع داء الا وضع له دواء الا الهرم. )رواه الترمذى وغيره(
Artinya: Penduduk A’raby (suku pedalaman Arab) bertanya pada Nabi: “Seandainya kami sakit, apakah harus di obati?” Nabi menjawab: “Ya, harus di obati, sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit kecuali menyertakan pula obatnya, kecuali penyakit karena lanjut usia”. (HR. Tirmidzi).
Namun kendatipun Allah telah menciptakan obat pada setiap penyakit, bukan berarti dengan berobat penyakit pasti sembuh, karena terkadang obat tidak memberikan pengaruh, bahkan bukan hal yang mustahil kalau ajal tetap menjemputnya, karena kematian merupakan takdir Allah yang tidak bisa ditunda atau dipercepat walaupun hanya sekejap. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah surat Al A’raf : 34 yang berbunyi :
إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (الأعراف : 34)
Artinya: Allah berfirman: “Apabila telah datang ajal mereka (umat manusia), mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. (QS. Al A’raf : 34)
Kewajiban masyarakat terhadap jenazah yang mereka ketahui :
1. Memandikan;
2. Mengkafani;
3. Menyalati;
4. Mengubur.
Empat hal di atas wajib untuk dipenuhi ketika jenazah telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh syara’.
Syarat janazah wajib dimandikan
Keterangan :
· Islam
Imam Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa orang yang tidak Islam haram untuk dimandikan, karena memandikan janazah merupakan ibadah, sedangkan menurut imam Syafi’i hukumnya boleh, alasannya karena tujuan memandikan janazah adalah membersihkan, bukan untuk ibadah.
· Bukan Siqt
Kriteria siqt yang wajib dimandikan :
Versi imam Hanafi :
@ Lahir dalam keadaan hidup, meski belum mencapai waktu yang sempurna untuk dilahirkan, atau lahir dalam keadaan mati, apabila anggota badannya sempurna.
Versi imam Maliki :
@ Hidupnya bayi setelah dilahirkan dengan adanya tanda-tanda, antara lain terdapat gerakan ataupun jeritan.
Versi imam Syafi’i :
@ Terdapat tanda-tanda kehidupan, seperti adanya gerak sempurna pada organ tubuh, meski tidak diketahui hidupnya.
@ Lahir diatas enam bulan, walaupun meninggal.
Versi imam Hambali :
@ Lahir diatas empat bulan, walaupun meninggal.
· Ditemukan jasad atau organ tubuh janazah
Syarat jenazah wajib dimandikan adalah harus ditemukan seluruh jasad mayat atau sebagian anggota, maka ketika mayat ditemukan dalam keadaan tidak utuh, para ulama berbeda pendapat :
@ Menurut imam Hanafi: Wajib dimandikan apabila yang ditemukan melebihi dari separuh badan, atau separuh badan tapi bersama kepalanya.
@ Menurut imam Maliki: Wajib dimandikan apabila ditemukan minimal 2/3 (dua pertiga) dari badan jenazah.
@ Menurut imam Syafi’i dan Hambali: Wajib di mandikan apabila ditemukan anggota mayit, meskipun sedikit, seperti satu jari.
· Bukan mati syahid
Mati syahid di bagi menjadi tiga bagian :
· Syahid dunia akhirat:
Di dalam syahid dunia akhirat, para ulama kontradiksi dalam mendefinisikan dan menentukan kriterianya, namun semua ulama Madzahib Al Arba’ah sepakat di dalam konsekwensi hukumnya, yaitu :
1. Tidak boleh dimandikan;
2. Tidak boleh dishalati;
3. Dikafani dengan pakaian yang dikenakan ketika mati;
4. Dikubur dalam keadaan memakai sesuatu yang dikenakan ketika mati.
Ø Versi imam Hanafi:
Syahid dunia akhirat adalah orang yang dibunuh secara dzalim (tidak salah), baik dalam peperangan maupun tidak, dengan oang kafir atau bukan. Beberapa syarat syahid dunia akhirat adalah: Islam, baligh, berakal, suci dari hadats besar, langsung mati dan matinya tidak pindah dari tempat kejadian. Ketika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka harus diberlakukan sebagaimana jenazah yang bukan syahid.
Ø Versi imam Maliki:
Syahid dunia akhirat adalah orang yang meninggal karena dibunuh orang kafir atau perang melawan orang kafir, dengan syarat meninggal ditempat atau semenjak dari tempat perang sudah tidak sadarkan diri.
Menurut prinsip Beliau, konsekwensi hukum syahid dunia akhirat berlaku bagi laki-laki, perempuan, baik orang yang junub ataupun orang yang hadats (besar atau kecil).
Ø Versi imam Syafi’i dan imam Hambali:
Syahid dunia akhirat adalah orang yang meninggal di medan perang melawan orang kafir dengan tujuan menegakkan agama Allah.
Menurut prinsip imam Syafi’i dan imam Hambali, konsekwensi hukum syahid dunia akhirat berlaku bagi laki-laki, perempuan, baik orang yang junub ataupun orang yang hadats (besar atau kecil).
· Syahid dunia
Syahid dunia adalah orang yang meninggal di medan perang dengan tujuan supaya memperoleh ghanimah (harta jarahan), atau supaya dipuji orang banyak.
Konsekwensi hukum dari syahid dunia:
1 Tidak boleh dimandikan;
2 Tidak boleh dishalati;
3 Dikafani dengan pakaian yang dikenakan ketika mati;
4 Dikubur dalam keadaan memakai sesuatu yang dikenakan ketika mati.
Konsekwensi hukum dari syahid dunia sama dengan syahid dunia akhirat, karena fiqih hanya menghukumi sesuatu yang dzahir (tampak), sedangkan masalah akhirat merupakan hak perogratif tuhan.
· Syahid akhirat:
Syahid akhirat adalah orang yang meninggal karena semisal tenggelam, terbakar, dalam status muta’alim (pencari ilmu syara’) dan lain-lain.
Konsekwensi hukum dari syahid akhirat:
1 Tetap dimandikan;
2 Dikafani sebagaimana janazah bukan syahid;
3 Tetap dishalati;
4 Dikubur dengan kafan yang dipakaikan pada janazah yang bukan syahid.
Konsekwensi hukum dari syahid akhirat sama dengan orang yang meninggal biasa, karena fiqih hanya menghukumi hal yang dzahir (tampak) saja, sedangkan masalah akhirat merupakan hak perogratif tuhan.
Ulama Madzahib Al Arba’ah sepakat dalam memberikan definisi syahid dunia dan syahid akhirat.
Hal-hal yang berhubungan dengan memandikan jenazah
@ Air merupakan satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk memandikan jenazah, dengan syarat airnya suci dan mensucikan.
@ Apabila jenazah tidak memungkinkan untuk dimandikan maka harus ditayamumi, seperti jenazah yang terbakar yang apabila terkena air akan semakin mempercepat rusaknya anggota tubuh jenazah.
@ Hukum memandikan jenazah wajib dan niat memandikannya sunah, sedangkan mewudlui jenazah hukumnya sunah, tapi niat mewudluinya wajib.
@ Jika jenazah mengeluarkan najis (kotoran) setelah dimandikan, maka cukup dibersihkan najis (kotoran)nya saja dan tidak wajib mengulangi mandinya.
@ Paling sedikitnya memandikan jenazah adalah satu kali basuhan yang merata keseluruh anggota badan jenazah, selebihnya basuhan pertama hukumnya sunah.
@ Mayat yang matinya sebab tenggelam di air yang suci mensucikan tetap wajib untuk dimandikan, karena kewajiban memandikan belum gugur sebelum ada yang melaksanakan.
@ Bagi orang yang memandikan jenazah tidak boleh melihat atau memegang aurat jenazah, kecuali jika dua telapak tangannya dibungkus.
@ Orang laki-laki tidak boleh memandikan jenazah perempuan, begitu juga sebaliknya, kecuali orang laki-laki memandikan jenazah istrinya atau sebaliknya.
@ Orang laki-laki boleh memandikan jenazah perempuan yang masih kecil, dan orang perempuan boleh memandikan jenazah laki-laki yang masih kecil. Sedangkan batasan kecil sama dengan yang ada dalam bab wudlu, yaitu anak laki-laki dan perempuan dibawah lima tahun, namun sebagian ulama memberikan batasan bahwa dikatakan kecil bila secara akal normal anak tersebut belum bisa menimbulkan syahwat (rangsangan), baik anak laki-laki maupun perempuan.
@ Seorang wanita yang sedang haidl, nifas atau hadats besar diperbolehkan memandikan jenazah, karena motif dari memandikan jenazah bukan ibadah, tapi semata-mata hanya untuk membersihkan.
@ Jenazahnya anak laki-laki yang belum dikhitan dan dibawah kuncup dzakarnya terdapat sesuatu (yang dihukumi najis), maka menurut imam Ibnu hajar wajib ditayamumi, karena sebagai ganti dari najis (dibawah kuncup) yang tidak bisa dibersihkan, kemudian dimandikan. Sedangkan menurut imam Romli anak tersebut tidak ditayamumi, karena syaratnya tayamum semua anggota badan harus suci, karena tidak mungkin untuk disucikan maka anak tersebut dikubur tanpa dishalati, sebab syaratnya dishalati harus disucikan terlebih dahulu.
@ Rambut atau kuku jenazah yang panjang tidak boleh dipotong, bahkan jika ketika dimandikan ada yang rontok, wajib disertakan untuk dikafani dan dikuburkan.
@ Apabila jenazahnya laki-laki dan tidak ditemukan orang laki-laki untuk memandikan, maka tidak boleh dimandikan, melainkan harus ditayamumi, begitu juga ketika terjadi pada perempuan.
@ Basuhan yang terakhir sunah dicampur dengan kapur barus, dengan tujuan supaya harum dan supaya jasadnya tidak cepat rusak.
@ Orang yang telah memandikan jenazah disunahkan untuk mandi, meski sebagian ulama menghukumi wajib mandi.
@ Ketika jenazah adalah laki-laki yang belum dikhitan, apakah wajib dikhitan? Ada beberapa komentar ulama dalam menjawab masalah ini, diantaranya adalah:
1. Wajib dikhitan secara mutlak, baik kecil atau sudah besar.
2. Wajib dikhitan apabila sudah besar, dan tidak dikhitan kalau masih kecil.
3. Tidak dikhitan secara mutlak, baik kecil atau sudah besar, karena khitan adalah memotong, sedangkan anggotangya jenazah tidak boleh dopotong, meskipun khitan hukumnya wajib, akan tetapi kewajiban tersebut gugur setelah ia meninggal dunia.
Mengkafani jenazah
Jenazah harus dikafani sebelum dishalati, dan batas minimal mengkafani jenazah, baik laki-laki atau perempuan adalah satu lapis yang dapat menutupi semua anggota badan. Biaya pengkafanan jenazah diambil dari hartanya sendiri, bila tidak punya maka diambilkan dari hartanya orang yang menafkahinya ketika ia masih hidup, kalau tidak ada maka diambilkan dari baitul maal (kas desa), dan ketika tidak ada baitul maal, maka biaya pengkafanan ditanggung oleh orang-orang kaya daerah setempat. Urutan tersebut tidak tertentu dalam biaya kafan, tapi juga biaya memandikan, menyalati dan mengubur jenazah. Ulama Madzahib Al Arba’ah berbeda pendapat tentang jenis kain kafan yang diperbolehkan bagi jenazah, pendapat-pendapat mereka adalah :
Imam Hanafi
Beliau berpendapat bahwa semua jenis kain yang diperbolehkan dipakai ketika hidupnya mayit, boleh digunakan sebagai kafannya. Kain yang paling utama sebagai kafan adalah kain yang berwarna putih, baik baru ataupun lama.
Hukum kafan dibagi menjadi tiga:
¨ Kafan sunah
Jenazah dikafani dengan izar (kain penutup badan), gamis (baju kurung) dan kain satu lapis. Ukuran masing-masing adalah :
Þ Izar (kain penutup badan): Mulai dari kepala sampai telapak kaki;
Þ Gamis (baju kurung): Mulai dari leher bawah sampai telapak kaki;
Þ Kain satu lapis: Mulai dari kepala sampai telapak kaki.
¨ Kafan kafayah
Þ Jenazah hanya dikafani dengan izar atau hanya dengan satu lapis, tanpa disertai dengan gamis.
¨ Kafan dlarurah
Þ Jenazah dikafani dengan kafan yang hanya menutupi auratnya saja.
Imam Hanafi berinisiatif apabila ada orang meninggal dan ia tidak mempunyai harta untuk biaya pengkafanannya, dan tidak ditemukan orang lain yang menanggung biaya tersebut, maka setelah jenazahnya dimandikan, langsung dikubur, sedangkan waktu menyalatinya ketika jenazah telah sempurna dikubur.
