Ziarah Kubur
A. Pengertian
Secara bahasa ziarah artinya berkunjung. Secara istilah adalah mengunjungi makam orang yang sudah meninggal untuk mendo’akannya, bertabaruk, I’tibar ataupun mengingat untuk mengingat. Hari akhirat.
Ziarah kubur ialah berkunjung ke makam/pesarean orang Islam yang sudah wafat, baik orang muslim biasa, orang shalih, ulama, wali atau Nabi.
Amalan-amalan yang telah dilakukan saat ziarah berbeda-beda yang umum dilakukan yaitu membaca Al-Qur’an, tahlil, solawat dan berdo’a kepada Alloh semata.
A. Pengertian
Secara bahasa ziarah artinya berkunjung. Secara istilah adalah mengunjungi makam orang yang sudah meninggal untuk mendo’akannya, bertabaruk, I’tibar ataupun mengingat untuk mengingat. Hari akhirat.
Ziarah kubur ialah berkunjung ke makam/pesarean orang Islam yang sudah wafat, baik orang muslim biasa, orang shalih, ulama, wali atau Nabi.
Amalan-amalan yang telah dilakukan saat ziarah berbeda-beda yang umum dilakukan yaitu membaca Al-Qur’an, tahlil, solawat dan berdo’a kepada Alloh semata.
B. Dalil-dalil ziarah kubur
Diantara dalil-dalil Sya’i tentang disunahkannya ziarah adalah sebagaimana hadist-hadist berikut.
عَنْ بَرِيْدَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِىْ زِيَارَةِ قَبْرِ اُمَّةِ فَزُوْرُوْهَا فَاِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةِ.(رواه الترمذي.٩٧٠)
“Dari Buraidah, ia berkata Rosululloh SAW bersabda “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad teah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat.
"Dari Ibnu Masud ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Aku dulu telah melarang kamu berziarah kubur maka (sekarang) berziarahlah (ke kubur). Karena ziarah kubur itu dapat menjauhkan keduniaan dan dapat pula mengingatkan alam akhirat". (HR. Ibnu Majah)
Disebut dalam kitab Kasyf As-Syubuhat, hlm 39 :
عَنْ هِشَامِ بْنِ سَاِلمِ قَالَ: عَاشَتْ فَاطِمَةَ بَعْدَ اَبِيْهَا خَمْسَةَ وَسَبْعِيْنَ يَوْمًا لمَ ْتُرَى-كََاشِرَةٌ وَلَا صَاحِكَةٌ تَأْتِى قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ فِىْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّتَيْنِ اْلاِثْنَيْنِ وَاْلخَمِيْسِ فَتَقُوْلُوْهَا هُنَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ.
Hadist dari Hisyam bin Salim:setelah 75 hari ayahnya ( Nabi Muhammad ) meninggal, Fathimah tidak lagi murung,ia selalu ziarah ke makam para Syuhada dua hari dalam seminggu, yakni setiap Senin dan Kamis, sambil berucap: disini makam Rosululloh.
Dalam Kasyf as-Syubuhat, hlm 39 disebutkan dalam hadist sebagai berikut :
وَرَوَى اَيْضًا الِتْرِمذِي وَالْحَاكِمُ فِي نَوَادِرِ اْلاُصُوْلِ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اْلغَفُوْرُِ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ عَنْ اَبِيْهِ مِنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعَرَّضَ عَلَى اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى اْلاَبَاءِ وَاْلاُمَّهَاتِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَيَفْرَحُوْنَ بِحَسَانَتِهِمْ وَتُزْدَادُ وُجُوْهُهُمْ بَيَاضًا وَاَشْرَافًا.
Sebuah hadist yang diriwayatkan Tirmidzi dan Hakim dalam kitab Nawadir al-Ushul, hadist dari Abdul Ghafur bin Abdul Aziz, dari ayahnya, dari kakaknya, dia mengatakan bahwa Rosululloh bersabda: Bahwa amal manusia itu dilaporkan kepada Alloh setiap hari Senin dan Kamis, lalu diberitahukan kepada para Nabi, kepada bapak-bapak, ibu-ibu mereka yang lebih dulu meninggal pada hari Jum’at. Mereka gembira bila melihat amal-amal baiknya, sehingga tampak wajahnya bersinar putih berseri.
Dalam kitab Kasyf as-Syubuhat as-Syaikh Mahmud Hasan Rabi hlm. 129 diterangkan tentang ziarah dan amalan-amalannya:
(قَالَ النَّوَاوِيُّ) فِىْ شَرْحِ اْلمُهَذَّبِى يُسْتَحَبُّ يَعْنِى لِزَائِرِ اْلاَمْوَاتِ اَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عُْبَاهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّفِعِيُّ وَالتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَاب
Dalam Syarh al-Muhadzdzab imam an-Nawawi berkata adalah disunahkan bagi seorang yang berziarah kepada orang mati agar membaca alat-alat Al’quran sekadarnya dan berdo’a untuknya. Keterangan ini diambil dari teks imam Syafi’I dan disepakati oleh para ulama yang lainnya.
Dalam kitab Nahjal al-Balaghah, hlm. 394-396 disebutkan sebuah hadist Nabi :
وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ قُبُوْرَ شُهَدَاءِ أُحُدٍ وَقُبُوْرَ اَهْلِ اْلبَقِيْعِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَيَدْعُوْ لَهُمْ بِمَا تَقَدَّمَ ( رواه مسلم واحمد وابن ماجه.)
Rosululloh berziarah ke makam Syuhada ( orang-orang mati sahid ) dalam perang uhud dan makam keluarga Baqi’ dia mengucapkan salam dan mendo’akan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan (HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
Disebutkan dalam kitab I’anat at-Thalibin juz II hlm.142:
فَقَدْ رَوَى اْلحَاكِمُ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ زَارَ قَبْرَ اَبَوَيْهِ اوَ ْاَحَدَهُمَا فِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً غَفَّرَ اللهُ لَهُ وَكَانَ بَارًّا بِوَالِدَيْهِ.
Hadist riwayat hakim dari Abu Hurairah Rosululloh bersabda: Siapa ziarah kemakam orang tuanya setiap hari Jum’at, Alloh pasti akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatatnya sebagai bukti baktinya kepada orang tua.
Kemudian kaitannya dengan hadist Nabi SAW yang secara tegas menyatakan perempuan berziarah kubur:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ اْلقُبُوْرِ (رواه احمد ٨٠٩٥ )
“Dari Abu Hurairah R.A bahwa sesungguhnya Rosululloh SAW melaknat wanita yang berziarah kubur.” (HR. Ahmad :8095 )
Menyikapi hadist ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik bagi laki-laki dan perempuan. Imam al-Tirmidzi menyebutkan dalam kitab as-Sunan: Sebagian ahli ilmu mengaatakan bahwa hadist itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rosulullos SAW membolehkannya laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu.” ( Sunan at-Thirmidzi :979 )
Ketika berziarah seseorang dianjurkan membaca al’quran atau lainnya,sebagaimana sabda Rosululloh SAW:
عَنْ مُعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْرَؤُوْ عَلَى مَوْتَاكُمْ “يس” (رواه ابو داود، ٢٧١٤)
Dari Ma’qilbin Yasar R.A berkata, Rosululloh SAW bersabda; Bacalah surat Yasin pada orang-orang mati diantara kamu,. “ (HR. Abu Dawud :2714 )
Dalil-dalil ini membuktikan bahwa ziarah kubur itu memang dianjurkan. Terlebih jika yang diziarahi itu adalah makam para wali dan orang saleh. Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab berziarah.ke makam para wali adalah ibadah yamg disunahkan. Demikian pula dengan perjalanan kemakam mereka.” (Al-Fatawi al-Kubra, juz II hlm. 24)
Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh telah menjadi tradisi para ulama salaf. Diantaranya adalah Imam al-Syafi’I R.A jika ada hajat, setiap hari beliau berziarah ke makam Imam Abu Hanifah. Seperftipengakuan beliau dalam rfiwayat yang shahih.
Dari Ali bin Maimun berkata” Aku mendengar imam al Syafi’i berkata” Aku selalu bertabaruk dengan Abu Hanifah dan berziarah mendatangi makamnya setiap hari. Apabila aku memiliki hajat, maka aku slat dua rakaat, lalu mendatangi makam beliau,dan aku mohon hajat itu kepada Alloh SWT disisi makamnya, sehingga tidak lama kemudian hajatku terkabul.” ( Tarikh Baghdad,juz 1, hal. 123)
Hadits Rasulullah SAW bersabda :
نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها ( أخرجه الامام مسلم في صحيحه 46-7
Artinya : “ Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur sekarang ziarahlah kalian semua” ( HR: Imam Muslim ).
Dan disebutkan didalam riwayat Imam Ibnu Majah, Rasul SAW bersabda :
كنت قد نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنّها تزهد في الدّنيا وتذكركم الأخرة.
(أخرجه ابن ماجة 1-501
Artinya : “Dahulu aku melarang ziarah kubur, sekarang ziarahlah kalian semua karena sesungguhnya ziarah itu membuat kalian tidak tamak kepada dunia dan mengingatkanmu akan akhirat. (HR Ibnu Majah)
Dari hadits-hadits ini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah , dan juga para ulama’ pun ikut memberikan pendapat demikian sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu Qodamah didalam kitab Mughni Imam Ahmad bin Hanbal beliau ditanya tentang ziarah kubur apakah lebih afdol ziarah kubur atau meninggalkannya ? maka beliaupun menjawab : “ ziarah kubur lebih afdol “.
Doktor Said Muhammad Romadhon Al-Buthi semoga Allah menjaganya berkata : “sekarang ini banyak dari manusia yang mengingkari pembacaan Al-Qur’an yang pahalanya ditujukan pada orang-orang meninggal dan menganggap remeh ziarah pada orang yang telah meninggal mungkin mereka yang mengatakan seperti itu mengingkari perintah Rasulullah SAW.”
Terlebih lagi dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berziarah kepada makam Nabi Muhammad SAW karena perbuatan itu termasuk paling agungnya hal yang baik, paling mudahnya jalan untuk menuju ke derajat yang tinggi, berkata Syeikh Yusuf : “Barang siapa yang berkeyakinan tidak seperti hal ini maka dia benar-benar telah berpaling dari Allah SWT, Rasul-NYA dan kelompok ulama’ yang telah dipanuti.”
Berkata Al-Qodhiy I’yad Rakhimahullah : “Ziarah ke makam Rasul SAW itu merupakan ajaran dari ajarannya kaum muslimin yang sudah disepakati dan fadhilahnya sangatlah banyak.” Termasuk dari sunnah muakkadah menuju Madinah Almunawwarah untuk berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW dan juga ke taman dari taman surga, Nabi Muhammad SAW bersabda :
ما بين قبري ومنبري روضة من رياض الجنّة ومنبري على حوضي ( أخرجه البخاري 1196 & مسلم 3357
Artinya : “ Antara makamku dan mimbarku adalah taman dari taman surga dan mimbarku di atas telagaku.” ( HR imam Bukhori & imam Muslim )
Baginda Nabi Muhammad SAW pun bersabda :
من زار قبري وجبت له شفاعتي ( أخرجه الدار القطني 2-278
Artinya : “ Barang siapa ziarah makamku maka wajib baginya mendapat syafaatku.”
Di dalam hadits yang lain, kitab Jami’us Saghir, al-Imam Suyuthi meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda :
من زارني بالمدينة محتسبا كنت له شهيدا وشفيعا يوم القيامة ( ذكره السيوطي في الجامع الصغير 8716 ورمز لحسنه
وروي : من حجّ البيت ولم يزرني فقد جفاني
Artinya : “Barang siapa yang berziarah kepadaku di Madinah ikhlas maka aku menjadi saksi dan pemberi syafa’at kelak hari kiamat.” Diriwayatkan pula : “ Barang siapa yang berangkat ibadah haji dan tidak berziarah padaku maka dia benar-benar telah menjadikanku bangkai.”
Dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW setelah beliau meninggal seperti ziarah kepada beliau ketika beliau hidup, hal ini berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad SAW :
من حجّ فزار قبري بعد وفاتي فكأنما زارني في حياتي ) أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “Barang siapa yang melakukan ibadah haji kemudian dia berziarah ke makamku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah padaku ketika aku hidup.” (HR Darul Quthni)
Di dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda :
من زارني بعد مماتي فكأنما زارني في حياتي ومن مات في أحد الحرمين بعث من الأمنين يوم القيامة
(أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “ Barang siapa yang berziarah padaku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah kepadaku ketika aku hidup dan barang siapa yang meninggal di salah satu dari 2 tanah haram ( haram Mekkah & haram Madinah ) maka dia dibangkitkan di hari kiamat dan tergolong orang-orang yang aman.”
Adapun amal dari para sahabat di dalam berziarah diriwayatkan Sayidina Umar bin Khottob.ra ketika keluar ke masjid Nabawy dan mendapati kemudian beliau mendapati Sayidina Sahabat Mua’dz disisi makam Rasulullah SAW dan Sayidina Mua’dz.ra menangis….
Dan diriwayatkan di dalam kitab musnad Al-Firdaus, Rasulullah SAW bersabda :
” من حجّ إلى مكّة ثمّ قصدني في مسجدي كتبت له حجّتان مبرورتان “
Artinya : “Barang siapa yang hajji ke kota Makkah kemudian dia bermaksud menuju masjid ku, maka dia dicatat sebagai orang yang melakukan 2 ibadah haji yang di terima oleh Allah SWT.”
Dari hadits-hadits Nabawiyyah & perkataan ulama’ yang telah kita baca maka ziarah kubur hukumnya adalah sunnah dan sangat dianjurkan oleh syariat akan tetapi bagi kaum hawa diperbolehkan untuk berziarah dengan syarat aman dari fitnah yang bisa mengundang adanya kemaksiatan dari segi berpakaian dsb dan ditambah bagi yang sudah bersuami harus mendapat izin suaminya terlebih dahulu.
Di dalam Islam, ziarah kubur merupakan bagian dari kegiatan keagamaan. Ziarah kubur, terutama ke makam para Nabi dan orang-orang saleh memiliki banyak keutamaan dan juga membawa pengaruh yang baik bagi ruhani para peziarah.
Melihat kompleks pemakaman yang sunyi senyap, gundukan tanah di atasnya dan batu nisan yang tersusun rapi, akan membuat hati yang keras menjadi lembut dan tergerak untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Demikian itulah memang salah satu tujuan dan hikmah ziarah kubur yang disyariatkan oleh Islam. Imam Qurthubi.rhm (Abu 'Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi) seorang mufassir (ahli Tafsir) besar, di dalam tafsirnya Al Jami’ Li Ahkamil Quran, juz.20, Darul Ihyait Turatsil 'Arabi, hal 171. menyebutkan:
Para ulama menyebutkan bahwa barang siapa ingin mengobati penyakit hatinya dan menundukkan nafsunya dengan belenggu ketaatan kepada Allah, maka hendaknya dia banyak mengingat kematian —yang dapat menghancurkan aneka kenikmatan, menceraiberaikan berbagai perkumpulan dan membuat anak lelaki maupun wanita menjadi yatim menyaksikan orang-orang yang akan meninggal dunia (sekarat) dan menziarahi kubur kaum Muslimin.
Tarikh Baghdad, Karya al Imam al Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Ali; yang lebih dikenal dengan al Khathib al Baghdadi (w 463 H) menerangkan bahwa Imam Syafi’i pun berziarah ke Makam Imam Abu Hanifah, bahkan bertawassul kepadanya.
— dengan sanadnya —- berkata: Aku mendengar Imam asy Syafi’i berkata: Sesungguhnya saya benar-benar melakukan tabarruk (mencari berkah) kepada Imam Abu Hanifah, aku mendatangi makamnya setiap hari untuk ziarah, jika ada suatu masalah yang menimpaku maka aku shalat dua raka’at dan aku mendatangi makam Imam Abu Hanifah, aku meminta kepada Allah agar terselesaikan urusanku di samping makam beliau, hingga tidak jauh setelah itu maka keinginanku telah dikabulkan”.
Disebutkan bahwa di sana (komplek makam Imam Abu Hanifah) terdapat makam salah seorang anak Sahabat Ali bin Abi Thalib, dan banyak orang menziarahinya untuk mendapatkan berkah di sana.
Imam Ibrahim al Harbi berkata: “Makam Imam Ma’ruf al Karkhi adalah obat yang mujarab”.
Dalam beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa di komplek pemakaman tempat Imam Abu Hanifah dikuburkan (Kufah) terdapat salah salah seorang anak cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib yang sering dijadikan tempat ziarah dan mencari berkah oleh orang-orang Islam.
Sayidina Al-Imam Quthbil Kabir Sayid Ali bin Abu Bakar as-Sakran.rhm didalam kitab Ma’arijul Hidayah, hal 37-38 menjelaskan tentang cara berziarah para Wali Allah dan manfaatnya ;
Imam Nawawi.rhm berkata, "Kita dianjurkan untuk banyak membaca ayat-ayat Al-Quran, dzikir dan doa bagi orang-orang yang berada di kubur tersebut dan bagi semua muslim yang telah meninggal dunia. Kita juga dianjurkan untuk sering berziarah dan berhenti di kubur orang-orang yang saleh dan mulia."
Imam Fakhrur Rozi rhm—Setelah berbicara tentang cara memperoleh manfaat dari ziarah kubur berdasarkan dalil-dalil aqli—berkata, "Sesungguhnya ketika seseorang pergi ke kubur manusia yang kuat (imannya) dan sempurna hatinya, serta berdiri sejenak di depan makamnya, maka dia akan memperoleh kesan yang membekas dalam dirinya. Peziarah tersebut akan memiliki ikatan dengan yang diziarahi dan sebaliknya.
Pada saat itulah jiwa kedua makhluk itu bertemu. Kedua jiwa itu seperti cermin yang kilap dan saling berhadapan, sehingga sinar cermin yang satu akan diterima dan dipantulkan oleh cermin yang lain.
Semua pengetahuan, ilmu, akhlak mulia, kekhusyukan dan keridhaan peziarah kepada ketentuan Allah akan menjadi cahaya yang memantul dan diterima oleh ruh yang diziarahi. Dan semua ilmu dan perilaku mulia yang diziarahi akan menjadi cahaya yang memantul dan diterima oleh ruh peziarah sebagai sebuah cahaya.
Dengan cara seperti inilah sebuah ziarah dapat memberikan manfaat yang sangat besar dan kesenangan yang luar biasa bagi ruh peziarah dan yang diziarahi.
Dan inilah sebab utama disyariatkannya ziarah. Di samping manfaat di atas, peziarah juga akan mendapatkan berbagai manfaat tersirat lainnya. Dan yang mengetahui berbagai hakikat secara sempurna hanyalah Allah."
Al-Imam Abdullah bin Alwy al-Haddad.rhm didalam kitabnya “Sabilul Adzkar” menyebutkan
Dan di antara yang memberi manfaat Allah dengannya bagi si mati di dalam kuburnya dan yang menolak azab kubur daripada si mati ialah doa, istighfar dan sedekah bagi si mati (yakni atas nama si mati atau buat si mati). Dan perkara ini telah banyak warid datangnya dalam berbagai khabar/hadis dan atsar serta telah dilihat dalam banyak mimpi-mimpi yang baik oleh orang-orang sholih dan baik.
Dalam sebuah hadits dinyatakan:- “Bahawasanya Sa`ad bin ‘Ubaadah r.a. berkata kepada Junjungan Rasulullah s.a.w.: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dalam keadaan mengejut, dan jika sekiranya dia sempat bercakap nescaya dia akan bersedekah (yakni dia akan menyuruh untuk bersedekah), maka adakah bermanfaat baginya jika aku bersedekah bagi pihaknya ?” Junjungan s.a.w. bersabda: “Ya.” Maka Sa`ad pun menggali sebuah telaga dan berkata:- “(Telaga) ini buat ibu Sa`ad (yakni disedekahkan atas nama ibunya).”
Dan telah berkata seseorang kepada Junjungan s.a.w.:- “Wahai RasulAllah, bahawasanya telah meninggal kedua ibubapaku, maka adakah tinggal sesuatu (amalan) yang boleh aku baktikan buat keduanya ?” Junjungan s.a.w. menjawab: ” Empat amalan:- (1) berdoa buat keduanya; (2) istighfar buat keduanya; (3) menunaikan janji yang telah dibuat oleh mereka sewaktu hidup; dan (4) menghubung silatur rahim yang tidak tersambung melainkan dengan perantaraan kedua mereka.”
Dan telah diriwayatkan bahawa Junjungan s.a.w. bersabda:- “Jika sekiranya tidak ada orang hidup nescaya binasalah orang mati,” iaitu jika tidak sampai kepada si mati akan doa, istighfar dan permohonan rahmat daripada orang hidup kepada mereka.
Dan Junjungan s.a.w. bersabda: “Umatku adalah umat yang dirahmati, mereka masuk ke dalam kubur dengan membawa dosa seumpama gunung, tetapi keluar dari kubur dalam keadaan telah diampuni dosa-dosa tersebut dengan sebab istighfar orang-orang yang hidup buat orang-orang yang mati.”
Dan diriwayatkan bahawasanya hadia-hadiah orang-orang hidup kepada orang-orang mati yang berupa sedekah-sedekah, doa-doa dan bacaan-bacaan al-Qur`an datang kepada mereka dibawa oleh para malaikat dalam talam-talam daripada cahaya yang ditudung dengan kain sutera syurga dan para malaikat berkata kepada si mati (yang ditujukan hadiah tersebut): ” Inilah hadiah yang dikirim kepada mu oleh si polan,” maka si penerima tersebut akan berasa gembira dan bersukacita dengan hadiah tersebut.
Guru kita yang mulia al-Walid Abah, al-Arifbillah Mawlana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Ba’alawy, Ra’is Am (Ketua Umum) Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah, dari berbagai penjelasan beliau yang di muat dalam majalah al-Kisah pada rubrik konsultasi spiritual menjelaskan ;
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Doa para alim ulama dalam ziarah kubur pasti ada dasar-dasarnya. Ketakutan seorang ulama itu kepada Allah (Swt) sangat tinggi. Jadi mereka tidak mau berbuat sesuatu yang mengada-ada, yang tidak ada dasarnya, yang mengundang pertanggungjawaban di hari Kemudian.
Contoh, mengambil sepotong ayat,
tA$s%ur N6/u‘ ’TqãŠ$# =ftG™r& 3s9 b) šúï$# tbrŽ93tG¡o„ `tã ’AyŠ$t6ã tbq=z‰u‹y™ tLèygy_ šúïz#yŠ ÇÏÉÈ
60. dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
(QS AI-Mukmin: 60).
Lalu bab perintah ziarah kubur dalam Hadist, "Dahulu aku melarang kamu ziarah kubur, sekarang berziarahlah." Namun banyak orang yang mamotong Hadist ini, dan tidak dilanjutkan, jadi bunyinya hanya, "Aku telah melarang kamu berziarah kubur." Kalau tidak dilanjutkan, akan mengundang pertanyaan. Karena, dalam uslub (tata Bahasa) dalam kalimat yang didahului dengan kata kerja madhi' (past tense, kata kerja lampau), kalau kata kerja lampau itu diucapkan, selalu mengundang pertanyaan: Lalu sekarang bagaimana?
"Dulu aku melarang kamu berziarah kubur", mestinya orang bertanya, sekarang bagaimana. Di sini, Hadist itu diianjutkan oleh Rasulullah, "sekarang berziarahlah."
Tujuan orang berziarah, pertama, mengingatkan kembali kepada kita bahwa setiap manusia akan kembali kepada Allah. Kedua, mengingatkan kita, apa yang harus kita bawa (bekal) ketika keluar dari dunia yang fana ini. Ketiga, dzikr al-maut bertujuan untuk membangkitkan amal saleh, bukan untuk memupuk rasa takut mati, tapi takut kalau mati dalam keadaan yang buruk.
Berziarah kubur akan mendorong kita mengubah sikap serta amal yang tidak baik. Adapun doa-doa ziarah kubur, karena ada perintah dari Allah "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan", sangat luas. Kita bisa minta kepada Allah dengan perantaraan bacaan surah Al-Fatihah. Atau dengan lantaran bacaan Al-Qur'an yang lain. Dan pahala bacaan. Al-Qur'an itu kita hadiahkan kepada para ulama yang kita cintai.
Siapakah yang mengatakan doa seperti ini tidak sampai kepada Allah (Swt)? Kita tidak bisa mengklaim suatu doa itu sampai atau tidak kepada Allah, yang bisa mengetahui hanya Allah.
Apalagi tentang mendoakan orang lain, shalat lima waktu kita saja kita tidak tahu, apakah diterima Allah atau tidak. Itu hak Allah SWT. Jadi, perlu diingat, tidak ada satu tindakan pun yang dilakukan para wali maupun ulama yang saleh akan menyimpang dari keteladan Nabi dan para sahabat.
Bacaan,"Salamullah ya sadah" merupakan bagian dari ajaran Rasulullah (saw). Rasulullah kalau berziarah kubur mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum, ya ahlul kubur, wal mukminin wal mukminat." Ada lagi Hadist, "Ya daril kaumul mukminin". Artinya, kalau Rasulullah memberikan salam kepada ahli kubur, berarti ahli kubur itu mendengar apa yang diucapkan Rasulullah. Bahkan telapak sandalnya saja mereka mendengar. Para ahli kubur mendengar setiap telapak kaki yang masuk ke kuburan. Apalagi orang membaca doa. Apalagi orang membaca AI-Qur'an. Apalagi orang membaca tahlil. Dari situlah, ungkapan "Assalamu'alaikum, ya darul mukminin" di dalamnya diteruskan oleh para alim ulama, "Salamullah, ya sadah minar-rahman yaghsyakum, ibadallah ji'nakum, qashadnakum thalabnakum". Itulah di antaranya luasnya doa ziarah kubur yang artinya, Semoga Allah memberikan keselamatan, wahai orang yang mulia, (keselamatan) dari Yang Maha Pengasih. Itu semua merupakan doa, permintaan kepada Allah Ta’ala, untuk siapa yang diziarahi, yaitu orang-orang yang dekat kepada Allah SWT.
Seperti kita mengucapkan kalimat "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyyu warrahmatullahi wabaraktuh, assalamu'alaina wa'ala ‘ibadillahish-shalihin”.
"Assalamu'alaina" di sini memiliki arti yang luas. Sebab di sini lafalnya jamak. Namun secara terperinci sudah merangkum semuanya, dan diucapkan lagi oleh Baginda Nabi, karena cintanya Rasulullah kepada para salihin. Sedang di dalam kalimat tersebut, para salihin sudah termasuk di dalamnya. Seperti ketika shalat, kita senantiasa mengucapkan "Ihdinash-shirathal mustaqim, atau "tunjukkanlah kami jalan yang lurus." Di sini lafal tersebut menggunakan kata "kami", bukan "saya", untuk menunjukkan bahwa subjeknya umat Islam secara umum.
Perlu diketahui, barakah itu mutlak milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ngalap berkah kepada orang-orang yang dekat kepada Allah (Swt), maksudnya ngalap berkah kepada orang-orang yang telah mendapatkan barakah dari Allah, sehingga hidupnya bermanfaat, banyak amalnya. Karena itulah, selain hidupnya barakah, ilmu yang diajarkan juga membawa barakah. Terbukti dengan banyaknya murid yang mengikuti jejaknya, dan murid itu pun mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya, dan seterusnya.