Imam Maliki
Beliau berpendapat bahwa semua jenis kain yang boleh dipakai ketika hidup si mayit boleh digunakan sebagai kafannya. Kain yang paling utama sebagi kafan adalah kain yang berwarna putih. Kriteria pengkafanan yang afdlal (utama) bagi jenazah laki-laki berbeda dengan kriteria yang terdapat pada jenazah perempuan. Perbedaan kriteria tersebut adalah :
§ Laki-laki
Paling utama mengkafani jenazah laki-laki sebanyak lima lapis, dengan perincian sebagai berikut:
Paling utama mengkafani jenazah perempuan sebanyak tujuh lapis, dengan perincian sebagai berikut:
Imam Syafi’i dan Imam Hambali
Imam Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat bahwa semua jenis kain yang diperbolehkan dipakai ketika hidupnya mayit, boleh digunakan sebagai kafannya. Kain yang paling utama sebagai kafan adalah kain yang berwarna putih, hanya saja imam Syafi’i lebih mengutamakan kain yang bukan baru. Kriteria pengkafanan yang afdlal (utama) bagi jenazah laki-laki berbeda dengan kriteria yang terdapat pada jenazah perempuan. Perbedaan kriteria tersebut adalah :
§ Laki-laki
Paling utama mengkafani jenazah laki-laki sebanyak tiga lapis yang setiap lapisnya dapat menutupi semua anggota badan mayit, dan menurut imam Syafi’i boleh ditambah gamis (baju kurung) dan sorban, tapi menurut imam Hambali makruh menambahkan keduanya.
§ Perempuan
Paling utama mengkafani jenazah perempuan sebanyak lima lapis, dengan perincian sebagai berikut:
1. Gamis (baju kurung) yang ada lengannya;
2. Izar (kain penutup badan);
3. Kerudung;
4. Dua lapis yang setiap lapisannya dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Semua kriteria di atas merupakan hukum mengkafani jenazah yang paling utama menurut konsep imam Syafi’i dan imam Hambali, sedangkan batas minimal kafan yang telah dianggap cukup adalah satu lapis yang dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Hal-hal yang berhubungan dengan pengkafanan mayit
Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
Ø Jenazah Laki-laki
Ulama Madzahib Al Arba’ah berpendapat bahwa jenazah laki-laki sunah dikafani dengan tiga lapis. Tendensi kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim :
عن عائشة أنها قالت كفن رسول الله صلى عليه وسلم فى ثلاثة أثواب بيض سحولية من كرسف ليس فيها قميص ولا عمامة )رواه اليخارى ومسلم(
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah, Beliau berkata: "Nabi dikafani dengan tiga baju (kafan) berwarna putih buatan desa Sahul, wilayah Yaman, dan tiga kafan tadi tidak disertai gamis dan sorban”. (HR. Bukhori-Muslim)
Imam Hanafi menambah alasan lain, yaitu Nabi dikafani tiga lapis karena semasa hidupnya Beliau gemar mengenakan tiga lapis pakaian.
Pada referensi diatas, Rasulllah SAW dikafani dengan tiga lapis kafan, tanpa disertai baju kurung dan sorban, dari hadits inilah ulama berbeda pendapat mengenai penambahan sorban dan baju kurung dari tiga lapis kafan, pendapat Mereka yaitu :
Ø Jenazah Perempuan
Jenazah perempuan sunah dikafani dengan lima lapis (izar, gamis, kerudung dan dua lapis kain). Dalil yang dijadikan pijakan dalam hukum ini adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud :
عن أمّ عطية أنها قالت لما غسلنا إبنة رسول الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا على الباب يناولنا اللأكفان واحدا واحدا فناولنا إزارا ودرعا وخمارا وثوبين (رواه أبوداود)
Artinya: Diriwayatkan dari Ummi ‘Atiyyah, Ia berkata: "Ketika saya memandikan putri Nabi (Ummi Kultsum), Beliau duduk di pintu sembari menyodorkan kafan satu persatu, dan Beliau memberikan izar (kain penutup badan), baju kurung, kerudung dan dua kain”. (HR. Abu Daud)
Orang yang meninggal dalam keadaan ihrom
Beberapa versi ulama mengenai tata cara mentajhiz (merawat) jenazahnya orang yang meninggal dunia dalam keadaan ihrom, diantaranya :
Imam Hanafi dan imam Maliki
Pentajhizan (perawatan) jenazah orang yang mati dalam keadaan ihrom sama dengan jenazahnya orang yang meninggal biasa (tidak ihrom). Referensi yang dijadikan pijakan pernyataan ini adalah hadits yang berbunyi :
قال النبي صلى الله عليه وسلم إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث, صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (رواه أبو هريرة)
Artiny :Nabi bersabda: "Ketika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecali tiga hal : Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan keturunan yang mendo’akan kepada kedua orang tuanya”. (HR. Abu Hurairoh)
Dari pernyataan redaksi diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan meninggal dunia manusia terputus dari semua amal ibadahnya, termasuk ihrom (haji dan umroh), karena seandainya hukum ihrom tidak putus, niscaya kita wajib membawa jenazahnya orang yang meninggal dunia dalam keadaan ihrom untuk menyelesaikan amalan ihrom, seperti wuquf, thowaf dan lainnya, tapi ternyata hal itu tidak diwajibkan.
Imam Syafi’i dan imam Hambali
Imam Syafi’i dan imam Hambali berpendapat bahwa status ihromnya seseorang tidak terputus dengan sebab mati, sehingga jenazahnya tidak boleh dikenai sesuatu yang dilarang bagi orang yang sedang ihrom, seperti :
Þ Jenazah tidak boleh diberi wangi-wangian;
Þ Jenazah perempuan tidak boleh ditutup wajahnya;
Þ Jenazah laki-laki tidak boleh ditutup kepalanya, dan lain-lain.
Tendensi Beliau berpendapat demikian adalah hadits Nabi yang berbunyi :
روى إبن عباس قال بينما رجل واقف بعرفة إذ وقع على راحلته فمات فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اغسلوا بماء وسدر وكفّنوه فى ثوبه ولاتحنطوه ولاتخمروا رأسه فانه يبعث يوم القيامة ملبّيا (متفق عليه)
Artinya: Ibnu Abbas berkata: “Pada suatu ketika ada seorang laki-laki yang sedang wuquf di Arafah terjatuh dari untanya, kemudian ia mati, lalu Nabi berkata: " Mandikanlah ia dengan air daun sidr (widoro) dan kafanilah dengan baju yang ia pakai, jangan diberi wewangian, dan jangan ditutup kepalanya, karena sesungguhnya pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dalam keadaan ihrom”. (HR. Bukhori-Muslim)
Meskipun redaksi hadits di atas hanya menerangkan tata cara mengkafani jenazah laki-laki, namun pada prakteknya para ulama menyamakan jenazah perempuan dengan jenazah laki-laki.
Shalat jenazah
Versi Imam Hanafi
Rukun-rukun shalat jenazah
1. Berdiri bagi yang mampu;
2. Niat ketika takbirotul ihrom;
3. Memebaca takbir empat kali;
4. Salam setelah takbir keempat.
Tata cara shalat jenazah :
Þ Berdiri di tempat yang lurus dengan dada jenazah (laki-laki atau perempuan), tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri;
Þ Takbir pertama, kemudian membaca tsana’ (pujian) kepada Allah SWT seperti lafadz : سبحان الله وبحمدك الخ , imam Hanafi tidak mewajibkan membaca Fatihah di dalam shalat jenazah, karena tidak ada tendensi dari Al Qur’an dan hadits tentang wajibnya baca Fatihah ketika shalat jenazah, namun Fatihah mencukupi sebagai tsana’ (memuji) jika diniati;
Þ Takbir kedua, kemudian membaca Shalawat Nabi Muhammad, seperti: اللهم صل على محمّد.
Þ Takbir ketiga, kemudian membaca do’a yang berhubungan dengan akhirat dan yang bermanfaat bagi mayit, bagi orang yang shalat dan bagi seluruh umat Islam. Tidak ada batasan tertentu di dalam lafadz do’a, yang penting do’a yang mengandung makna-makna di atas, tetapi yang lebih utama menggunakan do’anya Nabi Muhammad yang berbunyi :
اللّهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسّع مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد ونقّه من الخطايا كما ينقّى الثوب الأبيض من الدنس وأبدله دارا خيرا من داره وأهلا خيرا من أهله وزوجا خيرا من زوجه وأدخله الجنّة وأعذه من عذاب القبر وعذاب النار (رواه مسلم والترمذى والنسائ)
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa mayit ini, limpahkanlah rahmat kepaadanya, maafkanlah kesalahannya, muliakanlah tempatnya, luaskanlah kuburnya, bersihkanlah dia dengan air salju dan air yang sejuk, bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, dan keluarga yang lebih baik, masukkanlah ia ke sorga, dan hindarkanlah dia dari siksa kubur dan siksa neraka”. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)
Þ Takbir keempat, kemudian membaca salam ((السلام عليكم ورحمة الله وبركاته dengan tanpa membaca do’a, namun sebagian ulama Hanafiyah berpendapat bahwa setelah takbir keempat disunahkan membaca do’a :
ربّنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
Shalat jenazah lebih utama dilakukan oleh para penguasa, baik penguasa negara ataupun penguasa daerah setempat. Tendensi pernyataan ini adalah kisah dari Sahabat Ali yang berbunyi :
إنّ الحسين بن على قدّم سعيد بن العاص لما مات الحسن وقال لولا السنة لما قدّمتك وكان سعيد وليّا بالمدينة وهى الذى يسمّى فى هذه الزمان النائب.
Artinya: “Sesungguhnya Husein bin Ali mendahulukan (menyuruh) Sa’id bin ‘Ash untuk menyalati jenazah Hasan, dan Husein berkata: “Jika bukan merupakan kesunahan niscaya saya tidak mendahulukan kamu (untuk menyalatinya)”, dan ketika itu Sa’id bin ‘Ash menjabat sebagai penguasa di Madinah, yang menurut istilah sekarang disebut Naib”.
Pendapat ini ditentang oleh Abu Yusuf (ashab Hanafiyah) bahwa yang lebih utama menyalati jenazah adalah wali jenazah tersebut, karena hukum jenazah mempunyai kesamaan dengan nikah, sedangkan yang didahulukan di dalam nikah adalah wali yang lebih dekat, jika tidak ada, pindah ke wali yang lebih jauh, dan jika tidak mempunyai wali maka yang berhak menjadi wali adalah penguasa, oleh karena itu urutan yang ada pada shalat jenazah juga sama dengan urutan wali nikah.
Versi Imam Maliki
Rukun-Rukun Shalat Jenazah
1. Berdiri bagi yang mampu;
2. Niat ketika takbirotul ihrom;
3. Membaca takbir empat kali;
4. Membaca do’a;
5. Membaca salam.
Tata Cara Shalat Jenazah :
Þ Jenazah laki-laki: Mushalli (orang yang menyalati) berdiri di tempat yang lurus dengan tengah badan jenazah, bila jenazahnya perempuan: Mushalli berdiri di tempat yang lurus dengan pundak jenazah, tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri;
Þ Niat, dalam shalat jenazah tidak wajib menentukan jenazah laki-laki atau perempuan dan tidak wajib niat fardlu, tetapi cukup dengan semisal:
أصلّى على هذه الجنازة الله أكبر.
Þ Membaca takbir sebanyak empat kali;
Þ Takbir pertama, disertai dengan mengangkat tangan, kemudian membaca do’a;
Þ Takbir kedua, dengan tanpa mengangkat tangan, kemudian membaca do’a;
Þ Takbir ketiga, kamudian membaca do’a;
Þ Takbir keempat, kemudian salam satu kali;
Paling sedikitnya do’a yang dibaca dalam shalat jenazah adalah: اللّهم اغفر له (Ya Allah ampunilah dosa mayit ini) dan didalam shalat jenazah tidak wajib membaca Fatihah, karena hadits yang menyatakan kewajiban membaca Fatihah di dalam shalat diarahkan pada selain shalat jenazah. Hadits tersebut adalah :
قال النبي صلى الله عليه وسلم لاصلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (متفق عليه)
Artinya: Nabi bersabda: "Tidak dianggap shalat yang sah bagi orang yang tidak membaca Fatihah di dalam shalatnya”. (HR. Bukhori-Muslim)
Versi Imam Syafi’i :
Tata Cara Shalat Jenazah :
Þ Jenazah laki-laki: Mushalli (orang yang menyalati) berdiri di tempat yang lurus dengan tengah kepala jenazah, dan bila jenazahnya perempuan: Mushalli berdiri di tempat yang lurus dengan pantatnya jenazah, tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri;
Þ Niat atau menyengaja shalat jenazah dan harus menentukan kefardluan (Syafi'iyah), namun imam Syafi’i sendiri tidak mengharuskan penentuan mayit hadir.
Þ Takbir pertama, kemudian membaca Fatihah. Imam syafi’i mewajibkan membaca Fatihah dalam shalat jenazah karena berpijak pada hadits yang berbunyi :
روى عن جابر أنه قال ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كبّر على الميّت أربعا وقرأ بعد تكبيرة الأولى بأمّ القرآن (رواه الشافعى والحاكم والبيهقى)
Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Jabir RA, Ia berkata: "Sesungguhnya ketika Rosululloh menyalati mayit, Beliau takbir sebanyak empat kali dan setelah takbir pertama Beliau membaca Fatihah”. (HR. Imam Syafi’i, Hakim dan imam Baihaqi)
Þ Takbir kedua, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Muhammad. Hukum membaca shalawat kepada Nabi adalah wajib, karena berdasarkan hadits yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا صلاة لمن لم يصلّ على نبيّه (رواه إبن ماجه والحاكم)
Artinya: Nabi bersabda: “Tidak dianggap sah shalatnya seseorang yang tidak membaca shalawat kepada Nabinya”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Þ Takbir ketiga, kemudian membaca do’a untuk almarhum, dan hukum do’a tersebut hukumnya wajib, karena bertendensi pada hadits yang berbunyi :
روى أبوهريرة ان النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا صلّيتم على موتاكم فأخلصوا لهم الدعاء (رواه أبو داود)
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi pernah bersabda: “Apabila kalian menyalati jenazah, maka bacalah do’a dengan ikhlas”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Do’a dalam shalat jenazah tidak terikat dengan lafadz tertentu, diantara contoh do’a adalah :
اللّهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa jenazah ini, limpahkanlah rahmatmu padanya dan ampunilah kesalahannya”.
Þ Takbir keempat, kemudian salam satu kali. Salam hukumnya wajib karena berdasrkan hadits yang berbunyi :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبيروتحليلها السلام (رواه الشافعى والبيهقى وابن ماحه)
Artinya: "Kunci (alat pembuka) shalat adalah bersuci, dan penyebab diharamkannya (sesuatu yang halal di luar shalat) adalah takbirotul ihrom, dan penyebab dihalalkannya kembali (sesuatu yang diharamkan ketika shalat) adalah salam". (HR. Imam Syafi’i, Baihaqi dan Ibnu Majah)
Membaca do’a setelah takbir hukumnya tidak wajib, karena ulama Syafi’iyah dalam sebagian kitab menyebutkan do’a, dan dalam kitabnya yang lain tidak menyebutkan.
Shalat Jenazah Di Masjid
Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukum menyalati jenazah di masjid adalah mubah (boleh), karena berdasarkan hadits yang diriwayatkan imam Muslim :
إن عائشة رضى الله عنها أمرت بجنازة سعد ابن أبي وقاص رضى الله عنه أن تدخل المسجد ليصلّى عليها فأنكر عليها ذلك فقالت ما أسرع ما نسي الناس ما صلّى رسول الله صلى الله عليه وسلم سهيل بن بيضاء وأخيه الا فى المسجد (رواه مسلم)
Artinya: Aisyah memerintahkan supaya jenazahnya Sa’d bin Abi Waqash di shalati di dalam masjid, ternyata tindakan Aisyah diingkari (oleh warga), lalu Aisyah berkata: "Apa yang menyebabkan kalian mudah lupa, Nabi menyalati jenazahnya Suhail bin Baidlo’ dan saudaranya di dalam masjid”. (HR. Muslim)
Versi Imam Hambali
1. Berdiri bagi yang mampu;
2. Niat ketika takbirotul ihrom;
3. Membaca takbir empat kali;
4. Membaca shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW;
5. Membaca Fatihah;
6. Membaca do’a untuk mayit;
7. Salam satu kali saja.
Tata Cara Shalat Jenazah :
Þ Jenazah laki-laki: Mushalli (orang yang menyalati) berdiri di tempat yang lurus dengan tengah kepala jenazah, dan bila jenazahnya perempuan: Mushalli berdiri di tempat yang lurus dengan tengah badan jenazah, tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri. Tendensi pernyataan ini adalah :
إن أنسا صلّى على رجل فقام عند رأسه ثم صلّى على امرأة حيال وسط السرير فقال له العلاء بن زياد هكذا رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم قام على المرأة مقامك منها والرجل مقامك منه قال نعم (حديث حسن)
Artinya: Sesungguhnya sahabat Anas menyalati jenazah seorang laki-laki dan Beliau berdiri lurus dengan kepala jenazah, dan berdiri lurus dengan tengah badan jenazah ketika jenazahnya perempuan, kemudian Ala’ bin ziyad bertanya:"Apakah seperti itu kamu melihat Rosululloh menyalati jenazah?" Sahabat Anas menjawab: " Ya". (Hadits Hasan)
Þ Niat, sedangkan tata cara niat dalam shalat jenazah sama dengan shalat yang lain. Dalil pijakan kewajiban niat dalam shalat jenazah adalah hadits yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرء ما نوى (متفق عليه)
Artinya: Nabi bersabda "Sesungguhnya sahnya amal tegantung pada niat, dan seseorang akan mendapatkan atas apa yang ia niati”. (HR. Bukhori-Muslim)
Þ Takbir pertama, kemudian membaca Fatihah. Membaca Fatihah merupakan rukun shalat jenazah, alasannya karena setiap shalat yang wajib dikerjakan dengan berdiri, maka wajib uantuk membaca Fatihah, dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan imam Bukhori :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (روى البخارى) وصلّى ابن عباس على جنازة فقرأ بأمّ القرأن.
Artinya: Nabi bersabda: "Tidak dianggap shalat yang sah bagi orang yang tidak membaca Fatihah di dalam shalatnya”. (HR. Bukhori-Muslim). Dan Ibnu Abbas membaca Fatihah ketika shalat jenazah.
Þ Takbir kedua, kemudian membaca Shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW. Dalil membaca shalawat adalah hadits yang diriwayatkan imam Syafi’i :
روى أبو أمامة بن سهل عن رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن السنة فى الصلاة على الجنازة أن يكبّر الامام ثم يقرأ يفاتحة الكتاب بعد التكبيرة الأولى ثم يصلّى على النبي ويخلص الدعاء للجنازة (رواه الشافعى)
Artinya: "Abu Umamah meriwayatkan haditsnya salah satu sahabat Nabi, bahwa sesungguhnya tata cara shalat jenazah adalah takbiroatul ihrom, kemudian membaca Fatihah setelah takbir tersebut, membaca shalawat kepada Nabi, lalu mendo’akan jenazah". (HR. Imam Syafi’i)
Þ Takbir ketiga, kemudian membaca do’a untuk jenazah, karena tujuan utama dari shalat jenazah adalah mendo’akan jenazah, dan karena berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Daud :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا صلّيتم على الميّت فأخلصوا الدعاء (رواه ابوداود)
Artinya: Nabi bersabda "Apabila kalian shalat jenazah, maka berdo’alah (untuk jenazah yang kamu shalati)” (HR. Abu Daud)
Þ Takbir keempat, kemudian salam satu kali atau dua kali. Salam hukumnya wajib karena berdasarkan hadits yang berbunyi :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبيروتحليلها السلام (رواه الشافعى والبيهقى وابن ماحه)
Artinya: "Kunci (alat pembuka) shalat adalah bersuci, dan penyebab diharamkannya (sesuatu yang halal di luar shalat) adalah takbirotul ihrom, dan penyebab dihalalkannya kembali (sesuatu yang diharamkan ketika shalat) adalah salam". (HR. Imam Syafi’i, Baihaqi dan Ibnu Majah)
Jumlah takbir yang menjadi rukun shalat jenazah adalah empat kali, hal ini karena berdasarkan hadits yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال كبّر على النجاشى أربعا (متفق عليه)
Artinya: Sesungguhnya Nabi membaca takbir empat kali ketika menyalati jenazahnya raja Najasyi. (HR. Bukhori-Muslim)
Hal – hal yang berhubungan dengan shalat ghoib
Shalat ghoib adalah shalat jenazah yang dilakukan disuatu tempat yang jenazahnya tidak ada di wilayah tersebut. Pernyataan ulama Madzahib Al Arba’ah tentang hukum dan aturan shalat ghaib berbeda-beda.Pernyataan tersebut adalah :
Imam Hanafi dan imam Maliki menyatakan bahwa shalat ghoib hukumnya tidak boleh, karena syaratnya shalat jenazah, mayat harus hadir ditempat menyalatinya. Sedangkan hadits yang menceritakan "Nabi pernah menyalati Raja Najasyi padahal jenazahnya tidak hadir", merupakan khususiah (ketertentuan) bagi Nabi. Sedangkan memperbolehkannya imam Hanafi dan imam Maliki menyalati jenazah di atas kubur (ghoib) terhadap mayat yang belum dishalati dan terlanjur telah dikubur adalah sebab terpaksa (dlarurat).
Imam Syafi’i dan imam Hambali menyatakan bahwa shalat ghoib diperbolehkan dengan syarat jenazah yang hendak dishalati berada di luar wilayah (desa atau kota) mushalli, meskipun jaraknya dekat. Tendensi pernyataan ini adalah hadits yang berbunyi :
روى أبوهريرة ان النبي صلى الله عليه وسلم نعى النجاشى لأصحابه يوم مات وخرج بهم الى المصلّى وصف بهم وكبّر أربعا (متفق عليه)
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan: “Sesungguhnya Nabi dan para sahabatnya keluar ke musholla untuk menyalati Raja Najasyi (ghoib), Beliau menata barisan Sahabatnya dan melakukan takbir empat kali”. (HR. Bukhori-Muslim)
Mengulangi shalat jenazah
Imam Hananfi dan imam Maliki berpendapat bahwa mengulangi shalat jenazah hukumnya di perinici;
Menyalati orang kafir (non muslim)
Semua ulama sepakat bahwa menyalati jenazahnya orang kafir hukumnya haram dan tidak sah, karena berdasarkan firman Allah surat At Taubah : 84 :
وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (التوبة : 84)
Artinya: “Janganlah kamu menyalati (jenazah) seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS. At Taubah : 84)
Dan firman Allah surat At Taubah : 113 :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى (التوبة : 113)
Artinya: "Tidak sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik (kafir) meski ada hubungan kerabat”. (QS. At Taubah : 113)
Memindahkan jenazah dari daerah tempat meninggal
Versi imam Hanafi
Diperbolehkan memindahkan jenazah dari daerah tempat meninggalnya dengan dua syarat :
Diperbolehkan memindahkan jenazah dari daerah tempat meninggalnya (sebelum dikubur atau setelahnya) dengan tiga syarat :
Memindah jenazah dari daerah tempat ia meninggal hukumnya sebagai berikut :
1. Sebelum dikubur : haram, meskipun tidak berubah seperti bau (kecuali bau yang sudah menjadi watak mayat tersebut dan tidak berubah dari bau tersebut), sudah dimandikan, dikafani, dan dishalati.
2. Setelah dikubur : haram, kecuali dlarurat, seperti dikubur di tanah milik orang lain yang tidak diizini pemiliknya.
Versi imam Hambali
Memindahkan jenazah dari daerah tempat ia meninggal hukumnya boleh secara mutlak (sebelum atau sesudah dikubur) dengan syarat:
Dikubur adalah salahsatu hak jenazah yang wajib dipenuhi. Dalil pijakan wajib menguburkan jenazah adalah firman Allah surat ‘Abasa : 21 :
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ (عبس : 21)
Artinya: “Kemudian Allah mematikannya dan memasukannya ke dalam kubur”. (QS. ‘Abasa : 21)
Batas minimal mengubur jenazah dianggap cukup yaitu lubang yang bisa menjaga baunya mayat dan menjaga dari gangguan binatang buas yang berusaha menggalinya.
Kriteria mengubur jenazah
Versi imam Hanafi, Syafi’i dan Hambali
1. Jenazah dihadapkan kearah kiblat, alasannya karena disamakan dengan orang yang sedang shalat. Disunahkan meletakkan kepala jenazah di sebelah utara dengan posisi miring kekanan, dan makruh meletakkan kepala jenazah di sebelah selatan, meskipun miring kekiri. Dalil pijakan pernyataan ini adalah hadits yang berbunyi :
روى عن علي رضى الله عنه قال مات رجل من بنى عبد المطلّب فقال صلى الله عليه وسلم يا علي استقبل به القبلة استقبالا (رواه......)
Artinya: Diriwayatkan dari sayyidina Ali Bin Abi Tholib, Ia berkata: “Seseorang dari keturunan Abdul Mutollib meninggal dunia, dan Nabi perintah terhadap Ali: “Hadapkanlah jenazah tersebut kearah kiblat” (HR.…..)
2. Menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Pijakan tata cara ini berdasarkan riwayat bahwa ketika Nabi dikubur dan setelah di hadapkan kearah kiblat, lubang tempat jenazah Beliau ditutup dengan batu bata.
Versi imam Maliki
1. Hukum menghadapkan jenazah ke arah kiblat adalah sunah, karena berdasarkan firman Allah srat Al Mursalaat : 25 :
قال الله تعالى ألم نجعل الأرض كفاتا أحياء وأمواتا (المرسلات: 25 )
Artinya: Allah berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah menjadikan bumi (tempat) berkumpul, bagi orang yang masih hidup dan yang sudah mati”. (Q.S Al Mursalaat : 25)
Didalam ayat tersebut, Allah tidak menyatakan secara jelas kewajiban menghadapkan jenazah kearah kiblat.
2. Wajib menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan untuk memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah.
Mengubur lebih dari satu orang dalam satu liang
Versi Imam Hanafi
Mengubur jenazah lebih dari satu orang dalam satu liang kubur hukumnya makruh, kecuali ada hajat (keperluan).
Versi Imam Maliki, Syafi’i, Hambali
Mengubur jenazah lebih dari satu orang dalam satu liang kubur hukumnya haram, kecuali dalam situasi dlarurat (terpaksa), seperti
banyaknya orang yang meninggal.
Membangun kuburan
Hukum membangun kuburan diperinci:
1. Haram : Apabila di kuburan umum (yaitu kuburan yang disediakan untuk tempat pemakaman masyarakat umum, baik bumi wakaf atau bukan). Motifasi keharaman tersebut karena kuburan yang dibangun akan menghalangi orang lain untuk dapat memanfaatkan kuburan tersebut setelah rusak (lebur)nya mayat.
2. Makruh : Apabila membangun kuburan di tanah milik sendiri, dengan syarat membangunnya tidak ada tujuan membanggakan kuburan, jika ada tujuan demikian hukumnya haram.
3. Jawaz : Apabila yang dibangun adalah kuburannya Nabi, wali atau ulama, alasannya karena untuk tetap diziarohi.
Menggali kuburan
Menggali kuburan hukumnya haram jika dilakukan setelah sempurnanya prosesi penguburan dan mayatnya belum rusak (lebur), meskipun hanya tinggal semisal tulang, kecuali dalam keadaan dlarurat, seperti banyaknya orang yang mati dan sempitnya kuburan, maka diperbolehkan untuk mengali kuburan.
Hal-hal yang memperbolehkan untuk menggali kuburan
1. Dikubur ditanah atau pekarangan milik orang lain tanpa adanya izin dari pihak yang bersangkutan;
2. Dikafani dengan kafan milik orang lain tanpa ada izin dari pemiliknya;
3. Ada harta yang ikut terkubur bersama jenazah, baik sedikit ataupun banyak;
4. Dikubur dalam keadaan tidak menghadap kiblat, sementara mayatnya belum rusak, kecuali kita mengikuti pendapat imam Maliki yang menyatakan tidak wajib menghadapkan jenazah kearah kiblat.
Menyediakan makanan dan minuman kepada orang yang ta’ziyah (menghadiri rumah duka)
Asal hukum sodaqoh adalah sunah, namun hukum sunah tersebut dapat berubah manjadi makruh, wajib atau bahkan haram, sesuai dengan kondisi orang yang bersodaqoh. Sedangkan sodaqoh (menyediakan) makanan atau minuman untuk orang yang ta’ziyah hukumnya diperinci:
1. Haram : Apabila ahli waris (keluarga almarhum) ada yang berstatus mahjur ‘alaih, contohnya anak yang belum baligh.
2. Makruh : Apabila semua ahli waris (keluarga almarhum) bukan mahjur ‘alaih.
Meskipun hukum menyediakan makanan dan minuman kepada orang yang ta’ziyah adalah haram dan makruh, tapi tetap tidak menghilangkan pahalanya sodaqoh, bahkan walaupun hukumnya haram harus tetap dilakukan, kalau ada tujuan tertentu, seperti menghindari omongan (fitnah) orang lain.
Setelah selesai megubur jenazah, dianjurkan mendo’akan jenazah dengan do’a-do’a yang bermanfaat bagi arwahnya. Tendensi anjuran ini adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud :
روى عن عثمان رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا دفن ميتا وقف عند قبره وقال استغفروا لأخيكم واسألوا الله التثبيت فإنه الآن يسأل (رواه أبو داود)
Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Utsman, Ia berkata : "Sesungguhnya ketika Nabi selasai mengubur jenazah, Beliau berdiri di dekat kuburan, kemudian bersabda : “ Mintalah kalian ampunan pada Allah untuk saudaramu agar diberi ketetapan (iman), karena sekarang Ia sedang ditanyai (malaikat Munkar-Nakir)”. (HR. Imam Abu Daud)
Talqin mayit
Ulama sangat menganjurkan untuk dilakukannya talqin mayit, pijakan mereka adalah hadits Nabi yang diriwayatkan imam Tobroni :
عن إبن أمامة أن النبى صلى الله عليه وسلم قال إذا مات أحدكم فسوّيتم عليه التراب فليقم أحدكم عند رأس قبره فيقول اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله الا الله وأن محمّدا عبده ورسوله وانك رضيت بالله ربّا وبالإسلام دينا وبمحمّد نبيّا وبالقرآن إماما فإن منكرا ونكيرا يتأخّر كل واحد منهما فيقول انطلق فما يقعدنا عند هذا وقد لقن حجته ويكون عند الله حجيجه دونهما (رواه الطبرانى)
Artinya: Nabi bersabda : "Apabila salah satu dari kalian meninggal dunia, maka setelah menguburnya, hendaknya ada yang berdiri lurus dengan kepala kuburan (mayat) dan mengucapkan : “Ingatlah, ketika kamu keluar dari dunia, yaitu bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo bahwa Allah adalah tuhanmu, Islam agamamu, Muhammad Nabimu dan Al Qur’an tuntunanmu, maka sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir saling menjauh, kemudian dia berkata (kepada temannya) : “Pergilah, jangan berlama-lama kita didekat orang ini, sesungguhnya dia telah diajari jawabannya”, dan jawaban yang diterima di sisi Allah adalah jawaban orang tersebut, bukan laporan dua malaikat tadi”. (HR. Thobroni)
Ziarah kubur
Semua ulama Madzahib Al Arba’ah menyepakati kesunahan ziaroh kubur, namun ada sedikit perbedaan dalam menentukan waktu yang utama untuk melaksanakan ziarah.
Hari yang utama untuk melakukan ziarah kubur :
~ Imam Hanafi dan imam Maliki : Hari Kamis, Jum’at dan Sabtu;
~ Imam Syafi’i : Mulai Asarnya hari Kamis sampai keluarnya matahari pada hari Sabtu;
~ Imam Hambali : Tidak ada hari tertentu yang lebih utama untuk melakukan ziarah kubur.
Tendensi kesunahan melakukan ziaroh kubur adalah hadits Nabi yang diriwayatkan imam Muslim :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزورها فانها تذكّركم الموت (رواه مسلم)
Artinya: Nabi bersabda : “Saya (dahulu) melarang kalian semua untuk ziaroh kubur, maka sekarang berziarah kuburlah kalian, karena sesungguhnya ziaroh kubur dapat mengingatkan kalian pada kematian”. (HR. Muslim)
Membaca tahlil, Al Qur’an dan bersodaqoh untuk mayat
Pahala dari membaca tahlil, Al Qur’an dan bersodaqoh bisa sampai pada mayit. Referensi pernyataan ini adalah firman Allah surat Al Hasyr : 10 :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ (الحشر : 10)
Artinya: Dan orang-orang yang datang setelah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a "Wahai tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami”. (QS. Al Hasyr : 10)
Dan hadits yang diriwayatkan sahabat Sa’ad Bin ‘Ubadah :
وقال سعد بن عبادة للنبي صلى الله عليه وسلم أينفع أمّى إذا تصدّقت عنها قال نعم (البخاري ومسلم ) .متفق عليه.
Artinya: Sa’ad bin 'Ubadah bertanya kepada Nabi: “Apakah dapat bermanfaat bagi ibu saya, apabila saya bersodaqoh atas nama ibu?”, Nabi menjawab: “Ya, dapat bermanfaat bagi ibumu”. (HR. Bukhori-Muslim)
Tata cara ziaroh kubur, membaca Al Qur’an atau tahlil dan sodaqoh untuk mayat :
@ Masuk pada areal pekuburan dengan mengucapkan salam kepada ahli kubur setempat (orang-orang yang di kubur di areal tersebut) dengan mengucapkan semisal lafadz :
السّلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون.
Artinya: “Semoga keselamatan selalu menyertai kalian semua, wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya jika Allah menghendaki, saya juga akan menyusul seperti kalian”.
@ Kemudian duduk disebelah barat makam yang dituju dengan posisi menghadap kearah timur, lalu membaca tahlil, Al Qur’an atau yang lainnya.
Beberapa persyaratan supaya pahala dari bacaan semisal tahlil atau Al Qur’an dapat sampai terhadap mayat :
~ Pahala dari tahlil atau Al Qur’an yang dibaca di selain tempat kuburannya orang yang kita ziarahi itu dapat sampai terhadap mayat jika setelah membaca, memanjatkan do’a agar pahala dari bacaan tadi sampai kepada mayat, seperti menggunakan lafadz :
اللّهم أوصل ثواب ما قرأناه .....الخ
Artinya: “Wahai tuhanku, sampaikanlah pahala dari apa yang saya baca kepada …..”(dan seterusnya).
~ Membaca tahlil atau Al Qur’an di atas kuburan orang yang kita ziarahi, walaupun tidak ada do’a seperti di atas;
~ Mengkonsentrasikan pikiran sebelum membaca tahlil atau Al Qur’an dengan menyengaja membaca tahlil atau Al Qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada mayat.
supaya pahala sodaqoh dapat sampai pada mayit, maka harus ada tujuan memenghadiahkan pahalanya kepada mayat.
Tawassul dengan orang-orang shaleh atau wali-wali Allah
Islam memperbolehkan bahkan menganjurkan tawassul (membuat perantara) dengan orang-orang shaleh dan para wali Allah, baik ketika mereka masih hidup atau telah meninggal. Maksud tawassul adalah meminta sesuatu kepada Allah dengan menjadikan semisal wali sebagai perantara untuk memintakan kebutuhan tersebut terhadap-Nya, tawassul bukan berarti meminta kepada orang yang ditawassuli (orang yang dijadikan perantara).
قال النبي صلى الله عليه وسلم اكثروا من ذكر هاذم اللذّات اى الموت )رواه الترمذى وابن ماجه والحاكم(
Artinya : Nabi bersabda "Perbanyaklah olehmu mengingat sesuatu yang menghilangkan / memutuskan kenikmatan dunia (mati)”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).
Dengan mengingat mati, otomatis akan ingat atas apa yang telah diperbuat, terutama hal-hal yang melanggar norma-norma agama, baik yang berhubungan dengan tuhan atau dengan sesama. Dengan demikian maka akan memotifasi rasa ingin taubat dan senatiasa berbenah diri dari semua perbuatan dosa. Kalangan ulama Salaf As Shalih telah memberikan tatanan sekaligus tuntunan yang mengatur berbagai permasalahan yang berkaitan dengan masalah taubat, Diantaranya :
Secara garis besar taubat ada dua, yaitu :
· Taubat dari kesalahan yang kaitannya dengan tuhan.
· Taubat dari kesalahan yang kaitannya dengan sesama manusia.
Syarat sah taubat :
1. Berhenti dari kesalahan yang telah diperbuat.
2. Merasa rugi (menyesal) atas kesalahan yang telah diperbuat.
3. Bertekat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
4. Kalau dosa tersebut kaitannya dengan sesama manusia, maka harus meminta maaf kepada orang yang bersangkutan serta mengembalikan hak miliknya yang telah kita ambil.
Ketika orang sedang sakit, disunahkan untuk bertaubat, tendensi kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan Bukhori :
قال النبي صلى الله عليه وسلم ما أنزل الله داء الا وأنزل له شفاء (رواه البخاري)
Artinya : Nabi bersabda :”Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya”. (HR. Bukhori).
Dan hadits yang diriwayatkan Tirmidzi :
إن الأعربى قالوا يارسول الله أتتداوى فقال تتداووا فان الله لم يضع داء الا وضع له دواء الا الهرم. )رواه الترمذى وغيره(
Artinya: Penduduk A’raby (suku pedalaman Arab) bertanya pada Nabi: “Seandainya kami sakit, apakah harus di obati?” Nabi menjawab: “Ya, harus di obati, sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit kecuali menyertakan pula obatnya, kecuali penyakit karena lanjut usia”. (HR. Tirmidzi).