Kalau berziarah kepada awliya, para wali, jangan lupa, yang utama adalah belajar mengoreksi diri atau introspeksi diri sendiri. Pertama, kita patut merenung tentang pemilik makam yang kita ziarahi. Meski sudah dikubur, beliau tetap mendapat kehormatan dari keluarga, para murid, serta umat Islam, dikunjungi dan didoakan. Kedua, kita harus ingat, ketika melihat makam tersebut, kita juga sadar bahwa nantinya kita pun akan menemui ajal, sebagaimana pemilik makam tersebut. Jadi, yang terpenting adalah, apakah kita sudah menyiapkan bekal untuk menuju alam akhirat. Dan, apakah bekal kita sudah cukup untuk menghadapi pertanyaan malaikat serta timbangan amal di akhirat nanti.
Ketika di makam itu, bacalah Al-Qur'an, dzikrullah, dan shalawat. Pahala-pahala bacaan itu semoga menjadi penyebab turunnya rahmat dari Allah (Swt). Diharapkan, pahala bacaan itu akan menambah pahala kepada orang yang diziarahi, dan nantinya akan mengalirkan pahala kepada yang menziarahinya. itulah di antaranya hikmah yang dapat kita petik dari ngalap berkah di makam para wali.
Berziarah akan membuat kita sadar betapa kehidupan di dunia ini tidak akan kekal. Semua yang bernyawa pasti akan kembali ke haribaan Allah. Ini yang disebut dzikrul maut, atau mengingat mati yang akan mempertebal iman dan mencegah diri dari maksiat.
Sedang berziarah ke makam awliya' adalah wujud kecintaan kita terhadap orang-orang yang alim, shalih, dan banyak berjasa dalam menegakkan dakwah.
Bagi yang meyakini, boleh-boleh saja berziarah wali dengan hitungan, seperti halnya membaca wirid dengan hitungan tertentu. Tetapi, tidak ada aturan bilangan dalam berziarah.
Lalu mengapa kita sebaiknya memperbanyak berziarah ke makam awliya; bukan makam orang Islam biasa atau masyarakat awam? Yang paling mudah jawabannya adalah agar kita bisa lebih mawas diri dan merasa malu kepada mereka, serta mengamalkan, banyak keteladanan dari mereka.
Betapa tidak Para awliya' (kekasih Allah) yang sudah lama meninggal saja masih sangat dicintai Allah dan hamba-hamba-Nya, terbukti dari masih banyaknya orang yang mau menziarahinya. Bukan hanya itu, keberkahan Allah untuk sang wali juga terlihat dari masih terus mengalirnya keberkahan kepada orang banyak yang tinggal atau berjualan di sekitar komplek pemakaman, misalnya.
Yang juga tak kalah menarik untuk diambil pelajaran adalah aktivitas peziarah. Begitu masuk kompleks makam, mereka langsung duduk dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran, dzikir, tahlil dan doa. Secara tidak langsung mereka yang sudah meninggal saja masih berdakwah atau mengajak banyak orang yang masih hidup untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dari situ kita bisa merenungi diri bagaimana dengan kita? Kita yang masih hidup berdakwah atau mengajak satu-dua orang lain untuk beribadah saja susahnya setengah mati.
Kita juga patut bertanya kepada kita sendiri akan seperti apakah keadaan kita kelak setelah meninggal dunia? Adakah orang yang mau beziarah ke makam kita dan mendoakan kita? Atau, lebih pedih lagi, jangan-jangan karena banyaknya dosa kita, sekedar mengingat nama kita pun orang-orang sudah tak mau lagi.
Sekali lagi, inilah fungsi utama berziarah. Dzikrul maut atau mengingat mati insya Allah akan mempertebal iman kita, serta menambah kecintaan kita kepada Allah, rasul-Nya, dan para awliya' kekasih-Nya. Berziarah kubur waliyullah dengan i'tiqad yang benar juga akan menambah kedalaman pengetahuan agama dan aqidah kita.
Rasulullah (saw) sering berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mutawatir, "Allahuma inni as'aluka bihaqqissa'ilin," atau artinya, “Ya Allah, aku mohon kepadamu dengan haknya orang-orang yang ahli meminta kepadamu. Ini termasuk kalimat tawassul.
Satuan Bahasa "Ihdina" (Tunjukkanlah kepada kami) juga bisa mengandung tawassul, karena kalimat itu tidak menunjukkan satu orang, tetapi juga termasuk orang yang telah mati, orang yang sedang sakit, atau orang yang tengah sekarat. Kalau arti "lhdina" ini diperluas, ia bermakna "agar semua kaum muslimin yang telah meninggal mendapatkan jalan yang lurus (baik), sedang yang masih hidup mendapatkan jalan kebaikan". Dalam kalimat yang didahului “ihdina" juga bisa termasuk kaum muslimin maupun muslimat, mukminin ataupun mukminat.
Pada zaman Nabi Musa, ketika terjadi peperangan, ada pengikut beliau yang bertawassul dengan Tabut (kotak wasiat). Di dalam tabut itu ternyata ada pakaian-pakaian para nabi zaman dahulu. Tabut tersebut bekas kotak penyimpanan barang-barang milik para nabi, seperti tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dan serpihan Taurat yang robek ketika diletakkan oleh Nabi Musa.
Setiap Bani Israel membawa tabut. Bani Isreal selalu memenangkan pertempuran dengan orang-orang yang memeranyi mereka. Inilah yang dipakai bangsa Israel untuk bertawassul.
Tawassul itu menunjukkan kerendahan hati seseorang. Ini dilakukan orang yang banyak amalnya tapi menganggap amalnya di sisi Allah masih kurang dan masih banyak dosanya. Tawassul itu mendidik kita menghilangkan sifat egois. Meski kita banyak amalnya, kita tetap menggandeng orang yang saleh di sisi-Nya. Bukan kita minta kepada orang tersebut, tetapi kita tetap minta kepada Allah dengan ditemani orang saleh itu.
Mari kita kembali kepada ajaran para ulama kita. Mengapa mereka menyandang sebutan "al-mukhlisun", orang-orang yang ikhlas? Mereka mampu mengamalkan perbuatan yang saleh tetapi tidak membanggakan diri bahwa apa yang dilakukan itu adalah perbuatan saleh, sebab apa yang mereka lakukan semata-mata karena anugerah Allah.
Kewajiban lainnya adalah mereka itu "abdullah", hamba Allah, sehingga semata-mata mengabdi kepada-Nya. Dari sinilah kita berangkat belajar ikhlas. Selanjutnya, kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri kita jangan sering kita lalaikan. Kita harus introspeksi atau muhasabbah. Semua itu yang menyempurnakan adalah Allah. Tanpa petunjuk dan fadhilah-Nya, apa yang dilakukan manusia tidak ada artinya.
Kita bisa memiliki sesuatu karena kita diberi oleh Allah. Karena itulah, apa yang kita miliki kita kembalikan kepadaNya, sebagai Yang Maha Pemberi. Kita perbanyak menggapai pahala dari Allah, semata-mata karena sifat ikhlas kita kepada Allah.
Matholib ulinnuha kitab fiqh, juz 5 hal 2, tentang: ziarah kubur dan hadiah pahala.
( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )
قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .
وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .
( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .
(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)
al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu’awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur’an.
Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu’ :” barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali, kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia akan di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.
dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :”barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur, kemudian dia mengatakan : aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan, maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi Allah kelak.
dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu’ : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum’ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya (HR. Abu Syaikh).
(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa’at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.
Syarah Muntahal Irodat (Kitab Fiqh Madzhab Hanbali) Juz 3 Hal 9, tentang ziarah kubur.
( (وَسُنَّ ) لِزَائِرِ مَيِّتٍ فِعْلُ ( مَا يُخَفِّفُ عَنْهُ وَلَوْ بِجَعْلِ جَرِيدَةٍ رَطْبَةٍ فِي الْقَبْرِ ) لِلْخَبَرِ ، وَأَوْصَى بِهِ بُرَيْدَةَ ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ .
… ( وَ ) لَوْ ( بِذِكْرٍ وَقِرَاءَةٍ عِنْدَهُ ) أَيْ الْقَبْرِ لِخَبَرِ الْجَرِيدَةِ لِأَنَّهُ إذَا رُجِيَ التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِهَا فَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .
وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يس غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ فِي فَضَائِلِ الْقُرْآنِ ( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( ثَوَابَهَا لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ حَصَلَ ) ثَوَابُهَا ( لَهُ وَلَوْ جَهِلَهُ ) أَيْ الثَّوَابَ ( الْجَاعِلُ ) لِأَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ كَالدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَوَاجِبٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ وَصَدَقَةُ التَّطَوُّعِ إجْمَاعًا وَكَذَا الْعِتْقُ وَحَجُّ التَّطَوُّعِ وَالْقِرَاءَةُ وَالصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ .
قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .
وَمِنْهَا مَا رَوَى أَحْمَدُ { أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَبُوك فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْت أَوْ تَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ } رَوَى أَبُو حَفْصٍ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ” “
أَنَّهُمَا كَانَا يُعْتِقَانِ عَنْ عَلِيٍّ بَعْدَ مَوْتِهِ ” وَأَعْتَقَتْ عَائِشَةُ عَنْ أَخِيهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدَ مَوْتِهِ ، ذَكَرَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ .
artinya: dan “disunnahkan” bagi orang yang berziarah kepada mayit untuk berbuat sesuatu yang meringankan beban mayit tersebut,meskipun dengan meletakkan pelepah kurma yang basah diatas kuburan –karena ada al khobar (hadits)dan buraidah ra berwashiyat dengan demikian sesuai riwayat al Bukhori, juga dengan “dzikir” dan bacaan al Qur’an di samping kuburan tersebut dikarenakan apabila dengan pelepah kurma tersebut dapat diharap dengan tasbihnya maka lebih-lebih dengan bacaan al Qur’an.
dari Ibni Umar ra bahwasanya beliau menyenangi apabila mayit dikubur untuk dibacakan dengan pembukaan dan akhir surat al Baqoroh demikian riwayat Allalka’ie. dan riwayat tersebut diperkuat dengan keumuman hadits (bacalah Yasin untuk orang mati kalian)
dari siti Aisyah ra dari sayyidina Abu bakar ra dalam hadits marfu’ dikatakan : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap hari jum’at atau salah satu dari mereka ,kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah huruf atau ayat surat tersebut. (HR Abu Syaikh di fadhail al qur’an.)
dan seiap qurbah (ibadah) yang dilakukan seorang muslim kemudian dia jadikan pahalanya sebagai hadiah bagi muslim lain baik hidup maupun sudah mati maka hal tersebut dapat dilakukan meskipun ia tidak tahu,sebab allah swt mengetahuinya seperti halnya do’a dan istighfar,ibadah yg bisa digantikan,shodaqoh sesuai ijmak para ulama begitu juga memerdekakan budak,haji sunnah,bacaan qur’an,sholat dan puasa.
Imam Ahmad berkata :dapat sampai kepada mayit segala kebaikan seperti shodaqoh,sholat atau yang lainnya karena beberapa hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa : Umar bin khoththob ra bertanya kepada Nabi saw lalu Nabi saw menjawab : adapun ayahmu bila ia mengakui ke Esaan Allah,kemudian kau berpuasa dan bersedekah untuknya maka hal itu akan memberi manfa’at baginya.
Abu Hafash meriwayatkan dari al Hasan dan al Husain bahwa mereka berdua memerdekakan budak untuk ayahnya Ali bin Abi thalib ra setelai ia meninggal dunia. dan Aisyah ra memerdekakan budak untuk saudaranya Abdurrahman setelah ia meninggal dunia,sebagaimana yang dikatakan Ibnul Mundzir
pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :
[ محمد بن عبدالوهاب ]
ذكر محمد بن عبد الوهاب في كتابه أحكام تمني الموت [ ص75 ] مايفيد وصول ثواب الأعمال من الأحياء إلى الأموات ومن ضمنها قراءة القران للأموات حيث ذكر:
((وأخرج سعد الزنجاني عن أبي هريرة مرفوعا من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله أحد والهاكم التكاثر ثم قال أني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له إلى الله تعالى
وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسنده عن أنس مرفوعا من دخل المقابر فقرأ يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسنات
انتهى
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya “ahkam tamannil al maut ” halaman 75: mengatakan apa yang memberi pengertian bahwa bisa sampainya pahala amal ibadah dari orang hidup untuk orang-orang mati termasuk dengan bacaan al qur’an, ketika dia mengatakan dalam kitab tersebut:
“sa’ad azzanjani meriwayatkan hadits dari abu huroiroh ra dengan hadits marfu’: barang siapa memasuki pekuburan kemudian membaca fatihah, qul huwallohu ahad, alha kum attakatsur kemudian dia berkata : Ya Allah aku menjadikan pahala bacaan kalammu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min, maka ahli kubur itu akan menjadi penolongnya nanti dihadapan Allah swt…..
Abdul Aziz Shahib al Khollal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’…
Nabi saw bersabda: barangsiapa yang memasuki pekuburan kemudian dia membaca Yasin maka Allah akan meringankan siksaan mereka, dan dia akan mendapatkan pahala ahli kubur tersebut……
selesai
Mari Kita Telaah Kitab Ar-Ruh Hal 11 Karangan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah
اخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة
فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقa ابر فأصابنا من روح ذلك
أو غفر لنا أو نحو ذلك
Al Hasan bin al Haitsam memberi khabar, dia berkata aku mendengar Abu Bakar bin al Athrusy ibn binti Abi Nashor al Tammar dia berkata:
“ada seorang laki-laki mendatangi kuburan ibunya pada hari jum’at kemudian dia membacakan surat yasin,selang beberapa hari lagi dia datang berziarah dan membaca yasin pula…laki-laki itu berkata: ya Alloh, kalau engkau sudi membagikan pahala surat ini,maka bagikanlah pahalanya untuk seluruh ahli kubur ini….”
kemudian jum’at berikutnyapun tiba…..namun tiba-tiba ada wanita tidak dikenal bertanya kepada dia :”engkaukah fulan bin fulanah……..? dia menjawab: ia betul….si wanita tadi berkata: sungguh aku mempunyai anak wanita yang sudah meninggal….kemudian aku bermimpi dia sedang duduk disamping kuburannya dengan senang….maka aku bertanya: apa yang membuatmu duduk-duduk di sini seperti ini….???
dia menjawab: sungguh ada seorang pria si fulan bin fulanah yang berziarah di kuburan ibunya dengan membaca surat yasin dan memohon pahalanya di bagikan untuk seluruh ahli kubur….sehingga aku kebagian anugerah bacaan tersebut atau Allah mengampuni kami atau semacamnya….