Namun kendatipun Allah telah menciptakan obat pada setiap penyakit, bukan berarti dengan berobat penyakit pasti sembuh, karena terkadang obat tidak memberikan pengaruh, bahkan bukan hal yang mustahil kalau ajal tetap menjemputnya, karena kematian merupakan takdir Allah yang tidak bisa ditunda atau dipercepat walaupun hanya sekejap. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah surat Al A’raf : 34 yang berbunyi :
إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (الأعراف : 34)
Artinya: Allah berfirman: “Apabila telah datang ajal mereka (umat manusia), mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. (QS. Al A’raf : 34)
Kewajiban masyarakat terhadap jenazah yang mereka ketahui :
1. Memandikan;
2. Mengkafani;
3. Menyalati;
4. Mengubur.
Empat hal di atas wajib untuk dipenuhi ketika jenazah telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh syara’.
Syarat janazah wajib dimandikan
- Islam;
- Bukan siqt (bayi yang lahir sebelum masanya);
- Wujudnya jenazah atau sebagian anggotanya;
- Bukan mati syahid.
Keterangan :
· Islam
Imam Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa orang yang tidak Islam haram untuk dimandikan, karena memandikan janazah merupakan ibadah, sedangkan menurut imam Syafi’i hukumnya boleh, alasannya karena tujuan memandikan janazah adalah membersihkan, bukan untuk ibadah.
· Bukan Siqt
Kriteria siqt yang wajib dimandikan :
Versi imam Hanafi :
@ Lahir dalam keadaan hidup, meski belum mencapai waktu yang sempurna untuk dilahirkan, atau lahir dalam keadaan mati, apabila anggota badannya sempurna.
Versi imam Maliki :
@ Hidupnya bayi setelah dilahirkan dengan adanya tanda-tanda, antara lain terdapat gerakan ataupun jeritan.
Versi imam Syafi’i :
@ Terdapat tanda-tanda kehidupan, seperti adanya gerak sempurna pada organ tubuh, meski tidak diketahui hidupnya.
@ Lahir diatas enam bulan, walaupun meninggal.
Versi imam Hambali :
@ Lahir diatas empat bulan, walaupun meninggal.
· Ditemukan jasad atau organ tubuh janazah
Syarat jenazah wajib dimandikan adalah harus ditemukan seluruh jasad mayat atau sebagian anggota, maka ketika mayat ditemukan dalam keadaan tidak utuh, para ulama berbeda pendapat :
@ Menurut imam Hanafi: Wajib dimandikan apabila yang ditemukan melebihi dari separuh badan, atau separuh badan tapi bersama kepalanya.
@ Menurut imam Maliki: Wajib dimandikan apabila ditemukan minimal 2/3 (dua pertiga) dari badan jenazah.
@ Menurut imam Syafi’i dan Hambali: Wajib di mandikan apabila ditemukan anggota mayit, meskipun sedikit, seperti satu jari.
· Bukan mati syahid
Mati syahid di bagi menjadi tiga bagian :
- Syahid dunia akhirat;
- Syahih akhirat;
- Syahid dunia.
· Syahid dunia akhirat:
Di dalam syahid dunia akhirat, para ulama kontradiksi dalam mendefinisikan dan menentukan kriterianya, namun semua ulama Madzahib Al Arba’ah sepakat di dalam konsekwensi hukumnya, yaitu :
1. Tidak boleh dimandikan;
2. Tidak boleh dishalati;
3. Dikafani dengan pakaian yang dikenakan ketika mati;
4. Dikubur dalam keadaan memakai sesuatu yang dikenakan ketika mati.
Ø Versi imam Hanafi:
Syahid dunia akhirat adalah orang yang dibunuh secara dzalim (tidak salah), baik dalam peperangan maupun tidak, dengan oang kafir atau bukan. Beberapa syarat syahid dunia akhirat adalah: Islam, baligh, berakal, suci dari hadats besar, langsung mati dan matinya tidak pindah dari tempat kejadian. Ketika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka harus diberlakukan sebagaimana jenazah yang bukan syahid.
Ø Versi imam Maliki:
Syahid dunia akhirat adalah orang yang meninggal karena dibunuh orang kafir atau perang melawan orang kafir, dengan syarat meninggal ditempat atau semenjak dari tempat perang sudah tidak sadarkan diri.
Menurut prinsip Beliau, konsekwensi hukum syahid dunia akhirat berlaku bagi laki-laki, perempuan, baik orang yang junub ataupun orang yang hadats (besar atau kecil).
Ø Versi imam Syafi’i dan imam Hambali:
Syahid dunia akhirat adalah orang yang meninggal di medan perang melawan orang kafir dengan tujuan menegakkan agama Allah.
Menurut prinsip imam Syafi’i dan imam Hambali, konsekwensi hukum syahid dunia akhirat berlaku bagi laki-laki, perempuan, baik orang yang junub ataupun orang yang hadats (besar atau kecil).
· Syahid dunia
Syahid dunia adalah orang yang meninggal di medan perang dengan tujuan supaya memperoleh ghanimah (harta jarahan), atau supaya dipuji orang banyak.
Konsekwensi hukum dari syahid dunia:
1 Tidak boleh dimandikan;
2 Tidak boleh dishalati;
3 Dikafani dengan pakaian yang dikenakan ketika mati;
4 Dikubur dalam keadaan memakai sesuatu yang dikenakan ketika mati.
Konsekwensi hukum dari syahid dunia sama dengan syahid dunia akhirat, karena fiqih hanya menghukumi sesuatu yang dzahir (tampak), sedangkan masalah akhirat merupakan hak perogratif tuhan.
· Syahid akhirat:
Syahid akhirat adalah orang yang meninggal karena semisal tenggelam, terbakar, dalam status muta’alim (pencari ilmu syara’) dan lain-lain.
Konsekwensi hukum dari syahid akhirat:
1 Tetap dimandikan;
2 Dikafani sebagaimana janazah bukan syahid;
3 Tetap dishalati;
4 Dikubur dengan kafan yang dipakaikan pada janazah yang bukan syahid.
Konsekwensi hukum dari syahid akhirat sama dengan orang yang meninggal biasa, karena fiqih hanya menghukumi hal yang dzahir (tampak) saja, sedangkan masalah akhirat merupakan hak perogratif tuhan.
Ulama Madzahib Al Arba’ah sepakat dalam memberikan definisi syahid dunia dan syahid akhirat.
Hal-hal yang berhubungan dengan memandikan jenazah
@ Air merupakan satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk memandikan jenazah, dengan syarat airnya suci dan mensucikan.
@ Apabila jenazah tidak memungkinkan untuk dimandikan maka harus ditayamumi, seperti jenazah yang terbakar yang apabila terkena air akan semakin mempercepat rusaknya anggota tubuh jenazah.
@ Hukum memandikan jenazah wajib dan niat memandikannya sunah, sedangkan mewudlui jenazah hukumnya sunah, tapi niat mewudluinya wajib.
@ Jika jenazah mengeluarkan najis (kotoran) setelah dimandikan, maka cukup dibersihkan najis (kotoran)nya saja dan tidak wajib mengulangi mandinya.
@ Paling sedikitnya memandikan jenazah adalah satu kali basuhan yang merata keseluruh anggota badan jenazah, selebihnya basuhan pertama hukumnya sunah.
@ Mayat yang matinya sebab tenggelam di air yang suci mensucikan tetap wajib untuk dimandikan, karena kewajiban memandikan belum gugur sebelum ada yang melaksanakan.
@ Bagi orang yang memandikan jenazah tidak boleh melihat atau memegang aurat jenazah, kecuali jika dua telapak tangannya dibungkus.
@ Orang laki-laki tidak boleh memandikan jenazah perempuan, begitu juga sebaliknya, kecuali orang laki-laki memandikan jenazah istrinya atau sebaliknya.
@ Orang laki-laki boleh memandikan jenazah perempuan yang masih kecil, dan orang perempuan boleh memandikan jenazah laki-laki yang masih kecil. Sedangkan batasan kecil sama dengan yang ada dalam bab wudlu, yaitu anak laki-laki dan perempuan dibawah lima tahun, namun sebagian ulama memberikan batasan bahwa dikatakan kecil bila secara akal normal anak tersebut belum bisa menimbulkan syahwat (rangsangan), baik anak laki-laki maupun perempuan.
@ Seorang wanita yang sedang haidl, nifas atau hadats besar diperbolehkan memandikan jenazah, karena motif dari memandikan jenazah bukan ibadah, tapi semata-mata hanya untuk membersihkan.
@ Jenazahnya anak laki-laki yang belum dikhitan dan dibawah kuncup dzakarnya terdapat sesuatu (yang dihukumi najis), maka menurut imam Ibnu hajar wajib ditayamumi, karena sebagai ganti dari najis (dibawah kuncup) yang tidak bisa dibersihkan, kemudian dimandikan. Sedangkan menurut imam Romli anak tersebut tidak ditayamumi, karena syaratnya tayamum semua anggota badan harus suci, karena tidak mungkin untuk disucikan maka anak tersebut dikubur tanpa dishalati, sebab syaratnya dishalati harus disucikan terlebih dahulu.
@ Rambut atau kuku jenazah yang panjang tidak boleh dipotong, bahkan jika ketika dimandikan ada yang rontok, wajib disertakan untuk dikafani dan dikuburkan.
@ Apabila jenazahnya laki-laki dan tidak ditemukan orang laki-laki untuk memandikan, maka tidak boleh dimandikan, melainkan harus ditayamumi, begitu juga ketika terjadi pada perempuan.
@ Basuhan yang terakhir sunah dicampur dengan kapur barus, dengan tujuan supaya harum dan supaya jasadnya tidak cepat rusak.
@ Orang yang telah memandikan jenazah disunahkan untuk mandi, meski sebagian ulama menghukumi wajib mandi.
@ Ketika jenazah adalah laki-laki yang belum dikhitan, apakah wajib dikhitan? Ada beberapa komentar ulama dalam menjawab masalah ini, diantaranya adalah:
1. Wajib dikhitan secara mutlak, baik kecil atau sudah besar.
2. Wajib dikhitan apabila sudah besar, dan tidak dikhitan kalau masih kecil.
3. Tidak dikhitan secara mutlak, baik kecil atau sudah besar, karena khitan adalah memotong, sedangkan anggotangya jenazah tidak boleh dopotong, meskipun khitan hukumnya wajib, akan tetapi kewajiban tersebut gugur setelah ia meninggal dunia.
Mengkafani jenazah
Jenazah harus dikafani sebelum dishalati, dan batas minimal mengkafani jenazah, baik laki-laki atau perempuan adalah satu lapis yang dapat menutupi semua anggota badan. Biaya pengkafanan jenazah diambil dari hartanya sendiri, bila tidak punya maka diambilkan dari hartanya orang yang menafkahinya ketika ia masih hidup, kalau tidak ada maka diambilkan dari baitul maal (kas desa), dan ketika tidak ada baitul maal, maka biaya pengkafanan ditanggung oleh orang-orang kaya daerah setempat. Urutan tersebut tidak tertentu dalam biaya kafan, tapi juga biaya memandikan, menyalati dan mengubur jenazah. Ulama Madzahib Al Arba’ah berbeda pendapat tentang jenis kain kafan yang diperbolehkan bagi jenazah, pendapat-pendapat mereka adalah :
Imam Hanafi
Beliau berpendapat bahwa semua jenis kain yang diperbolehkan dipakai ketika hidupnya mayit, boleh digunakan sebagai kafannya. Kain yang paling utama sebagai kafan adalah kain yang berwarna putih, baik baru ataupun lama.
Hukum kafan dibagi menjadi tiga:
- Kafan sunah;
- Kafan kafayah;
- Kafan dlarurah.
¨ Kafan sunah
Jenazah dikafani dengan izar (kain penutup badan), gamis (baju kurung) dan kain satu lapis. Ukuran masing-masing adalah :
Þ Izar (kain penutup badan): Mulai dari kepala sampai telapak kaki;
Þ Gamis (baju kurung): Mulai dari leher bawah sampai telapak kaki;
Þ Kain satu lapis: Mulai dari kepala sampai telapak kaki.
¨ Kafan kafayah
Þ Jenazah hanya dikafani dengan izar atau hanya dengan satu lapis, tanpa disertai dengan gamis.
¨ Kafan dlarurah
Þ Jenazah dikafani dengan kafan yang hanya menutupi auratnya saja.
Imam Hanafi berinisiatif apabila ada orang meninggal dan ia tidak mempunyai harta untuk biaya pengkafanannya, dan tidak ditemukan orang lain yang menanggung biaya tersebut, maka setelah jenazahnya dimandikan, langsung dikubur, sedangkan waktu menyalatinya ketika jenazah telah sempurna dikubur.