Imam Al Allamah Ibnu Qudamah Al-Hanbali Al-Maqdisy dan bepergian untuk ziarah kubur
قال ابن قدامة في المغني
( فَصْلٌ : فَإِنْ سَافَرَ لِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالْمَشَاهِدِ .
… فَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : لَا يُبَاحُ لَهُ التَّرَخُّصُ ؛ لِأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ السَّفَرِ إلَيْهَا ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ } .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَالصَّحِيحُ إبَاحَتُهُ ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ فِيهِ ؛ لَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا ، وَكَانَ يَزُورُ الْقُبُورَ ، وَقَالَ : { زُورُوهَا تُذَكِّرْكُمْ الْآخِرَةَ } .
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ ” فَيُحْمَلُ عَلَى نَفْيِ التَّفْضِيلِ ، لَا عَلَى التَّحْرِيمِ ، وَلَيْسَتْ الْفَضِيلَةُ شَرْطًا فِي إبَاحَةِ الْقَصْرِ ، فَلَا يَضُرُّ انْتِفَاؤُهَا “”".
وقال:”"
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ الدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ الَّتِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالشُّهَدَاءُ ؛ لِتَنَالَهُ بَرَكَتُهُمْ ، وَكَذَلِكَ فِي الْبِقَاعِ الشَّرِيفَةِ .
وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ بِإِسْنَادِهِمَا { أَنَّ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلَامُ – لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُدْنِيَهُ إلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
Ibnu Qudamah al Hanbali berkata di kitab al Mughni:
(fashal) maka apabila seseorang bepergian untuk menziarahi kuburan dan masyahid, ibnu Aqil berkata:ia tidak beroleh rukhshoh(mengqoshor & menjama’ shalat) karena bepergian tersebut dilarang Nabi saw bersabda:(tidak dipersiapkan bepergian kecuali ke 3 masjid) muttafaq ‘alaih.
Yang benar (shohieh) adalah diperbolehkannya dan ia boleh mengqoshor shalat itu karena Nabi saw seringkali mendatangi Quba’ dengan berjalan kaki dan naik kendaraan dan seringkali berziarah kubur, Nabi Saw bersabda:”berziarah ke kuburan, karena mengingatkan kalian akan akhirat.
Adapun hadits Nabi saw tadi adalah bukan larangan tetapi sedang menerangkan fadhilah(keutamaan masjid yang tiga)dan fadhilah atas sesuatu itu tidak menjadi syarat atas kebolehan dari mengqoshor shalat. Maka tidak ada fadhilah pun boleh mengqoshor.
Ibnu Qudamah berkata:
(Fashal) dan disunnahkan untuk dikubur di tempat yang terdapat orang-orang sholeh dan para syuhada’ supaya mendapat barokah mereka, juga di tempat-tempat mulia karena telah diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim bahwasanya: Nabi Musa As ketika akan meninggal beliau memohon kepada Allah swt untuk dikubur didekatkan dengan tanah suci sepelempar batu…….Nabi saw bersabda:”kalau saya ada di sana maka kalian akan saya tunjukkan (kuburannya) di dekat bukit merah.
Tujuan Berziarah Kubur
Sebagaimana telah dimaklumi, setiap orang yang melakukan ziarah kubur pasti memiliki maksud dan tujuan. Terkadang ziarah kubur dilakukan agar ingat akan akhirat, maka itu disunnahkan. Hadits di atas menunjukkan hal tersebut.
Ada pula orang yang berziarah dengan tujuan untuk mendoakan penghuni kubur. Ini juga disunnahkan, karena, ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, "Sesungguhnya Nabi SAW datang ke kubur, lalu beliau mengucapkan, Assallamu 'alaikum dara qaumin mu'minin, wa inna insya allahu bikum lahiqun (Kesejahteraan semoga terlimpah kepada kalian, penghuni negeri kaum mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian)'."
Terkadang orang melakukan ziarah kubur karena ingin mengambil berkah dari ahli kubur, seperti pada kubur para nabi, wali, ulama, dan orang-orang shalih. Itu juga dibolehkan, bahkan sesuatu yang baik. Imam Al-Ghazali.rhm mengatakan, "Tiap-tiap orang yang dapat diambil keberkahannya pada masa hidupnya, boleh pula diambil keberkahannya sesudah matinya dengan menziarahinya, dan boleh pula melakukan perjalanan yang sulit untuk tujuan ini."
Ada pula ziarah kubur yang dilakukan karena ingin menunaikan hak ahli kubur. Ini pun boleh dilakukan. Dalam sebuah hadits dikatakan, "Nabi SAW bersabda, `Sesuatu yang paling disenangi oleh mayit di dalam kuburnya adalah apabila ia diziarahi oleh orang yang mencintainya di masa hidupnya di dunia'."
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al- Hakim dari Abu Hurairah dikatakan, "Barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari Jum'at satu kali, niscaya Allah ampuni ia atas dosanya dan ia tergolong orang yang berbakti kepada orang tuanya." Menjadi orang yang berbakti kepada orang tua adalah sesuatu yang sangat penting, sehingga dalam suatu hadits disebutkan, "Berbaktilah kalian kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian."
Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur bagi laki-laki adalah sunnah yang dianjurkan. Ziarah kubur pernah dilarang di masa permulaan Islam, tapi kemudian larangan ini dihapus berdasarkan sabda Rasulullah SAW dan perbuatan beliau.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) hendaknya kalian berziarah kubur.” – Disampaikan oleh Muslim (977) dan lainnya.
Pada satu riwayat terdapat tambahan redaksi, “Sesungguhnya ziarah kubur memperlembut hati, membuat air mata bercucuran, dan mengingatkan pada akhirat.” – Tambahan ini disampaikan oleh Ahmad (3: 237), Abu Ya’la (6: 371), Al-Hakim (2: 532), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (4: 77) dan Asy-Syu’ab (7: 15).
Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW keluar menuju Pemakaman Baqi’. Di sana beliau mengucapkan, “Keselamatan bagimu di persemayaman kaum mukminin. Sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah, ampunilah penghuni Baqi’ Al-Gharqad.” – Disampaikan oleh Muslim (974).
Para ulama, semoga Allah merahmati mereka, mengatakan, ziarah kubur merupakan kebiasaan Nabi SAW, dan sahabat-sahabat beliau pun melakukan ziarah kubur saat beliau masih hidup. Nabi SAW juga mengajari mereka tata cara ziarah kubur.
Umat sepakat, ziarah kubur merupakan ritus yang dianjurkan untuk mendapatkan penyadaran dan pelajaran. Ziarah kubur tetap merupakan ketentuan yang dianjurkan di berbagai wilayah dan negeri.
Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa hukum ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya sunat secara mutlak, baik yang diziarahi itu kuburnya orang Islam biasa, kuburnya para wali, orang shalih atau kuburnya Nabi.
Sedangkan hukum ziarah kubur bagi kaum perempuan yang telah mendapat izin dari suaminya atau walinya, para ulama mantafsil sebagai berikut :
1. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya Nabi, wali, ulama dan orang shalih, maka hukumnya sunat;
2. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya orang biasa, maka sebagian ulama mengatakan boleh, sebagian lagi mengatakan makruh.
3. Jika ziarahnya menimbulkan hal yang terlarang, maka hukumnya haram.
Dasar Hukum Ziarah Kubur
a. Had its Nabi SAW.
كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزورها فإنها ترق القلب وتدمع العين وتذكر الآخرة، ولا تقولوا هجرا. [رواه الحاكم]
Artinya :
“Aku (Nabi) dulu melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang berziarahkuburlah kamu, karena ziarah kubur itu bisa melunakkan hati, bisa menjadikan air mata bercucuran dan mengingatkan adanya alam akhirat, dan janganlah kamu berkata buruk”. (HR. Hakim)
b. Hadits Nabi SAW.
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان النبي صلى الله عليه وسلم كلما كانت ليلتها يخرج من آخر الليل إلى البقيع فيقول : السلام عليكم دار قوم مؤمنين وأتاكم ما توعدون غدا مؤجلون وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، اللهم اغفر لأهل بقيع الغقد. [رواه مسلم]
Artinya :
“Dari A’isyah ra. ia berkata : “adalah Nabi SAW. ketika sampai giliran beliau padanya (A’isyah) beliau keluar pada akhir malam hari itu ke kuburan Baqi’ seraya berkata : “Assalamu’alaikum hai tempat bersemayam kaum mukminin. Akan datang kepada kamu janji Tuhan yang ditangguhkan itu besok, dan kami Insya Allah akan menyusul kamu. Hai Tuhan ampunilah ahli Baqi’ al-Gharqad”. (HR. Muslim)
c. Fatwa Syaikh Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub :
تسن زيارة قبور المسلمين للرجال لأجل تذكر الموت والآخرة وإصلاح فساد القلب ونفع الميت بما يتلى عنده من القرآن لخبر مسلم : كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزورها. ولقوله عليه الصلاة والسلام : اطلع في القبور واعتبر في النشور. رواه البيهقي خصوصا قبور الأنبياء والأولياء وأهل الصلاح. وتكره من النساء لجزعنهن وقلة صبرهن، ومحل الكراهة إن لم يشتمل اجتماعهن على محرم وإلا حرم، ويندب لهن زيارة قبره صلى الله عليه وسلم وكذا سائر الأنبياء والعلماء والأولياء. اهـ [تنوير القلوب : 216]
Artinya :
“Disunatkan bagi kaum laki-laki berziarah kuburnya orang-orang Islam untuk mengingat datangnya kematian dan adanya alam akhirat, serta memperbaiki hati yang buruk dan memberi manfaat kepada mayit dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an di tempat yang dekat dengannya, karena ada hadits riwayat Muslim yang artinya : “Aku (Nabi) dulu melarang kamu berziarahkubur, maka sekarang berziarahkuburlah kamu”. Dan juga sabda Nabi yang artinya : “Berziarahlah kubur kamu dan ambillah tauladan tentang adanya hari kebangkitan”. (HR. Muslism). Khususnya kuburan para Nabi, para wali dan orang-orang shalih. Sedangkan bagi kamu wanita ziarah kubur hukumnya makruh, karena mereka mudah meratap dan sedikit yang sabar. Makruh bagi wanita tersebut apabila ziarah mereka itu tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, kalau mengandung hal-hal yang diharamkan, maka ziarah mereka hukumnya haram. Bagi wanita berziarah kubur ke makam Nabi Muhammad SAW. dan juga nabi-nabi yang lain demikian pula makam para ulama dan para wali hukumnya sunat”.
d. Fatwa Syaikh Ali Ma’shum dalam kitabnya “Hujjatu Ahlissunnah” bab ziarah kubur :
واختلف في زيارة النساء للقبور، فقال جماعة من أهل العلم بكراهيتها كراهة تحريم أو تنزيه لحديث أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لعن زوارات القبور. رواه أحمد وابن ماجه والترمذي. وذهب الأكثرون إلى الجواز إذا أمنت الفتنة، واستدلوا بما رواه مسلم عن عائشة قالت : كيف أقول يا رسول الله إذا زرت القبور؟ قولي : السلام عليكم أهل ديار المسلمين. اهـ [حجة أهل السنة للشيخ على معصوم : 58]
Artinya:
"Para ulama berselisih pendapat mengenai kaum wanita berziarah kubur, Segolongan ulama mengatakan makruh tahrim atau tanzih, karena ada Hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Rusulullah SAW. mengutuk wanita-wanita yang berziarah kubur. (HR. Ibun Majah dan Tirmidzi). Sementara mayoritas ulama mengatakan boleh, apabila terjamin keamanannya dari fitnah, Dalilnya yaitu hadits riwayat Muslim dari Siti A’isyah ra dia berkata : apa yang say abaca ketika ziarah kubur, hai rasul? Rasul bersabda : bacalah Assalamu’alaikum Ahla Diyaril Muslimin”.
Tata Cara Ziarah Kubur
Meluruskan niat.
Sebelum berziarah, seorang Muslim harus menetapkan niat-niat yang baik. Al-Imam Qurthubi.rhm di dalam tafsirnya menyatakan:
"Hendaknya ketika berziarah, seseorang berniat untuk menggapai keridhaan Allah, memperbaiki hati yang rusak atau memberikan manfaat kepada mayit dengan membacakan Al-Quran atau berdoa di makamnya."
Kalam Al-Imam al-Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.rhm didalam kitab Syarhul Ainiyyah, menjelaskan ;
“Niat saleh” adalah kecenderungan dan keinginan hati untuk berbuat baik. Suara hati merupakan sumber dan penyebab pertama timbulnya niat. Niat adalah ruhnya amal, seperti ruh bagi jasad, dan hujan bagi bumi. Barang siapa yang niat dan tujuannya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia memiliki niat yang saleh. Karena itulah beliau RA berkata, “carilah selalu niat-niat saleh”.
Niat ada yang saleh dan ada yang buruk. Dalam suatu amal kadang kala dapat diperoleh niat yang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
Niat yang baik akan membuahkan amal yang baik,sedangkan niat yang buruk akan mengakibatkan amal yang buruk.
Allah berfirman: “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.” (QS Al-Bayyinah, 98:5) Yakni, dengan niat yang ikhlas untuk Allah. Niat juga merupakan salah satu sebab untuk memperoleh taufik: Jika kedua juru pendamai itu berniat mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu (untuk berdamai). (QS An-Nisa, 4:35)
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berniat melakukan kebajikan, namun ia tidak mengamalkannya, Allah akan mencatatkan kebajikan baginya.” Dan sabdanya lagi: “Mereka kelak dikumpulkan berdasarkan niat mereka.”
Imam Sofyan At-Tsauri.rhm berkata, “Dahulu mereka mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari amal.”
Dan diriwayatkan dalam kitab Taurat bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Segala sesuatu yang diniatkan untuk-Ku, maka sedikitnya adalah banyak, dan segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Aku, maka banyaknya adalah sedikit.”
Sahabat Bilal bin Sa’ad.ra berkata, “Sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan ucapan seorang mukmin, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan amalnya, jika ia mengamalkannya, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan niatnya, jika niatnya baik, Allah akan memperbaiki kelemahan amalnya.”
Niat adalah tiangnya amal, oleh karena itu amal sangat membutuhkan niat. Nabi SAW bersabda: “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Hati adalah pengawas yang ditaati dan niat adalah amal hati. Amal tanpa niat yang saleh, tidak akan bermanfaat, dan amal dengan niat yang buruk, akan mencelakakan.
Banyaknya niat tergantung pada banyaknya usaha untuk berbuat kebaikan, keluasan ilmu dan ketekunan dalam menghimpun berbagai niat yang baik. Dan banyaknya niat ini dapat menyucikan dan melipat-gandakan amal. Namun maksiat akan tetap maksiat, karena niat baik tidak akan dapat merubahnya.
Berbagai amal yang mubah, dengan niat yang benar dari seorang yang shidq, dapat menjadi sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. Mereka yang selalu disibukkan dengan urusan keduniaan, niat-niat saleh tersebut tidak akan terlintas dalam benak mereka. Jika mereka mengaku memiliki suatu niat baik, ketahuilah, sesungguhnya itu hanyalah bisikan hati, bukan niat.
Saat melaksanakan atau meninggalkan suatu amal harus disertai dengan niat yang baik, karena meninggalkan suatu amal adalah amal juga. Oleh karena itu, jangan sampai hawa nafsu yang tersembunyi menjadi penggerak suatu amal. Karena alasan inilah beberapa sufi urung melaksanakan suatu ketaatan, karena gagal menetapkan niat yang baik.
Niat adalah fath dari Allah yang pada dasarnya tidak bisa diusahakan. Niat yang baik ini oleh Allah Ta’ala dianugerahkan kepada orang-orang yang berhati suci, memiliki ilmu yang luas dan selalu disibukkan dengan ajaran Allah, bukan orang-orang seperti kita. Kita ini tidak mudah untuk berniat baik walaupun dalam melaksanakan yang wajib, kecuali setelah berusaha dengan susah payah.
Sayid Idrus bin 'Umar Al-Habsyi.rhm, di dalam kitab an-Nahrul Maurud min Faidhim Karam wa Jud, berkata:
Seseorang yang berada dalam keadaan demikian, maka hendaknya dia beramal sekuat tenaganya kemudian berniat untuk mengamalkan apa yang belum mampu dia amalkan sewaktu memiliki kesempatan. Dengan niat seperti ini dia akan memperoleh pahala, sebab dalam sebuah hadis disebutkan:
"Seseorang akan memperoleh pahala sesuai niatnya,"
(HR Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Berapa banyak manusia yang tidak mampu mengamalkan sesuatu tetapi memperoleh pahala besar karena niatnya. Dan berapa banyak manusia yang kehilangan pahala besar karena kebodohan dan kelalaiannya, sehingga ia tidak memiliki niatan untuk mengamalkannya.
Sesungguhnya ilmu adalah somber segala kebaikan dan kebodohan adalah pangkal segala kejahatan di dunia dan akhirat. Allah Ta'ala mewahyukan:
"(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar, 39:9)
Seseorang kadang melakukan sebuah amal tetapi mendapat pahala yang sangat banyak karena niatnya benar dan banyak.
Dalam kesempatan lain beliau.rhm berkata:
Barang siapa tidak pandai berniat, maka hendaknya dia meneladani Rasulullah, para Sahabat, para ulama besar dan berniat seperti niatan mereka. Ketika memulai sebuah amal, setelah berniat sesuai kemampuannya, maka hendaknya dia berkata, misalnya:
"Aku melakukan amalan ini sesuai dengan niat Sayidina Al-Faqihil Muqaddam"
Al-Faqihil Muqaddam Muhammad bin 'Ali ra lahir di Tarim, Hadhramaut, 574 H. Beliau meninggal dan dikuburkan di Pemakaman Zanbal, Tarim pada 653H. Beliau seorang Imam besar Thariqah Alawiyah.
Atau orang lain yang ia kenal memiliki keluasan ilmu dan mengetahui seluk beluk niat yang baik.
Kehadiran hati
Jika hati berada di pasar, pertokoan dan pekerjaan, bagaimana seseorang dapat memetik hikmah dari ziarahnya? Oleh karena itu, kehadiran hati merupakan kebutuhan mutlak di dalam berziarah, tanpanya, seorang peziarah tak ubahnya seperti hewan-hewan yang berrnain di area pemakaman; mereka tidak menyadari dan mengerti di mana mereka berada dan untuk apa.
Melalui kehadiran hati ini kita dapat memetik pelajaran yang besar dari kematian. Ibnu Majah ra menyebutkan bahwa Sayidina 'Utsman bin Affan menangis hingga jenggotnya basah jika berdiri di depan sebuah makam. Saat ditanya, "Mengapa ketika mengingat Surga atau pun Neraka engkau tidak menangis, tetapi ketika berada di depan sebuah makam engkau justru menangis? Beliau ra menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menyatakan dalam sebuah sabdanya:
'Sesungguhnya kubur adalah persinggahan pertama dari semua tempat di Akhirat. Barang siapa selamat dari (siksa) nya, maka apa yang akan dia alami setelah itu lebih mudah. Dan jika dia tidak selamat dari (siksa) nya, maka apa yang akan terjadi kepadanya setelah itu lebih buruk lagi.' (HR Tirmidzi)
Di samping itu Rasulullah saw juga pernah bersabda:
'Tidaklah aku menyaksikan sebuah pemandangan, kecuali kulihat kubur lebih menyeramkan darinya.' (HR Tirmidzi)
Kalam Al-Imam Al-Quthb Abdullah bin Husin Bin Thohir Ba'alawy.rhm mengenai Penghormatan kepada Sholihin, yang perlu kita hadirkan dalam lubuk sanubari kita, sehingga berziarah shalihin dapat meraih manfaat yang besar bagi kita semua, yakni perlu dipahami ;
Bawalah dirimu senantiasa berkumpul dengan orang-orang yang sholeh dan biasakanlah berperilaku sebagaimana perilaku mereka. Ambillah manfaat dari perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan mereka. Biasakanlah berziarah kepada mereka baik yang masih hidup ataupun sudah meninggal disertai dengan sebaik-baiknya penghormatan dan husnuzh-zhon (berbaik sangka) yang tulus. Dengan cara itulah orang yang mengunjungi mereka akan mendapat manfaat dan karunia melalui mereka.
Sesungguhnya begitu sedikitnya kemanfaatan yang didapatkan oleh orang-orang sekarang dari keberadaan para sholihin karena sedikitnya rasa penghormatan dan husnuzh-zhon mereka kepada para sholihin sehingga mereka tidak mendapatkan keberkatan dari para sholihin. Mereka juga tidak pernah menyaksikan karomah-karomah para sholihin sehingga mereka mengatakan bahwa tidak ada Auliya' pada jaman ini.
Padahal alhamdulillah mereka para wali Alloh saat ini begitu banyak, baik yang kelihatan maupun yang tersembunyi. Tidaklah mengetahui keberadaan mereka kecuali orang-orang yang hatinya diberi cahaya oleh Alloh dengan cahaya - cahaya penghormatan dan husnuzh-zhon kepada para sholihin. Oleh karena itu tepatlah yang dikatakan dalam suatu penuturan "Al-madad fil masyhad".
[Diambil dari Majmu' kalam Al-Habib Abdulloh bin Husin Bin Thohir Ba'alawy, hal. 71-72]
Maksud dari "Al-madad fil masyhad" adalah besarnya karunia dan pemberian Alloh SWT kepada seseorang yang didapatkan dari para sholihin adalah tergantung dari seberapa besar orang tersebut memandang dan memposisikan mereka di dalam dirinya. Jika dia melihat para sholihin tadi dengan su’uzh-zhon (berburuk sangka), maka karunia dan pemberian yang ia dapatkan tentunya sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Jika ia melihat mereka dengan pandangan husnuzh-zhon, maka ia akan mendapatkan karunia dan pemberian dari Alloh sebesar rasa husnuzh-zhon-nya kepada mereka.
Bersuci (ber-wudhu)
Seorang peziarah hendaknya memasuki area pemakaman dalam keadaan suci dari hadats kecil, hadats besar dan najis. Mengapa demikian? Pertama, salah satu tujuan ziarah adalah untuk mendapatkan kelembutan hati, sedangkan kesucian dzahir (jasmani) merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kesucian bathin (ruhani). Kedua, ketika berziarah kita dianjurkan untuk berdoa, dan doa yang dipanjatkan dalam keadaan suci akan lebih terkabul.
Mengucapkan salam kepada penghuni kubur
Ketika melewati sebuah pemakaman, kita disunahkan untuk mengucapkan salam kepada penghuni kubur tersebut. 'Abdullah bin 'Abbas ra menceritakan bahwa ketika Rasulullah saw melewati sebuah pemakaman di kota Madinah, beliau menghadapkan wajahnya ke arah penghuni kubur itu seraya mengucapkan:
Salam sejahtera bagi kalian, wahai penghuni kubur, semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian adalah pendahulu kami dan kami akan menyusul. (HR Tirmidzi)
Begitu pula ketika hendak memasuki pekuburan. Ketika melangkahkan kaki memasuki sebuah pemakaman, kita disunahkan untuk mengucapkan salam secara umum kepada penghuni kubur, sebagaimana ketika kita akan memasuki rumah. Dalam kitab hadist sunan Nasa’i disebutkan bahwa Rasulullah saw jika memasuki area pemakaman beliau mengucapkan:
"Salam sejahtera untuk kalian wahai kaum Mukminin dan. Muslimin yang menghuni tempat ini. insyd Allah kami akan menyusul kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami akan menyusul kalian. Aku memohon kepada Allah untuk memberikan keselamatan kepada kami dan kalian semua." (HR Nasa’i')
Tidak menginjak, melangkahi ataupun duduk di atas sebuah makam
Sebenarnya, melalui akal sehat saja kita dapat menilai jika menginjak, melangkahi ataupun di duduk di atas sebuah makam merupakan perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang yang berakal dan berbudi, terutama terhadap makamnya seorang yang di-kasihi oleh Allah SWT. Coba bayangkan, jika yang berada di bawah pusara tersebut adalah kerabat atau kekasih kita, apakah kita rela jika ada orang yang duduk di atasnya? Dan apakah hati kita tidak terluka ketika melihat seseorang yang melangkahinya begitu saja? Seorang yang beradab dan berbudi tentu akan memperhatikan hal ini, sebab, kehormatan seseorang itu berlaku di kala hidup maupun setelah ia meninggal dunia. Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya jika aku menginjak bara api, atau pedang yang tajam atau menjahit alas kaki dengan kulit kakiku, lebih kusukai daripada menginjak (melangkahi) sebuah makam." (HR Ibnu Majah)
"Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api hingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas sebuah makam." (HR Muslim, Abu Dawudl, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Berada di Depan Makam
Bagaimana cara kita duduk di makam yang kita tuju? Menghadap kiblat, membelakangi kiblat, berada di dekat kaki makam atau di samping kepala makam? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika kita berbicara tentang tata cara berziarah. Sebenarnya, para ulama telah menjelaskan permasalahan ini dengan gamblang. Imam Qurthubi.rhm misalnya, di dalam tafsirnya Al Jami’ Li Ahkamil Quran, juz.20, Darul Ihyait Turatsil 'Arabi, hal 171. beliau berkata:
Seorang peziarah hendaknya mendatangi makam yang dia kenal (yang dituju), dari arah wajahnya (membelakangi kiblat) dan segera mengucapkan salam kepadanya. Sebab, menziarahi makam seseorang adalah seperti bercakap-cakap dengannya semasa hidup. Jika masih hidup, kita akan berbicara dengan menghadapkan wajah ke arahnya, maka setelah wafat, hendaknya kita melakukan hal yang sama dalam menziarahinya."
Salam yang kita ucapkan ketika memasuki kompleks pemakaman merupakan salam umum. Oleh karena itu, ketika berada di depan makam, kita disunahkan untuk mengucapkan salam sekali lagi bagi yang kita ziarahi. Ibnu 'Abbas ra menyebutkan bahwa Rasillullah saw bersabda:
"Tidaklah seseorang melewati makam saudaranya sesama Muslim yang ia kenal (semasa hidup) di dunia, kemudian ia ucapkan salam kepadanya, melainkan Allah kembalikan ruh saudaranya itu (ke jasadnya) hingga ia dapat menjawab salamnya." (HR Ibnu 'Abdul Bar)
Hadis ini merupakan Hadis Sahih yang tercantum dalam Tafsir Ibn Katsir, juz.3, Darul Ihyail Kutubil 'Arabiyyah, hal.438.