Imam Maliki
Beliau berpendapat bahwa semua jenis kain yang boleh dipakai ketika hidup si mayit boleh digunakan sebagai kafannya. Kain yang paling utama sebagi kafan adalah kain yang berwarna putih. Kriteria pengkafanan yang afdlal (utama) bagi jenazah laki-laki berbeda dengan kriteria yang terdapat pada jenazah perempuan. Perbedaan kriteria tersebut adalah :
§ Laki-laki
Paling utama mengkafani jenazah laki-laki sebanyak lima lapis, dengan perincian sebagai berikut:
- Gamis (baju kurung) yang ada lengannya;
- Izar (kain penutup badan);
- Sorban (ukurannya menyesuaikan jenazah);
- Dua lapis yang masing-masing dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Paling utama mengkafani jenazah perempuan sebanyak tujuh lapis, dengan perincian sebagai berikut:
- Gamis (baju kurung) yang ada lengannya;
- Izar (kain penutup badan);
- Kerudung;
- Empat lapis yang setiap lapisannya dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Imam Syafi’i dan Imam Hambali
Imam Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat bahwa semua jenis kain yang diperbolehkan dipakai ketika hidupnya mayit, boleh digunakan sebagai kafannya. Kain yang paling utama sebagai kafan adalah kain yang berwarna putih, hanya saja imam Syafi’i lebih mengutamakan kain yang bukan baru. Kriteria pengkafanan yang afdlal (utama) bagi jenazah laki-laki berbeda dengan kriteria yang terdapat pada jenazah perempuan. Perbedaan kriteria tersebut adalah :
§ Laki-laki
Paling utama mengkafani jenazah laki-laki sebanyak tiga lapis yang setiap lapisnya dapat menutupi semua anggota badan mayit, dan menurut imam Syafi’i boleh ditambah gamis (baju kurung) dan sorban, tapi menurut imam Hambali makruh menambahkan keduanya.
§ Perempuan
Paling utama mengkafani jenazah perempuan sebanyak lima lapis, dengan perincian sebagai berikut:
1. Gamis (baju kurung) yang ada lengannya;
2. Izar (kain penutup badan);
3. Kerudung;
4. Dua lapis yang setiap lapisannya dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Semua kriteria di atas merupakan hukum mengkafani jenazah yang paling utama menurut konsep imam Syafi’i dan imam Hambali, sedangkan batas minimal kafan yang telah dianggap cukup adalah satu lapis yang dapat menutupi seluruh badan jenazah.
Hal-hal yang berhubungan dengan pengkafanan mayit
Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
Ø Jenazah Laki-laki
Ulama Madzahib Al Arba’ah berpendapat bahwa jenazah laki-laki sunah dikafani dengan tiga lapis. Tendensi kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim :
عن عائشة أنها قالت كفن رسول الله صلى عليه وسلم فى ثلاثة أثواب بيض سحولية من كرسف ليس فيها قميص ولا عمامة )رواه اليخارى ومسلم(
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah, Beliau berkata: "Nabi dikafani dengan tiga baju (kafan) berwarna putih buatan desa Sahul, wilayah Yaman, dan tiga kafan tadi tidak disertai gamis dan sorban”. (HR. Bukhori-Muslim)
Imam Hanafi menambah alasan lain, yaitu Nabi dikafani tiga lapis karena semasa hidupnya Beliau gemar mengenakan tiga lapis pakaian.
Pada referensi diatas, Rasulllah SAW dikafani dengan tiga lapis kafan, tanpa disertai baju kurung dan sorban, dari hadits inilah ulama berbeda pendapat mengenai penambahan sorban dan baju kurung dari tiga lapis kafan, pendapat Mereka yaitu :
- Imam Maliki : Penambahan gamis (baju kurung) dan sorban hukumnya baik (afdlal);
- Imam Syafi’i : Penambahan gamis (baju kurung) dan sorban hukumnya boleh (jawaz);
- Imam Hambali: Penambahan gamis (baju kurung), sorban atau lainnya hukumnya makruh.
Ø Jenazah Perempuan
Jenazah perempuan sunah dikafani dengan lima lapis (izar, gamis, kerudung dan dua lapis kain). Dalil yang dijadikan pijakan dalam hukum ini adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud :
عن أمّ عطية أنها قالت لما غسلنا إبنة رسول الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا على الباب يناولنا اللأكفان واحدا واحدا فناولنا إزارا ودرعا وخمارا وثوبين (رواه أبوداود)
Artinya: Diriwayatkan dari Ummi ‘Atiyyah, Ia berkata: "Ketika saya memandikan putri Nabi (Ummi Kultsum), Beliau duduk di pintu sembari menyodorkan kafan satu persatu, dan Beliau memberikan izar (kain penutup badan), baju kurung, kerudung dan dua kain”. (HR. Abu Daud)
Orang yang meninggal dalam keadaan ihrom
Beberapa versi ulama mengenai tata cara mentajhiz (merawat) jenazahnya orang yang meninggal dunia dalam keadaan ihrom, diantaranya :
Imam Hanafi dan imam Maliki
Pentajhizan (perawatan) jenazah orang yang mati dalam keadaan ihrom sama dengan jenazahnya orang yang meninggal biasa (tidak ihrom). Referensi yang dijadikan pijakan pernyataan ini adalah hadits yang berbunyi :
قال النبي صلى الله عليه وسلم إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث, صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (رواه أبو هريرة)
Artiny :Nabi bersabda: "Ketika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecali tiga hal : Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan keturunan yang mendo’akan kepada kedua orang tuanya”. (HR. Abu Hurairoh)
Dari pernyataan redaksi diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan meninggal dunia manusia terputus dari semua amal ibadahnya, termasuk ihrom (haji dan umroh), karena seandainya hukum ihrom tidak putus, niscaya kita wajib membawa jenazahnya orang yang meninggal dunia dalam keadaan ihrom untuk menyelesaikan amalan ihrom, seperti wuquf, thowaf dan lainnya, tapi ternyata hal itu tidak diwajibkan.
Imam Syafi’i dan imam Hambali
Imam Syafi’i dan imam Hambali berpendapat bahwa status ihromnya seseorang tidak terputus dengan sebab mati, sehingga jenazahnya tidak boleh dikenai sesuatu yang dilarang bagi orang yang sedang ihrom, seperti :
Þ Jenazah tidak boleh diberi wangi-wangian;
Þ Jenazah perempuan tidak boleh ditutup wajahnya;
Þ Jenazah laki-laki tidak boleh ditutup kepalanya, dan lain-lain.
Tendensi Beliau berpendapat demikian adalah hadits Nabi yang berbunyi :
روى إبن عباس قال بينما رجل واقف بعرفة إذ وقع على راحلته فمات فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اغسلوا بماء وسدر وكفّنوه فى ثوبه ولاتحنطوه ولاتخمروا رأسه فانه يبعث يوم القيامة ملبّيا (متفق عليه)
Artinya: Ibnu Abbas berkata: “Pada suatu ketika ada seorang laki-laki yang sedang wuquf di Arafah terjatuh dari untanya, kemudian ia mati, lalu Nabi berkata: " Mandikanlah ia dengan air daun sidr (widoro) dan kafanilah dengan baju yang ia pakai, jangan diberi wewangian, dan jangan ditutup kepalanya, karena sesungguhnya pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dalam keadaan ihrom”. (HR. Bukhori-Muslim)
Meskipun redaksi hadits di atas hanya menerangkan tata cara mengkafani jenazah laki-laki, namun pada prakteknya para ulama menyamakan jenazah perempuan dengan jenazah laki-laki.
Shalat jenazah
Versi Imam Hanafi
Rukun-rukun shalat jenazah
1. Berdiri bagi yang mampu;
2. Niat ketika takbirotul ihrom;
3. Memebaca takbir empat kali;
4. Salam setelah takbir keempat.
Tata cara shalat jenazah :
Þ Berdiri di tempat yang lurus dengan dada jenazah (laki-laki atau perempuan), tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri;
Þ Takbir pertama, kemudian membaca tsana’ (pujian) kepada Allah SWT seperti lafadz : سبحان الله وبحمدك الخ , imam Hanafi tidak mewajibkan membaca Fatihah di dalam shalat jenazah, karena tidak ada tendensi dari Al Qur’an dan hadits tentang wajibnya baca Fatihah ketika shalat jenazah, namun Fatihah mencukupi sebagai tsana’ (memuji) jika diniati;
Þ Takbir kedua, kemudian membaca Shalawat Nabi Muhammad, seperti: اللهم صل على محمّد.
Þ Takbir ketiga, kemudian membaca do’a yang berhubungan dengan akhirat dan yang bermanfaat bagi mayit, bagi orang yang shalat dan bagi seluruh umat Islam. Tidak ada batasan tertentu di dalam lafadz do’a, yang penting do’a yang mengandung makna-makna di atas, tetapi yang lebih utama menggunakan do’anya Nabi Muhammad yang berbunyi :
اللّهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسّع مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد ونقّه من الخطايا كما ينقّى الثوب الأبيض من الدنس وأبدله دارا خيرا من داره وأهلا خيرا من أهله وزوجا خيرا من زوجه وأدخله الجنّة وأعذه من عذاب القبر وعذاب النار (رواه مسلم والترمذى والنسائ)
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa mayit ini, limpahkanlah rahmat kepaadanya, maafkanlah kesalahannya, muliakanlah tempatnya, luaskanlah kuburnya, bersihkanlah dia dengan air salju dan air yang sejuk, bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, dan keluarga yang lebih baik, masukkanlah ia ke sorga, dan hindarkanlah dia dari siksa kubur dan siksa neraka”. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)
Þ Takbir keempat, kemudian membaca salam ((السلام عليكم ورحمة الله وبركاته dengan tanpa membaca do’a, namun sebagian ulama Hanafiyah berpendapat bahwa setelah takbir keempat disunahkan membaca do’a :
ربّنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
Shalat jenazah lebih utama dilakukan oleh para penguasa, baik penguasa negara ataupun penguasa daerah setempat. Tendensi pernyataan ini adalah kisah dari Sahabat Ali yang berbunyi :
إنّ الحسين بن على قدّم سعيد بن العاص لما مات الحسن وقال لولا السنة لما قدّمتك وكان سعيد وليّا بالمدينة وهى الذى يسمّى فى هذه الزمان النائب.
Artinya: “Sesungguhnya Husein bin Ali mendahulukan (menyuruh) Sa’id bin ‘Ash untuk menyalati jenazah Hasan, dan Husein berkata: “Jika bukan merupakan kesunahan niscaya saya tidak mendahulukan kamu (untuk menyalatinya)”, dan ketika itu Sa’id bin ‘Ash menjabat sebagai penguasa di Madinah, yang menurut istilah sekarang disebut Naib”.
Pendapat ini ditentang oleh Abu Yusuf (ashab Hanafiyah) bahwa yang lebih utama menyalati jenazah adalah wali jenazah tersebut, karena hukum jenazah mempunyai kesamaan dengan nikah, sedangkan yang didahulukan di dalam nikah adalah wali yang lebih dekat, jika tidak ada, pindah ke wali yang lebih jauh, dan jika tidak mempunyai wali maka yang berhak menjadi wali adalah penguasa, oleh karena itu urutan yang ada pada shalat jenazah juga sama dengan urutan wali nikah.
Versi Imam Maliki
Rukun-Rukun Shalat Jenazah
1. Berdiri bagi yang mampu;
2. Niat ketika takbirotul ihrom;
3. Membaca takbir empat kali;
4. Membaca do’a;
5. Membaca salam.
Tata Cara Shalat Jenazah :
Þ Jenazah laki-laki: Mushalli (orang yang menyalati) berdiri di tempat yang lurus dengan tengah badan jenazah, bila jenazahnya perempuan: Mushalli berdiri di tempat yang lurus dengan pundak jenazah, tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri;
Þ Niat, dalam shalat jenazah tidak wajib menentukan jenazah laki-laki atau perempuan dan tidak wajib niat fardlu, tetapi cukup dengan semisal:
أصلّى على هذه الجنازة الله أكبر.
Þ Membaca takbir sebanyak empat kali;
Þ Takbir pertama, disertai dengan mengangkat tangan, kemudian membaca do’a;
Þ Takbir kedua, dengan tanpa mengangkat tangan, kemudian membaca do’a;
Þ Takbir ketiga, kamudian membaca do’a;
Þ Takbir keempat, kemudian salam satu kali;
Paling sedikitnya do’a yang dibaca dalam shalat jenazah adalah: اللّهم اغفر له (Ya Allah ampunilah dosa mayit ini) dan didalam shalat jenazah tidak wajib membaca Fatihah, karena hadits yang menyatakan kewajiban membaca Fatihah di dalam shalat diarahkan pada selain shalat jenazah. Hadits tersebut adalah :
قال النبي صلى الله عليه وسلم لاصلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (متفق عليه)
Artinya: Nabi bersabda: "Tidak dianggap shalat yang sah bagi orang yang tidak membaca Fatihah di dalam shalatnya”. (HR. Bukhori-Muslim)
Versi Imam Syafi’i :
- Berdiri bagi yang mampu;
- Niat ketika takbirotul ihrom;
- Membaca takbir empat kali;
- Membaca Fatihah;
- Membaca Shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW;
- Membaca do’a untuk mayit;
- Salam satu kali.
Tata Cara Shalat Jenazah :
Þ Jenazah laki-laki: Mushalli (orang yang menyalati) berdiri di tempat yang lurus dengan tengah kepala jenazah, dan bila jenazahnya perempuan: Mushalli berdiri di tempat yang lurus dengan pantatnya jenazah, tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri;
Þ Niat atau menyengaja shalat jenazah dan harus menentukan kefardluan (Syafi'iyah), namun imam Syafi’i sendiri tidak mengharuskan penentuan mayit hadir.
Þ Takbir pertama, kemudian membaca Fatihah. Imam syafi’i mewajibkan membaca Fatihah dalam shalat jenazah karena berpijak pada hadits yang berbunyi :
روى عن جابر أنه قال ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كبّر على الميّت أربعا وقرأ بعد تكبيرة الأولى بأمّ القرآن (رواه الشافعى والحاكم والبيهقى)
Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Jabir RA, Ia berkata: "Sesungguhnya ketika Rosululloh menyalati mayit, Beliau takbir sebanyak empat kali dan setelah takbir pertama Beliau membaca Fatihah”. (HR. Imam Syafi’i, Hakim dan imam Baihaqi)
Þ Takbir kedua, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Muhammad. Hukum membaca shalawat kepada Nabi adalah wajib, karena berdasarkan hadits yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا صلاة لمن لم يصلّ على نبيّه (رواه إبن ماجه والحاكم)
Artinya: Nabi bersabda: “Tidak dianggap sah shalatnya seseorang yang tidak membaca shalawat kepada Nabinya”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Þ Takbir ketiga, kemudian membaca do’a untuk almarhum, dan hukum do’a tersebut hukumnya wajib, karena bertendensi pada hadits yang berbunyi :
روى أبوهريرة ان النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا صلّيتم على موتاكم فأخلصوا لهم الدعاء (رواه أبو داود)
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi pernah bersabda: “Apabila kalian menyalati jenazah, maka bacalah do’a dengan ikhlas”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Do’a dalam shalat jenazah tidak terikat dengan lafadz tertentu, diantara contoh do’a adalah :
اللّهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa jenazah ini, limpahkanlah rahmatmu padanya dan ampunilah kesalahannya”.
Þ Takbir keempat, kemudian salam satu kali. Salam hukumnya wajib karena berdasrkan hadits yang berbunyi :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبيروتحليلها السلام (رواه الشافعى والبيهقى وابن ماحه)
Artinya: "Kunci (alat pembuka) shalat adalah bersuci, dan penyebab diharamkannya (sesuatu yang halal di luar shalat) adalah takbirotul ihrom, dan penyebab dihalalkannya kembali (sesuatu yang diharamkan ketika shalat) adalah salam". (HR. Imam Syafi’i, Baihaqi dan Ibnu Majah)
Membaca do’a setelah takbir hukumnya tidak wajib, karena ulama Syafi’iyah dalam sebagian kitab menyebutkan do’a, dan dalam kitabnya yang lain tidak menyebutkan.
Shalat Jenazah Di Masjid
Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukum menyalati jenazah di masjid adalah mubah (boleh), karena berdasarkan hadits yang diriwayatkan imam Muslim :
إن عائشة رضى الله عنها أمرت بجنازة سعد ابن أبي وقاص رضى الله عنه أن تدخل المسجد ليصلّى عليها فأنكر عليها ذلك فقالت ما أسرع ما نسي الناس ما صلّى رسول الله صلى الله عليه وسلم سهيل بن بيضاء وأخيه الا فى المسجد (رواه مسلم)
Artinya: Aisyah memerintahkan supaya jenazahnya Sa’d bin Abi Waqash di shalati di dalam masjid, ternyata tindakan Aisyah diingkari (oleh warga), lalu Aisyah berkata: "Apa yang menyebabkan kalian mudah lupa, Nabi menyalati jenazahnya Suhail bin Baidlo’ dan saudaranya di dalam masjid”. (HR. Muslim)
Versi Imam Hambali
1. Berdiri bagi yang mampu;
2. Niat ketika takbirotul ihrom;
3. Membaca takbir empat kali;
4. Membaca shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW;
5. Membaca Fatihah;
6. Membaca do’a untuk mayit;
7. Salam satu kali saja.
Tata Cara Shalat Jenazah :
Þ Jenazah laki-laki: Mushalli (orang yang menyalati) berdiri di tempat yang lurus dengan tengah kepala jenazah, dan bila jenazahnya perempuan: Mushalli berdiri di tempat yang lurus dengan tengah badan jenazah, tata cara ini berlaku bagi imam dan orang yang shalat sendiri. Tendensi pernyataan ini adalah :
إن أنسا صلّى على رجل فقام عند رأسه ثم صلّى على امرأة حيال وسط السرير فقال له العلاء بن زياد هكذا رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم قام على المرأة مقامك منها والرجل مقامك منه قال نعم (حديث حسن)
Artinya: Sesungguhnya sahabat Anas menyalati jenazah seorang laki-laki dan Beliau berdiri lurus dengan kepala jenazah, dan berdiri lurus dengan tengah badan jenazah ketika jenazahnya perempuan, kemudian Ala’ bin ziyad bertanya:"Apakah seperti itu kamu melihat Rosululloh menyalati jenazah?" Sahabat Anas menjawab: " Ya". (Hadits Hasan)
Þ Niat, sedangkan tata cara niat dalam shalat jenazah sama dengan shalat yang lain. Dalil pijakan kewajiban niat dalam shalat jenazah adalah hadits yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرء ما نوى (متفق عليه)
Artinya: Nabi bersabda "Sesungguhnya sahnya amal tegantung pada niat, dan seseorang akan mendapatkan atas apa yang ia niati”. (HR. Bukhori-Muslim)
Þ Takbir pertama, kemudian membaca Fatihah. Membaca Fatihah merupakan rukun shalat jenazah, alasannya karena setiap shalat yang wajib dikerjakan dengan berdiri, maka wajib uantuk membaca Fatihah, dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan imam Bukhori :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (روى البخارى) وصلّى ابن عباس على جنازة فقرأ بأمّ القرأن.
Artinya: Nabi bersabda: "Tidak dianggap shalat yang sah bagi orang yang tidak membaca Fatihah di dalam shalatnya”. (HR. Bukhori-Muslim). Dan Ibnu Abbas membaca Fatihah ketika shalat jenazah.
Þ Takbir kedua, kemudian membaca Shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW. Dalil membaca shalawat adalah hadits yang diriwayatkan imam Syafi’i :
روى أبو أمامة بن سهل عن رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن السنة فى الصلاة على الجنازة أن يكبّر الامام ثم يقرأ يفاتحة الكتاب بعد التكبيرة الأولى ثم يصلّى على النبي ويخلص الدعاء للجنازة (رواه الشافعى)
Artinya: "Abu Umamah meriwayatkan haditsnya salah satu sahabat Nabi, bahwa sesungguhnya tata cara shalat jenazah adalah takbiroatul ihrom, kemudian membaca Fatihah setelah takbir tersebut, membaca shalawat kepada Nabi, lalu mendo’akan jenazah". (HR. Imam Syafi’i)
Þ Takbir ketiga, kemudian membaca do’a untuk jenazah, karena tujuan utama dari shalat jenazah adalah mendo’akan jenazah, dan karena berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Daud :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا صلّيتم على الميّت فأخلصوا الدعاء (رواه ابوداود)
Artinya: Nabi bersabda "Apabila kalian shalat jenazah, maka berdo’alah (untuk jenazah yang kamu shalati)” (HR. Abu Daud)
Þ Takbir keempat, kemudian salam satu kali atau dua kali. Salam hukumnya wajib karena berdasarkan hadits yang berbunyi :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبيروتحليلها السلام (رواه الشافعى والبيهقى وابن ماحه)
Artinya: "Kunci (alat pembuka) shalat adalah bersuci, dan penyebab diharamkannya (sesuatu yang halal di luar shalat) adalah takbirotul ihrom, dan penyebab dihalalkannya kembali (sesuatu yang diharamkan ketika shalat) adalah salam". (HR. Imam Syafi’i, Baihaqi dan Ibnu Majah)
Jumlah takbir yang menjadi rukun shalat jenazah adalah empat kali, hal ini karena berdasarkan hadits yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال كبّر على النجاشى أربعا (متفق عليه)
Artinya: Sesungguhnya Nabi membaca takbir empat kali ketika menyalati jenazahnya raja Najasyi. (HR. Bukhori-Muslim)
Hal – hal yang berhubungan dengan shalat ghoib
Shalat ghoib adalah shalat jenazah yang dilakukan disuatu tempat yang jenazahnya tidak ada di wilayah tersebut. Pernyataan ulama Madzahib Al Arba’ah tentang hukum dan aturan shalat ghaib berbeda-beda.Pernyataan tersebut adalah :
Imam Hanafi dan imam Maliki menyatakan bahwa shalat ghoib hukumnya tidak boleh, karena syaratnya shalat jenazah, mayat harus hadir ditempat menyalatinya. Sedangkan hadits yang menceritakan "Nabi pernah menyalati Raja Najasyi padahal jenazahnya tidak hadir", merupakan khususiah (ketertentuan) bagi Nabi. Sedangkan memperbolehkannya imam Hanafi dan imam Maliki menyalati jenazah di atas kubur (ghoib) terhadap mayat yang belum dishalati dan terlanjur telah dikubur adalah sebab terpaksa (dlarurat).
Imam Syafi’i dan imam Hambali menyatakan bahwa shalat ghoib diperbolehkan dengan syarat jenazah yang hendak dishalati berada di luar wilayah (desa atau kota) mushalli, meskipun jaraknya dekat. Tendensi pernyataan ini adalah hadits yang berbunyi :
روى أبوهريرة ان النبي صلى الله عليه وسلم نعى النجاشى لأصحابه يوم مات وخرج بهم الى المصلّى وصف بهم وكبّر أربعا (متفق عليه)
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan: “Sesungguhnya Nabi dan para sahabatnya keluar ke musholla untuk menyalati Raja Najasyi (ghoib), Beliau menata barisan Sahabatnya dan melakukan takbir empat kali”. (HR. Bukhori-Muslim)
Mengulangi shalat jenazah
Imam Hananfi dan imam Maliki berpendapat bahwa mengulangi shalat jenazah hukumnya di perinici;
- Makruh, apabila shalat jenazah yang pertama dilakukan secara berjamaah;
- Sunah, apabila shalat jenazah yang pertama dilakukan sendiri (tidak berjamaah).
Menyalati orang kafir (non muslim)
Semua ulama sepakat bahwa menyalati jenazahnya orang kafir hukumnya haram dan tidak sah, karena berdasarkan firman Allah surat At Taubah : 84 :
وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (التوبة : 84)
Artinya: “Janganlah kamu menyalati (jenazah) seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS. At Taubah : 84)
Dan firman Allah surat At Taubah : 113 :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى (التوبة : 113)
Artinya: "Tidak sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik (kafir) meski ada hubungan kerabat”. (QS. At Taubah : 113)
Memindahkan jenazah dari daerah tempat meninggal
Versi imam Hanafi
Diperbolehkan memindahkan jenazah dari daerah tempat meninggalnya dengan dua syarat :
- Sebelum dikubur, atau setelah dikubur tapi di tanah milik orang lain dan pemilik tanah meminta supaya mayatnya diambil;
- Jenazahnya belum berubah, seperti bau busuk.
Diperbolehkan memindahkan jenazah dari daerah tempat meninggalnya (sebelum dikubur atau setelahnya) dengan tiga syarat :
- Jenazah belum rontok dan proses pemindahan tidak mengakibatkan rontoknya sebagian angotanya;
- Tidak merusak kehormatan jenazah, seperti dipindah dengan cara yang tidak manusiawi;
- Memindahannya karena unsur maslahah (kebaikan), seperti longsornya tanah atau dikumpulkan dengan makam keluarganya.
Memindah jenazah dari daerah tempat ia meninggal hukumnya sebagai berikut :
1. Sebelum dikubur : haram, meskipun tidak berubah seperti bau (kecuali bau yang sudah menjadi watak mayat tersebut dan tidak berubah dari bau tersebut), sudah dimandikan, dikafani, dan dishalati.