Di samping itu, kita disunahkan untuk duduk berdekatan dengan makam yang kita ziarahi agar ia merasa senang. Ummul Mukminin 'Aisyah rha mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Tidaklah seseorang berziarah ke makam saudaranya dan duduk di dekat makamnya, melainkan saudaranya tersebut merasa senang dengan (kehadiran) nya." (HR Ibnu Abid Dunya)
Berdoa dan Membaca Al-Quran di depan makam
Setelah berada di pekuburan, apa yang harus kita lakukan, duduk diam dan merenung atau ada hal lain yang perlu kita kerjakan? Memang benar, merenungkan keadaan saudara-saudara kita yang berada di balik kubur merupakan suatu hal yang sangat mulia. Dengan cara demikian, kita akan semakin ingat kepada kematian. Hati yang beku pun akan mencair, air mata yang kering pun akan menitik. Akan tetapi, tujuan ziarah bukan sekedar untuk mengingat kematian. Dalam berbagai Hadis sebelumnya telah disebutkan bahwa Rasalullah saw mendoakan keselamatan bagi penghuni kubur dan memintakan ampun untuk mereka. Bahkan ketika Ummul Mukminin mengikuti Rasillullah saw berziarah ke dan menanyakan mengapa beliau keluar menuju Baqi’ di akhir malam, Rasulullah saw menjawab:
"Jibril memerintahkanku untuk mendatangi pemakaman Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka." (HR Nasa’i)
Dalam Hadis di atas secara tegas Rasalullah saw menyatakan bahwa tujuan ziarah beliau ke Baqi’ adalah untuk berdoa memohonkan ampun bagi mereka.
Selain berdoa untuk mereka, dalam salam yang disampaikan Rasulullah saw ketika memasuki pemakaman tertulis jelas bahwa beliau juga berdoa untuk dirinya, coba perhatikan kalimat didalam hadist ini:
"Aku memohon kepada Allah untuk memberikan keselamatan kepada kami dan kalian semua." (HR Nasa’i)
"Semoga Allah mengampuni kami dan kalian." (HR Tirmidzi)
Dua Hadis di atas menunjukkan bahwa pemakaman kaum Shalihin merupakan salah satu tempat terkabulnya doa. Oleh karena itu, ketika berziarah kita dianjurkan untuk berdoa sebanyak mungkin. Jika Rasalullah saw yang telah mendapatkan ampunan dan keselamatan masih memohon kedua hal tersebut saat berziarah kubur, lalu bagaimana halnya dengan kita semua.
Doa itu bermacam-macam bentuknya, salah satunya adalah dengan bertawassul. Mengenai doa dengan bertawassul kepada yang telah meninggal dunia, yakni beliau-beliau para Wali Allah, hamba-hamba Allah yang sholeh.
Dalam Al-Mu’jamul Kabir, Maktabattil wal Hikam, juz.17, cet.II, Mushil, 1983, ha1.117. al-Imam Thabrani.rhm (Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Ath-Thabrani) meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Jika salah seorang di antara kalian kehilangan sesuatu, atau menginginkan pertolongan, sedangkan ia berada di suatu tempat yang tidak ada teman di sana, maka hendaknya dia mengucapkan, ‘Wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku, wahai hamba-hamba tolonglah aku.’ Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang tidak kita lihat." (HR Thabrani)
Dalam Hadis-hadist yang telah di sebutkan di atas secara jelas dinyatakan bahwa kita boleh meminta tolong kepada Rasillullah saw maupun hamba-hamba Allah lainnya. Karena itu jika seseorang datang kepada orang yang saleh dan meminta untuk didoakan, itu bukan suatu hal yang aneh.
Kita mungkin melihat dan mendengar seseorang yang menziarahi sebuah makam waliyullah, seorang yang saleh, kemudian, berkata, "Wahai Syeikh Fulan, doakan agar kami dapat menjadi Muslim yang baik, dapat mendidik anak-anak kami dengan benar..." Dan hal-hal yang serupa. Pertanyaannya, bolehkah hal tersebut dilakukan? Apakah ini termasuk Istighatsah (tawasul/wasilah)?
Saudaraku, kalimat yang kami contohkan di atas merupakan salah satu bentuk Istighatsah dengan yang telah meninggal dunia. Istighatsah semacam ini diizinkan oleh syariat, bahkan dalam konteks wasilah/tawasul merupakan perintah dan diajarkan oleh Allah SWT (QS al-Maidah ;35). Sebab, pada intinya tidak ada perbedaan antara Istighatsah dengan yang hidup atau dengan mereka yang telah meninggal dunia. Kami akan menjelaskannya secara singkat.
Pertama, pada hakikatnya, para Nabi dan kaum sholihin yang diridhai Allah adalah hidup di kuburnya. Allah SWT mewahyukan:
"Dan janganlah kamu kira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka bahkan hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki." (Ali 'Imran, 3:169)
Ayat ini secara jelas menyatakan bahwa para Syuhada-para Waliyullah yang berjuang di jalan Allah itu hidup di alamnya sana. Jika para syuhada hidup dan mendapatkan kenikmatan di sisi Allah, maka para Nabi dan Rasul serta Para sahabat dan kaum sholihin yang berkedudukan lebih mulia dari mereka juga hidup seperti mereka. Jika kita oleh syariat diizinkan untuk meminta tolong kepada teman kita, kepada guru kita, kepada kaum sholihin, kepada para Malaikat, maka meminta tolong kepada mereka yang telah meninggal dunia hukumnya juga sama. Sebab, setelah meninggal dunia, mereka tetap saudara kita.
Kedua, sebagian orang meyakini bahwa yang mati tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat memberikan manfaat kepada yang hidup. Oleh karena itu mereka berpendapat Istighôtsah dengan yang mati tidak dapat dilakukan. Coba kita bahas, benarkah yang mati tidak dapat memberikan manfaat kepada yang masih hidup?
Saudaraku yang kucintai, ingatkah anda wahyu Allah yang berbunyi:
105. dan Katakanlah: "Bekerjalah/beramalah kalian, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah, 9:105)
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir ra (Ismail bin 'Umar bin Katsir Ad-Dimsyqi, Tafsir Ibnu KatsIr, juz 2, Darul Fikr, Beirut, 1401 H, hal.388. menyatakan:
"Telah diriwayatkan bahwa semua amal orang yang masih hidup dipertontonkan kepada keluarga dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia di alam Barzakh, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam Abu Dawud Ath-thayalisi."
Diriwayatkan oleh Jabir bin 'Abdullah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya semua amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan keluarga kalian di kubur mereka. Jika (melihat) amal yang baik, mereka merasa bahagia dengannya. Dan jika (melihat) amal yang buruk, mereka berdoa, 'Ya Allah, berilah mereka ilham (ide) untuk melakukan amal taat kepada-Mu." (HR Abu Dawud)
"Sesungguhnya amal-amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan sanak saudara kalian yang telah meninggal dunia. Jika amal kalian baik, maka mereka berbahagia. Dan jika amal kalian buruk, maka mereka berdoa, Ta Allah, 'an an matikan mereka sebelum Engkau beri mereka hidayah sebagaimana Engkau memberi kami hidayah." (HR Ahmad)
Lihat Dalam Hadis di atas jelas dinyatakan bahwa yang mati masih dapat mendoakan yang hidup. Ini merupakan salah satu bukti bahwa mereka masih dapat bermanfaat bagi yang hidup.
Kemudian perhatikan di dalam peristiwa Isra’ dan Mi'raj, di dalam kitab hadist shahih Bukhari-Muslim disebutkan bahwa Nabi Musa AS memberikan saran kepada Nabi Muhammad saw untuk meminta keringanan perintah shalat kepada Allah. Allah pun kemudian mengabulkan permintaan Rasitlullah saw, sehingga kewajiban shalat 50 waktu dirubah menjadi 5 waktu yang pahalanya sama dengan 50 waktu. Lihatlah, Nabi Musa AS masih bisa memberikan manfaat meskipun beliau telah meninggal dunia.
Ingatkah Anda pada kisah Nabi Musa dan Khidhir AS yang berusaha untuk mendirikan rumah anak yatim yang akan roboh demi menyelamatkan harta warisan mereka yang tersimpan di dalamnya? Semua itu mereka lakukan karena ayah (kakek ketujuh) kedua anak yatim tersebut seorang yang saleh. Perhatikanlah, meskipun telah meninggal dunia, mereka masih dapat memberikan manfaat kepada yang hidup hingga Allah mengutus Nabi Musa dan Khidhir AS untuk menjaga harta warisan tersebut.
Ibnu Abi Syaibah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sayidina 'Umar ibn Khaththab.ra pernah terjadi paceklik. Saat itu Bilal bin Harits Al-Muzanni berziarah ke makam Rasialullah saw dan berkata, "Dubai Rasillullah saw, mintakanlah hujan kepada Allah untuk umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa." Tak lama kemudian ia bermimpi bertemu dengan Nabi saw yang berkata kepadanya, "Temuilah 'Umar, sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan bahwa mereka akan memperoleh hujan ...”. al-Imam Muhadist Ibnu Hajar Al-Asqalani.rhm menyatakan bahwa sanad Hadis ini sahih. Para ulama yang meriwayatkan Hadis ini juga tidak ada yang mencela isinya.
al-Muhaddist As-Sayid Muhammad bin Alwy al-Maliki al-Hasani.rhm, guru kita yang mulia, menjelaskan di dalam kitab beliau yang terkenal dan diakui secara menyeluruh oleh para Ulama Besar dan Mufti se-dunia, Mafahim Yajibu An Tushah-hah, cet.X, Darul Auqaf Was Syu’un Al-Islamiyyah, Dubai, 1995, hal.151. Menjelaskan dalam atsar di atas disebutkan dengan jelas bahwa sahabat Biral bin Harits Al-Muzanni ber-Istighstsah dengan Baginda Nabi Rasulullah saw, jauh hari setelah beliau saw wafat dan tidak ada seorang sahabat pun yang menentangnya. Bahkan Amirul Mukminin Sayidina Umar ibn Khaththab.ra yang terkenal julukan al-Faruq, karena ketegasan dan keteguhannya dalam hukum agama.
Imam Darimi.rhm menceritakan bahwa pada suatu ketika warga Madinah mengalami musim kemarau yang sangat panjang. Mereka mendatangi Ummul Mukminin 'Aisyah.rha mengadukan keadaan mereka. Beliau.rha berkata, "Pandanglah makam Nabi Muhammad saw dan buatlah lubang (seperti jendela) di atap makam beliau, sehingga antara makam beliau dan langit tidak ada atap yang menghalanginya." Masyarakat Madinah melaksanakan saran Ummul Mukminin 'Aisyah.rha dan tidak lama setelah itu turunlah hujan yang menyuburkan rerumputan dan menggemukkan onta.
Atsar ini juga menyebutkan bahwa para sahabat ber-Istighatsah dengan Rasulullah saw setelah wafat beliau.
Saudaraku, masih banyak lagi dalil yang membuktikan bahwa Istighatsah-tawasul dengan yang telah meninggal dunia merupakan bagian dari ajaran Islam dan pelakunya adalah seorang Mukmin yang taat. Mengingat risalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan sederhana, maka kami tidak akan berpanjang lebar membahasnya. Kendati demikian, Semoga Allah menjadikan para pencari kebenaran akan mendapatkan cukup masukan yang bermanfaat.
Dan apabila kita berziarah ke makam wali atau ulama atau ke makam ahli kubur kita, sementara kita ingin berwasilah kepadanya, agar supaya tidak terjadi melakukan syirik yaitu meminta kepada ahli kubur atau wali, maka perlu sekali kita mengetahui tata caranya. Adapun caranya sebagai berikut:
"ALLAAHUMMA INNI AS ALUKA WA ATAWAJJAHU ILAIKAL BI 'ABDIKAL MURTADHAA 'INDAKA, YAA WALIYALLAAH, INNII ATAWASSALU BIKA ILAAA RABBIKA FII HAAJATIL... (sebutkan hajat yang dikehendaki, diucapkan dalam hati)....FASYFA' LII 'INDAL MAULAL ADZHIM
Ya Allah, sungguh kami menghadap kepada-Mu dengan hamba-Mu yag mulia disisi-Mu, Wahai Kekasih Allah, kami bertawasul dengan perantaraanmu kepada Allah atas hajat kebutuhan kami terpenuhi…. kami memohon Syafaat(pertolongan) untuk kami kepada Allah Yang Maha Agung.
4. Selesai membaca doa tawassul itu, diakhiri dengan membaca surat Al Fatihah satu kali.
Dengan cara wasilah seperti ini Insya Allah, Mudah-mudahan apa yang kita niatkan dan amalkan diterima, di-ijabah dan diridhoi oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Allahumma amiin.
Kyai Haji Ahmad ar-Rifa’i.rhm menulis kitab “ADABUZZIARAH” yang memuat pembahasan seputar adab ziarah kubur beserta bacaan (do’a) yang dibaca ketika berada dimakam, tata cara bertamu, adab kondangan sekaligus memberi sumbangan, dan pembahasan lainnya yang masih relevan.
Berikut adalah cuplikannya;
Utawi ziarah kubur iku sunnat
Kerono faidahe dadi ngalap ibarat
Lan ngalap pitutur awake manfaat
Naliko ningali ahli kubur hajat
Sunnate ziarah qubur dino jum’ah
Dino kamis lan sabtu kang wus winarah
Moco Qul hu ping sewelas lan fatihah
Surat yasiin lan tabarok arep sihhah
KH.Ahmad Rifa’i|Kitab Adabuzziarah
Arti bebasnya: “Hukum ziarah kubur itu sunnah,sebab mempunyai manfaat;mengambil i’tibar, sebagai nasihat untuk diri sendiri ketika menyaksikan ahli kubur (makamnya). Hari untuk berziarah disunnahkan pada hari kamis, jum’at atau sabtu. Saat ziarah membaca surah ikhlash 11 kali, dilanjutkan surah Fatihah,surah yasiin dan surah almulk atau juga dikenal dengan tabarok.”
Kitab Adabuzziarah terdiri dari 1 kuras (20 halaman)
Hikmah Ziarah Kubur
Ada sebagian orang mengatakan “buat apa kita susah-susah datang ke kuburan untuk menziarahi makam seseorang, toh ! berdo’a di rumah saja sudah cukup, sehingga saat-saat yang penting tidak kita tinggalkan untuk berziarah saja.