2. Setelah dikubur : haram, kecuali dlarurat, seperti dikubur di tanah milik orang lain yang tidak diizini pemiliknya.
Versi imam Hambali
Memindahkan jenazah dari daerah tempat ia meninggal hukumnya boleh secara mutlak (sebelum atau sesudah dikubur) dengan syarat:
- Dipindahkan karena ada maslahah (tujuan baik), seperti dipindahkan daerah pekuburan orang-orang Shaleh;
- Belum berubah, seperti bau busuk.
Dikubur adalah salahsatu hak jenazah yang wajib dipenuhi. Dalil pijakan wajib menguburkan jenazah adalah firman Allah surat ‘Abasa : 21 :
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ (عبس : 21)
Artinya: “Kemudian Allah mematikannya dan memasukannya ke dalam kubur”. (QS. ‘Abasa : 21)
Batas minimal mengubur jenazah dianggap cukup yaitu lubang yang bisa menjaga baunya mayat dan menjaga dari gangguan binatang buas yang berusaha menggalinya.
Kriteria mengubur jenazah
Versi imam Hanafi, Syafi’i dan Hambali
1. Jenazah dihadapkan kearah kiblat, alasannya karena disamakan dengan orang yang sedang shalat. Disunahkan meletakkan kepala jenazah di sebelah utara dengan posisi miring kekanan, dan makruh meletakkan kepala jenazah di sebelah selatan, meskipun miring kekiri. Dalil pijakan pernyataan ini adalah hadits yang berbunyi :
روى عن علي رضى الله عنه قال مات رجل من بنى عبد المطلّب فقال صلى الله عليه وسلم يا علي استقبل به القبلة استقبالا (رواه......)
Artinya: Diriwayatkan dari sayyidina Ali Bin Abi Tholib, Ia berkata: “Seseorang dari keturunan Abdul Mutollib meninggal dunia, dan Nabi perintah terhadap Ali: “Hadapkanlah jenazah tersebut kearah kiblat” (HR.…..)
2. Menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah. Pijakan tata cara ini berdasarkan riwayat bahwa ketika Nabi dikubur dan setelah di hadapkan kearah kiblat, lubang tempat jenazah Beliau ditutup dengan batu bata.
Versi imam Maliki
1. Hukum menghadapkan jenazah ke arah kiblat adalah sunah, karena berdasarkan firman Allah srat Al Mursalaat : 25 :
قال الله تعالى ألم نجعل الأرض كفاتا أحياء وأمواتا (المرسلات: 25 )
Artinya: Allah berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah menjadikan bumi (tempat) berkumpul, bagi orang yang masih hidup dan yang sudah mati”. (Q.S Al Mursalaat : 25)
Didalam ayat tersebut, Allah tidak menyatakan secara jelas kewajiban menghadapkan jenazah kearah kiblat.
2. Wajib menutup jenazah dengan semisal papan atau lainnya supaya jenazah tidak tersentuh galian tanah yang digunakan untuk memenuhi liang kuburan, dan untuk memuliakan jenazah.
Mengubur lebih dari satu orang dalam satu liang
Versi Imam Hanafi
Mengubur jenazah lebih dari satu orang dalam satu liang kubur hukumnya makruh, kecuali ada hajat (keperluan).
Versi Imam Maliki, Syafi’i, Hambali
Mengubur jenazah lebih dari satu orang dalam satu liang kubur hukumnya haram, kecuali dalam situasi dlarurat (terpaksa), seperti
banyaknya orang yang meninggal.
Membangun kuburan
Hukum membangun kuburan diperinci:
1. Haram : Apabila di kuburan umum (yaitu kuburan yang disediakan untuk tempat pemakaman masyarakat umum, baik bumi wakaf atau bukan). Motifasi keharaman tersebut karena kuburan yang dibangun akan menghalangi orang lain untuk dapat memanfaatkan kuburan tersebut setelah rusak (lebur)nya mayat.
2. Makruh : Apabila membangun kuburan di tanah milik sendiri, dengan syarat membangunnya tidak ada tujuan membanggakan kuburan, jika ada tujuan demikian hukumnya haram.
3. Jawaz : Apabila yang dibangun adalah kuburannya Nabi, wali atau ulama, alasannya karena untuk tetap diziarohi.
Menggali kuburan
Menggali kuburan hukumnya haram jika dilakukan setelah sempurnanya prosesi penguburan dan mayatnya belum rusak (lebur), meskipun hanya tinggal semisal tulang, kecuali dalam keadaan dlarurat, seperti banyaknya orang yang mati dan sempitnya kuburan, maka diperbolehkan untuk mengali kuburan.
Hal-hal yang memperbolehkan untuk menggali kuburan
1. Dikubur ditanah atau pekarangan milik orang lain tanpa adanya izin dari pihak yang bersangkutan;
2. Dikafani dengan kafan milik orang lain tanpa ada izin dari pemiliknya;
3. Ada harta yang ikut terkubur bersama jenazah, baik sedikit ataupun banyak;
4. Dikubur dalam keadaan tidak menghadap kiblat, sementara mayatnya belum rusak, kecuali kita mengikuti pendapat imam Maliki yang menyatakan tidak wajib menghadapkan jenazah kearah kiblat.
Menyediakan makanan dan minuman kepada orang yang ta’ziyah (menghadiri rumah duka)
Asal hukum sodaqoh adalah sunah, namun hukum sunah tersebut dapat berubah manjadi makruh, wajib atau bahkan haram, sesuai dengan kondisi orang yang bersodaqoh. Sedangkan sodaqoh (menyediakan) makanan atau minuman untuk orang yang ta’ziyah hukumnya diperinci:
1. Haram : Apabila ahli waris (keluarga almarhum) ada yang berstatus mahjur ‘alaih, contohnya anak yang belum baligh.
2. Makruh : Apabila semua ahli waris (keluarga almarhum) bukan mahjur ‘alaih.
Meskipun hukum menyediakan makanan dan minuman kepada orang yang ta’ziyah adalah haram dan makruh, tapi tetap tidak menghilangkan pahalanya sodaqoh, bahkan walaupun hukumnya haram harus tetap dilakukan, kalau ada tujuan tertentu, seperti menghindari omongan (fitnah) orang lain.
Setelah selesai megubur jenazah, dianjurkan mendo’akan jenazah dengan do’a-do’a yang bermanfaat bagi arwahnya. Tendensi anjuran ini adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud :
روى عن عثمان رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا دفن ميتا وقف عند قبره وقال استغفروا لأخيكم واسألوا الله التثبيت فإنه الآن يسأل (رواه أبو داود)
Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Utsman, Ia berkata : "Sesungguhnya ketika Nabi selasai mengubur jenazah, Beliau berdiri di dekat kuburan, kemudian bersabda : “ Mintalah kalian ampunan pada Allah untuk saudaramu agar diberi ketetapan (iman), karena sekarang Ia sedang ditanyai (malaikat Munkar-Nakir)”. (HR. Imam Abu Daud)
Talqin mayit
Ulama sangat menganjurkan untuk dilakukannya talqin mayit, pijakan mereka adalah hadits Nabi yang diriwayatkan imam Tobroni :
عن إبن أمامة أن النبى صلى الله عليه وسلم قال إذا مات أحدكم فسوّيتم عليه التراب فليقم أحدكم عند رأس قبره فيقول اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله الا الله وأن محمّدا عبده ورسوله وانك رضيت بالله ربّا وبالإسلام دينا وبمحمّد نبيّا وبالقرآن إماما فإن منكرا ونكيرا يتأخّر كل واحد منهما فيقول انطلق فما يقعدنا عند هذا وقد لقن حجته ويكون عند الله حجيجه دونهما (رواه الطبرانى)
Artinya: Nabi bersabda : "Apabila salah satu dari kalian meninggal dunia, maka setelah menguburnya, hendaknya ada yang berdiri lurus dengan kepala kuburan (mayat) dan mengucapkan : “Ingatlah, ketika kamu keluar dari dunia, yaitu bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo bahwa Allah adalah tuhanmu, Islam agamamu, Muhammad Nabimu dan Al Qur’an tuntunanmu, maka sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir saling menjauh, kemudian dia berkata (kepada temannya) : “Pergilah, jangan berlama-lama kita didekat orang ini, sesungguhnya dia telah diajari jawabannya”, dan jawaban yang diterima di sisi Allah adalah jawaban orang tersebut, bukan laporan dua malaikat tadi”. (HR. Thobroni)
Ziarah kubur
Semua ulama Madzahib Al Arba’ah menyepakati kesunahan ziaroh kubur, namun ada sedikit perbedaan dalam menentukan waktu yang utama untuk melaksanakan ziarah.
Hari yang utama untuk melakukan ziarah kubur :
~ Imam Hanafi dan imam Maliki : Hari Kamis, Jum’at dan Sabtu;
~ Imam Syafi’i : Mulai Asarnya hari Kamis sampai keluarnya matahari pada hari Sabtu;
~ Imam Hambali : Tidak ada hari tertentu yang lebih utama untuk melakukan ziarah kubur.
Tendensi kesunahan melakukan ziaroh kubur adalah hadits Nabi yang diriwayatkan imam Muslim :
إن النبى صلى الله عليه وسلم قال كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزورها فانها تذكّركم الموت (رواه مسلم)
Artinya: Nabi bersabda : “Saya (dahulu) melarang kalian semua untuk ziaroh kubur, maka sekarang berziarah kuburlah kalian, karena sesungguhnya ziaroh kubur dapat mengingatkan kalian pada kematian”. (HR. Muslim)
Membaca tahlil, Al Qur’an dan bersodaqoh untuk mayat
Pahala dari membaca tahlil, Al Qur’an dan bersodaqoh bisa sampai pada mayit. Referensi pernyataan ini adalah firman Allah surat Al Hasyr : 10 :
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ (الحشر : 10)
Artinya: Dan orang-orang yang datang setelah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a "Wahai tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami”. (QS. Al Hasyr : 10)
Dan hadits yang diriwayatkan sahabat Sa’ad Bin ‘Ubadah :
وقال سعد بن عبادة للنبي صلى الله عليه وسلم أينفع أمّى إذا تصدّقت عنها قال نعم (البخاري ومسلم ) .متفق عليه.
Artinya: Sa’ad bin 'Ubadah bertanya kepada Nabi: “Apakah dapat bermanfaat bagi ibu saya, apabila saya bersodaqoh atas nama ibu?”, Nabi menjawab: “Ya, dapat bermanfaat bagi ibumu”. (HR. Bukhori-Muslim)
Tata cara ziaroh kubur, membaca Al Qur’an atau tahlil dan sodaqoh untuk mayat :
@ Masuk pada areal pekuburan dengan mengucapkan salam kepada ahli kubur setempat (orang-orang yang di kubur di areal tersebut) dengan mengucapkan semisal lafadz :
السّلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون.
Artinya: “Semoga keselamatan selalu menyertai kalian semua, wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya jika Allah menghendaki, saya juga akan menyusul seperti kalian”.
@ Kemudian duduk disebelah barat makam yang dituju dengan posisi menghadap kearah timur, lalu membaca tahlil, Al Qur’an atau yang lainnya.
Beberapa persyaratan supaya pahala dari bacaan semisal tahlil atau Al Qur’an dapat sampai terhadap mayat :
~ Pahala dari tahlil atau Al Qur’an yang dibaca di selain tempat kuburannya orang yang kita ziarahi itu dapat sampai terhadap mayat jika setelah membaca, memanjatkan do’a agar pahala dari bacaan tadi sampai kepada mayat, seperti menggunakan lafadz :
اللّهم أوصل ثواب ما قرأناه .....الخ
Artinya: “Wahai tuhanku, sampaikanlah pahala dari apa yang saya baca kepada …..”(dan seterusnya).
~ Membaca tahlil atau Al Qur’an di atas kuburan orang yang kita ziarahi, walaupun tidak ada do’a seperti di atas;
~ Mengkonsentrasikan pikiran sebelum membaca tahlil atau Al Qur’an dengan menyengaja membaca tahlil atau Al Qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada mayat.
supaya pahala sodaqoh dapat sampai pada mayit, maka harus ada tujuan memenghadiahkan pahalanya kepada mayat.
Tawassul dengan orang-orang shaleh atau wali-wali Allah
Islam memperbolehkan bahkan menganjurkan tawassul (membuat perantara) dengan orang-orang shaleh dan para wali Allah, baik ketika mereka masih hidup atau telah meninggal. Maksud tawassul adalah meminta sesuatu kepada Allah dengan menjadikan semisal wali sebagai perantara untuk memintakan kebutuhan tersebut terhadap-Nya, tawassul bukan berarti meminta kepada orang yang ditawassuli (orang yang dijadikan perantara).