Perkataan ini sepintas kilas memang seakan-akann benar, tapi orang yang borkata tadi rupa-rupanya lupa bahwa ziarah kubur itu mengandung banyak hikmah bagi orang yang berziarah dan mayit yang diziarahi. Hikma-hikmah itu antara lain:
a. Mengingatkan orang yang masih hidup di dunia ini akan datangnya kematian yang sewaktu-waktu pasti tiba pada saatnya;
b. Mernpertebal keimanan terhadap adanya alam akhirat, sehingga orang itu meningkat ketaqwaannya kepada Allah SWT.;
c. Memperba'iki hati yang buruk/mental yang rusak, sehingga pada akhirnya nanti orang itu sadar akan perlunya mempererat hablum
minallah dan hablum minannas.
d. Memberi manfaat kepada mayit secara khusus dan ahli kubur secara umum berupa pahala dari bacaan Al-Qur’an, kalimah Thoyyibah, Istighfar, shalawat Nabi dan lain-lain.
Ketahuilah berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali-kali beliau saw melakukannya, demikian diriwayatkan dalam shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda : “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih Muslim hadits no.977 dan 1977)
Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin wal muslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yang terdahulu dan yang akan datang, dan sungguh kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976).
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh kami Insya Allah akan menyusul kalian”.
Rasul saw berbicara kepada yang mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat-mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji Tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai Rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (Shahih Muslim hadits no.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yang telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di Perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).
Berkata Imam At-Tabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkau wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat-mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang paling shahih di antara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat-riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdil Barr yang menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dengan riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya di dunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain, HR Bukhari-Muslim) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlil kubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yang hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yang mutawatir (riwayat yang sangat banyak serta saling menguatkan satu dengan yang lainnya) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yang hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
Rasul saw bertanya-tanya tentang seorang wanita yang biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka Rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka” (Shahih Muslim hadits no.956)
Abdullah bin Umar ra (putera sayidina Umar ibn Khattab.ra) bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulullah, Assalamualaika Yaa Abubakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra hadits no.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqi A-Kubra hadits no.10052)
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yang pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra hadits no.10054).
Dari A'isyah.rha sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : " Tidak di antara kalian berziarah kuburan saudaranya dan duduk disisinya, kecuali ia ( mayyit ) telah mendapatkan kesenangan (gembira) dan ia hadir (datang) untuk menjawab salamnya sampai yang berziarah berdiri (pulang) " (HR Ibnu Abi Dunya)
Dari Ibnu Abbas.ra, Rasulullah SAW bersabda ; Perumpamaan orang mati di dalam kubur seperti orang yang tenggelam di lautan menunggu pertolongan dari ibu bapaknya atau anaknya serta sahabat karibnya sehingga dapat menyelamatkan ia, dan apabila telah mendapatkan maka ia lebih senang dari pada dunia dan isinya (HR Imam Baihaqi dan Dailami)
Diriwayatkan oleh Abi Hurairah ra.. bahwa Rasulullah saw berkata : " jika seseorang melewati kuburan saudaranya dan memberi salam kepadanya, maka ia (mayyit) akan mejawab salamnya dan mengetahui siapa yang menziarahinya. Dan apabila seseorang melewati kuburan seseorang yang tidak dikenal kemudian memberi salam, maka ia ( mayyit ) akan menjawab salamnya".
Dari Ibnu Abdulbar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : " Jika seorang Muslim melewati kuburan saudaranya yang pernah dikenal di dunia, kemudian memberi salam kepadanya, maka Allah akan mengembalikan ruhnya kepadanya untuk menjawab salamnya".
Diriwatkan oleh Bukhari Muslim, pernah Rasulullah saw menyuruh mengubur orang-orang kafir yang meninggal dalam peperangan Badar di kuburan Qulaib. Kemudian beliau berdiri di muka kuburan dan memanggil nama-nama mereka satu persatu : " Wahai Fulan bin Fulan!! .. Wahai Fulan bin Fulan!!.. Apakah kamu mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada kamu? Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada ku ". Sayyidina Umar bin Khattab yang berada di samping Nabi bertanya : " Ya Rasulullah sesungguhnya kamu telah berbicara dengan orang-orang yang sudah usang (mati)". Maka Rasulullah saw pun berkata : " Demi Yang telah mengutus aku dengan kebenaran, sesungguhnya kamu tidak lebih mendengar dari mereka dengan apa yang aku katakan".
Ini semuanya merupakan nash-nash dan dalil-dalil yang menyatakan bahwa mayit itu mendengar, melihat , mengetahui dan membalas salam seseorang. Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan bahwa ahli kubur ( mayyit ) itu mendengar, melihat, mengetahui apa yang terjadi disekitarnya dan membalas salam kita seperti orang hidup. Karena mereka (ahli kubur) tidak mati. Akan tetapi mereka berpindah dari satu alam ke alam yang lain, dari alam dunia ke alam barzakh. Allah berfirman di dalam Surat al Mu’minun ayat 100 yang berbunyi :
“ Sekali lagi tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka (ahli kubur) ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan “.
Imam besar Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah dan sahabatnya pernah melewati salah satu kuburan Muslimin. Setelah memberi salam kepada ahli kubur, tiba-tiba Rasulullah berhenti di dua kuburan. Kemudian beliau berpaling kepada sahabatnya dan bersabda : "Kalian tahu bahwa kedua penghuni kuburan ini sedang diazab di dalam kubur? Mereka tidak diazab karena dosa-dosa dan kesalahan mereka yang besar. Akan tetapi mereka diazab karena dosa-dosa dan kesalahan mereka yang sepele dan kecil. Yang pertama diazab karena suka berbuat namimah (mengumpat / ceritain orang) dan yang kedua diazab karna tidak beristinja' (tidak cebok setelah hadats kecil)".
Kemudian Rasulullah saw memetik dua tangkai pohon dan ditancapkanya di kedua kuburan tersebut. Sahabat bertanya apa maksud dari yang telah dilakukan Rasulullah saw itu. Beliau bersabda : "Allah memberi keringanan azab bagi kedua penghuni kubur tersebut semasih tangkai-tangkai pohon itu basah dan belum kering. Karena tangkai-tangkai pohon tersebut beristighfar untuk penghuni kubur yang sedang diazab".
Sekarang, jika Allah memberi keringanan azab kepada ahli kubur karena istighfar sebatang pohon, istighfar seekor binatang, istighfar sebuah batu, pasir dan krikil atau benda-benda mati lainnya yang tidak berakal. Apalagi istighfar kita sebagai manusia yang berakal dan beriman kepada-Nya .
DALAM kitab Subulus Salam, Al-Imam Assona’ni.rhm telah menegaskan bahwa ziarah kubur merupakan hikmah bagi kita yang hidup, agar kita bisa mengambil i’tibar dan contoh yang baik dari saudara-saudara kita yang telah mendahului kita. Telah diterangkan dalam kitab tersebut pula bahwa ahli kubur (mayyit) mendengar, melihat, mengetahui dan membalas salam orang yang berziarah sama seperti menziarahi orang hidup.
Cukup bagi yang datang ke pemakaman diberi nama “penziarah“. Maka pasti yang diziarahi (ahli kubur) mengetahui siapa yang menziarahinya. Tidak mungkin dinamakan “penziarah“ jika yang diziarahinya tidak mengetahui siapa yang menziarahinya. Begitu pula memberi salam kepada ahli kubur. Jika ahli kubur tidak mendengar dan mengetahui siapa yang memberi salam, hal ini sama saja dengan memberi salam kepada benda jamad atau benda mati. Maka ucapan salam diberikan kepada yang hidup, berakal, dan mendengar salam yang diberikan kepadanya.
Contohnya:, dalam kitab al-Ruh, Ibnu Qayyem al-Jauziyyah.rhm meriwayatkan bahwa al-Fadhel bin Muaffaq disaat ayahnya meninggal dunia, sangat sedih sekali dan menyesalkan kematiannya. Setelah dikubur, ia selalu menziarahinya hampir setiap hari. Kemudian setelah itu mulai berkurang dan malas karena kesibukannya. Pada suatu hari dia teringat kepada ayahnya dan segera menziarahinya. Disaat ia duduk disisi kuburan ayahnya, ia tertidur dan melihat seolah-olah ayahnya bangun kembali dari kuburan dengan kafannya. Ia menangis saat melihatnya. Ayahnya berkata : “wahai anakku kenapa kamu lalai tidak menziarahiku? Al-Fadhel berkata : “ Apakah kamu mengetahui kedatanganku? ” Ayahnya pun menjawab : “ Kamu pernah datang setelah aku dikubur dan aku mendapatkan ketenangan dan sangat gembira dengan kedatanganmu begitu pula teman-temanku yang di sekitarku sangat gembira dengan kedatanganmu dan mendapatkan rahmah dengan doa-doamu”. Mulai saat itu ia tidak pernah lepas lagi untuk menziarahi ayahnya .
Pada zaman paceklik, Bisyir bin Mansur.rhm selalu datang ke kuburan muslimin dan menghadiri sholat jenazah. Di sore harinya seperti biasa dia berdiri di muka pintu kuburan dan berdoa : “Ya Allah berikan kepada mereka kegembiraan di saat mereka merasa kesepian. Ya Allah berikan kepada mereka rahmat di saat mereka merasa menyendiri. Ya Allah ampunilah dosa-dosa mereka dan terimalah amal-amal baik mereka “. Basyir berdoa di kuburan tidak lebih dari doa-doa yang tersebut diatas. Pernah satu hari, dia lupa tidak datang ke kuburan karena kesibukannya dan tidak berdoa sebagaimana ia berdoa setiap hari untuk ahli kubur.. Pada malam harinya dia bermimpi bertemu dengan semua ahli kubur yang selalu di ziarahinya. Mereka berkata : “Kami terbiasa setiap hari diberikan hadiah darimu dengan doa-doa. maka janganlah kamu putuskan doa-doa itu“.
Jika dalam berdoa ada adab-adab dan waktu-waktu yang mustajab dan diterima. Begitu pula dalam berziarah ada adab-adab dan waktu-waktu yang baik untuk berziarah. Adapun waktu yang baik dan tepat untuk berziarah adalah hari Jumat. Sebagaimana al-Imam Sofyan al-Tsauri.rhm telah diberitahukan oleh al-Dhohhak bahwa siapa yang berziarah kuburan pada hari Juma’t dan sabtu sebelum terbit matahari maka ahli kubur mengetahui kedatangannya. Hal itu karena kebesaran dan kemuliaan hari Juma’t.
Pernah Hasan al Qassab dan kawannya datang berziarah ke kuburan muslimin. Setelah mereka memberi salam kepada ahli kubur dan mendoakannya, mereka kembali pulang. Di perjalanan ia bertemu dengan salah satu temannya dan berkata kepada Hasan al-Qassab : “Ini hari adalah hari Senin. Coba kamu bersabar, karena menurut Salaf bahwa ahli kubur mengetahui kedatangan kita di hari Jumat dan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”. (lihat kitab al-Ruh)
Disebut dalam kitab al-Ruh bahwa Ibunya Utsman al Tofawi disaat datang sakaratul maut, berwasiat kepada anaknya : “Wahai anakku yang menjadi simpananku di saat datang hajatku kepadamu. Wahai anakku yang menjadi sandaranku disaat hidupku dan matiku. Wahai anakku janganlah kamu lupa padaku menziarahiku setelah wafatku“. Setelah ibunya meninggal dunia, ia selalu datang setiap hari Juma’t kekuburannya, berdoa dan beristighfar bagi arwahnya dan bagi arwah semua ahli kubur. Pernah suatu hari Utsman al Tofawi bermimpi melihat ibunya dan berkata : “Wahai anakku sesunggunya kematian itu suatu bencana yang sangat besar. Akan tetapi, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada-Nya sesungguhnya aku sekarang berada di Barzakh yang penuh dengan kenikmatan. Aku duduk di tikar permadani yang penuh dengan dengan sandaran dipan-dipan yang dibuat dari sutera halus dan sutera tebal. Demikianlah keadaanku sampai datangnya hari kebangkitan”..
Utsman al Tofawi bertanya : “ Ibu!.. Apakah kamu perlu sesuatu dari ku ? “
Ibunya pun menjawab : “Ya!..Kamu jangan putuskan apa yang kamu telah lakukan untuk menziarahiku dan berdoa bagiku. Sesungguhnya aku selalu mendapat kegembiraan dengan kedatanganmu setiap hari Juma’t. Jika kamu datang ke kuburanku semua ahli kubur menyambut kedatanganmu dengan gembira“.
Diriwayatkan dalam kitab al-Ruh, bahwa salah satu dari keluarga Asem al Jahdari pernah bermimpi melihatnya dan berkata kepadanya : “ Bukankan kamu telah meninggal dunia? Dan dimana kamu sekarang? “ Asem berkata : “ Saya berada di antara kebun-kebun sorga. Saya bersama teman-teman saya selalu berkumpul setiap malam Juma’t dan pagi hari Juma’t di tempat Abu Bakar bin Abdullah al Muzni. Di sana kita mendapatkan berita-berita tentang kamu di dunia. Kemudian saudaranya yang bermimpi bertanya : “Apakan kalian berkumpul dengan jasad-jasad kalian atau dengan ruh-ruh kalian? “ Maka mayyit itu ( Asem al-Jahdari ) berkata : “ Tidak mungkin kami berkumpul dengan jasad-jasad kami karena jasad- jasad kami telah usang. Akan tetapi kami berkumpul dengan ruh-ruh kami “.. Kemudian ditanya : “Apakah kalian mengetahui kedatangan kami ? “. Maka dijawab : “ Ya!.. Kami mengetahui kedatangan kamu pada hari Juma’t dan pagi hari Sabtu sampai terbit matahari “. Kemudan ditanya : “ Kenapa tidak semua hari-hari kamu mengetahui kedatangan kami? “. Ia (mayyit) pun menjawab : “ Ini adalah dari kebesaran dan keafdholan hari Juma’t “.
Dan masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yang mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun) lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yang mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yang berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal-hal mulia ini yang hanya akan menipu orang awam, karena hujjah-hujjah mereka Batil dan lemah.
Adab Kesopanan Berziarah Kubur
Pada saat berziarah kubur, sebaiknya kita melakukan adab kesopanan sebagai berikut :
a. Pilihlah saat-saat yang afdlol, misalnya pada hari Jum’at, pada hari raya dan lain-lain;
b. Bacalah salam ketika masuk pintu pekuburan untuk para ahli kubur secara umum dan untuk mayit yang diziarahi secara khusus;
c. Bacalah surat Yasin atau ayat Al-Qur’an yang lain, kalimah thoyyibah serta do’a semoga Allah SWT. menerima amal shalih si mayit dan mengampuni dosa-dosanya;
d. Mengambil pelajaran, bahwa kita akan mengalami seperti apa yang dialami oleh mayit yang kita ziarahi (masuk ke dalam liang kubur, berada di alam barzah sampai datang hari kiamat nanti).
Sumber : KH. Muhyiddin Abdusshomad,
Diantara dalil-dalil Sya’i tentang disunahkannya ziarah adalah sebagaimana hadist-hadist berikut.
عَنْ بَرِيْدَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِىْ زِيَارَةِ قَبْرِ اُمَّةِ فَزُوْرُوْهَا فَاِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةِ.(رواه الترمذي.٩٧٠)
“Dari Buraidah, ia berkata Rosululloh SAW bersabda “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad teah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat.
"Dari Ibnu Masud ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Aku dulu telah melarang kamu berziarah kubur maka (sekarang) berziarahlah (ke kubur). Karena ziarah kubur itu dapat menjauhkan keduniaan dan dapat pula mengingatkan alam akhirat". (HR. Ibnu Majah)
Disebut dalam kitab Kasyf As-Syubuhat, hlm 39 :
عَنْ هِشَامِ بْنِ سَاِلمِ قَالَ: عَاشَتْ فَاطِمَةَ بَعْدَ اَبِيْهَا خَمْسَةَ وَسَبْعِيْنَ يَوْمًا لمَ ْتُرَى-كََاشِرَةٌ وَلَا صَاحِكَةٌ تَأْتِى قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ فِىْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّتَيْنِ اْلاِثْنَيْنِ وَاْلخَمِيْسِ فَتَقُوْلُوْهَا هُنَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ.
Hadist dari Hisyam bin Salim:setelah 75 hari ayahnya ( Nabi Muhammad ) meninggal, Fathimah tidak lagi murung,ia selalu ziarah ke makam para Syuhada dua hari dalam seminggu, yakni setiap Senin dan Kamis, sambil berucap: disini makam Rosululloh.
Dalam Kasyf as-Syubuhat, hlm 39 disebutkan dalam hadist sebagai berikut :
وَرَوَى اَيْضًا الِتْرِمذِي وَالْحَاكِمُ فِي نَوَادِرِ اْلاُصُوْلِ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اْلغَفُوْرُِ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ عَنْ اَبِيْهِ مِنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعَرَّضَ عَلَى اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى اْلاَبَاءِ وَاْلاُمَّهَاتِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَيَفْرَحُوْنَ بِحَسَانَتِهِمْ وَتُزْدَادُ وُجُوْهُهُمْ بَيَاضًا وَاَشْرَافًا.
Sebuah hadist yang diriwayatkan Tirmidzi dan Hakim dalam kitab Nawadir al-Ushul, hadist dari Abdul Ghafur bin Abdul Aziz, dari ayahnya, dari kakaknya, dia mengatakan bahwa Rosululloh bersabda: Bahwa amal manusia itu dilaporkan kepada Alloh setiap hari Senin dan Kamis, lalu diberitahukan kepada para Nabi, kepada bapak-bapak, ibu-ibu mereka yang lebih dulu meninggal pada hari Jum’at. Mereka gembira bila melihat amal-amal baiknya, sehingga tampak wajahnya bersinar putih berseri.
Dalam kitab Kasyf as-Syubuhat as-Syaikh Mahmud Hasan Rabi hlm. 129 diterangkan tentang ziarah dan amalan-amalannya:
(قَالَ النَّوَاوِيُّ) فِىْ شَرْحِ اْلمُهَذَّبِى يُسْتَحَبُّ يَعْنِى لِزَائِرِ اْلاَمْوَاتِ اَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عُْبَاهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّفِعِيُّ وَالتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَاب
Dalam Syarh al-Muhadzdzab imam an-Nawawi berkata adalah disunahkan bagi seorang yang berziarah kepada orang mati agar membaca alat-alat Al’quran sekadarnya dan berdo’a untuknya. Keterangan ini diambil dari teks imam Syafi’I dan disepakati oleh para ulama yang lainnya.
Dalam kitab Nahjal al-Balaghah, hlm. 394-396 disebutkan sebuah hadist Nabi :
وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ قُبُوْرَ شُهَدَاءِ أُحُدٍ وَقُبُوْرَ اَهْلِ اْلبَقِيْعِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَيَدْعُوْ لَهُمْ بِمَا تَقَدَّمَ ( رواه مسلم واحمد وابن ماجه.)
Rosululloh berziarah ke makam Syuhada ( orang-orang mati sahid ) dalam perang uhud dan makam keluarga Baqi’ dia mengucapkan salam dan mendo’akan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan (HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
Disebutkan dalam kitab I’anat at-Thalibin juz II hlm.142:
فَقَدْ رَوَى اْلحَاكِمُ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ زَارَ قَبْرَ اَبَوَيْهِ اوَ ْاَحَدَهُمَا فِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً غَفَّرَ اللهُ لَهُ وَكَانَ بَارًّا بِوَالِدَيْهِ.
Hadist riwayat hakim dari Abu Hurairah Rosululloh bersabda: Siapa ziarah kemakam orang tuanya setiap hari Jum’at, Alloh pasti akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatatnya sebagai bukti baktinya kepada orang tua.
Kemudian kaitannya dengan hadist Nabi SAW yang secara tegas menyatakan perempuan berziarah kubur:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ اْلقُبُوْرِ (رواه احمد ٨٠٩٥ )
“Dari Abu Hurairah R.A bahwa sesungguhnya Rosululloh SAW melaknat wanita yang berziarah kubur.” (HR. Ahmad :8095 )
Menyikapi hadist ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik bagi laki-laki dan perempuan. Imam al-Tirmidzi menyebutkan dalam kitab as-Sunan: Sebagian ahli ilmu mengaatakan bahwa hadist itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rosulullos SAW membolehkannya laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu.” ( Sunan at-Thirmidzi :979 )
Ketika berziarah seseorang dianjurkan membaca al’quran atau lainnya,sebagaimana sabda Rosululloh SAW:
عَنْ مُعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْرَؤُوْ عَلَى مَوْتَاكُمْ “يس” (رواه ابو داود، ٢٧١٤)
Dari Ma’qilbin Yasar R.A berkata, Rosululloh SAW bersabda; Bacalah surat Yasin pada orang-orang mati diantara kamu,. “ (HR. Abu Dawud :2714 )
Dalil-dalil ini membuktikan bahwa ziarah kubur itu memang dianjurkan. Terlebih jika yang diziarahi itu adalah makam para wali dan orang saleh. Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab berziarah.ke makam para wali adalah ibadah yamg disunahkan. Demikian pula dengan perjalanan kemakam mereka.” (Al-Fatawi al-Kubra, juz II hlm. 24)
Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh telah menjadi tradisi para ulama salaf. Diantaranya adalah Imam al-Syafi’I R.A jika ada hajat, setiap hari beliau berziarah ke makam Imam Abu Hanifah. Seperftipengakuan beliau dalam rfiwayat yang shahih.
Dari Ali bin Maimun berkata” Aku mendengar imam al Syafi’i berkata” Aku selalu bertabaruk dengan Abu Hanifah dan berziarah mendatangi makamnya setiap hari. Apabila aku memiliki hajat, maka aku slat dua rakaat, lalu mendatangi makam beliau,dan aku mohon hajat itu kepada Alloh SWT disisi makamnya, sehingga tidak lama kemudian hajatku terkabul.” ( Tarikh Baghdad,juz 1, hal. 123)
Hadits Rasulullah SAW bersabda :
نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها ( أخرجه الامام مسلم في صحيحه 46-7
Artinya : “ Dahulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur sekarang ziarahlah kalian semua” ( HR: Imam Muslim ).
Dan disebutkan didalam riwayat Imam Ibnu Majah, Rasul SAW bersabda :
كنت قد نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنّها تزهد في الدّنيا وتذكركم الأخرة.
(أخرجه ابن ماجة 1-501
Artinya : “Dahulu aku melarang ziarah kubur, sekarang ziarahlah kalian semua karena sesungguhnya ziarah itu membuat kalian tidak tamak kepada dunia dan mengingatkanmu akan akhirat. (HR Ibnu Majah)
Dari hadits-hadits ini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah , dan juga para ulama’ pun ikut memberikan pendapat demikian sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu Qodamah didalam kitab Mughni Imam Ahmad bin Hanbal beliau ditanya tentang ziarah kubur apakah lebih afdol ziarah kubur atau meninggalkannya ? maka beliaupun menjawab : “ ziarah kubur lebih afdol “.
Doktor Said Muhammad Romadhon Al-Buthi semoga Allah menjaganya berkata : “sekarang ini banyak dari manusia yang mengingkari pembacaan Al-Qur’an yang pahalanya ditujukan pada orang-orang meninggal dan menganggap remeh ziarah pada orang yang telah meninggal mungkin mereka yang mengatakan seperti itu mengingkari perintah Rasulullah SAW.”
Terlebih lagi dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berziarah kepada makam Nabi Muhammad SAW karena perbuatan itu termasuk paling agungnya hal yang baik, paling mudahnya jalan untuk menuju ke derajat yang tinggi, berkata Syeikh Yusuf : “Barang siapa yang berkeyakinan tidak seperti hal ini maka dia benar-benar telah berpaling dari Allah SWT, Rasul-NYA dan kelompok ulama’ yang telah dipanuti.”
Berkata Al-Qodhiy I’yad Rakhimahullah : “Ziarah ke makam Rasul SAW itu merupakan ajaran dari ajarannya kaum muslimin yang sudah disepakati dan fadhilahnya sangatlah banyak.” Termasuk dari sunnah muakkadah menuju Madinah Almunawwarah untuk berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW dan juga ke taman dari taman surga, Nabi Muhammad SAW bersabda :
ما بين قبري ومنبري روضة من رياض الجنّة ومنبري على حوضي ( أخرجه البخاري 1196 & مسلم 3357
Artinya : “ Antara makamku dan mimbarku adalah taman dari taman surga dan mimbarku di atas telagaku.” ( HR imam Bukhori & imam Muslim )
Baginda Nabi Muhammad SAW pun bersabda :
من زار قبري وجبت له شفاعتي ( أخرجه الدار القطني 2-278
Artinya : “ Barang siapa ziarah makamku maka wajib baginya mendapat syafaatku.”
Di dalam hadits yang lain, kitab Jami’us Saghir, al-Imam Suyuthi meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda :
من زارني بالمدينة محتسبا كنت له شهيدا وشفيعا يوم القيامة ( ذكره السيوطي في الجامع الصغير 8716 ورمز لحسنه
وروي : من حجّ البيت ولم يزرني فقد جفاني
Artinya : “Barang siapa yang berziarah kepadaku di Madinah ikhlas maka aku menjadi saksi dan pemberi syafa’at kelak hari kiamat.” Diriwayatkan pula : “ Barang siapa yang berangkat ibadah haji dan tidak berziarah padaku maka dia benar-benar telah menjadikanku bangkai.”
Dan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW setelah beliau meninggal seperti ziarah kepada beliau ketika beliau hidup, hal ini berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad SAW :
من حجّ فزار قبري بعد وفاتي فكأنما زارني في حياتي ) أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “Barang siapa yang melakukan ibadah haji kemudian dia berziarah ke makamku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah padaku ketika aku hidup.” (HR Darul Quthni)
Di dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda :
من زارني بعد مماتي فكأنما زارني في حياتي ومن مات في أحد الحرمين بعث من الأمنين يوم القيامة
(أخرجه الدار قطني 2-278 )
Artinya : “ Barang siapa yang berziarah padaku setelah aku meninggal maka dia seperti berziarah kepadaku ketika aku hidup dan barang siapa yang meninggal di salah satu dari 2 tanah haram ( haram Mekkah & haram Madinah ) maka dia dibangkitkan di hari kiamat dan tergolong orang-orang yang aman.”
Adapun amal dari para sahabat di dalam berziarah diriwayatkan Sayidina Umar bin Khottob.ra ketika keluar ke masjid Nabawy dan mendapati kemudian beliau mendapati Sayidina Sahabat Mua’dz disisi makam Rasulullah SAW dan Sayidina Mua’dz.ra menangis….
Dan diriwayatkan di dalam kitab musnad Al-Firdaus, Rasulullah SAW bersabda :
” من حجّ إلى مكّة ثمّ قصدني في مسجدي كتبت له حجّتان مبرورتان “
Artinya : “Barang siapa yang hajji ke kota Makkah kemudian dia bermaksud menuju masjid ku, maka dia dicatat sebagai orang yang melakukan 2 ibadah haji yang di terima oleh Allah SWT.”
Dari hadits-hadits Nabawiyyah & perkataan ulama’ yang telah kita baca maka ziarah kubur hukumnya adalah sunnah dan sangat dianjurkan oleh syariat akan tetapi bagi kaum hawa diperbolehkan untuk berziarah dengan syarat aman dari fitnah yang bisa mengundang adanya kemaksiatan dari segi berpakaian dsb dan ditambah bagi yang sudah bersuami harus mendapat izin suaminya terlebih dahulu.
Di dalam Islam, ziarah kubur merupakan bagian dari kegiatan keagamaan. Ziarah kubur, terutama ke makam para Nabi dan orang-orang saleh memiliki banyak keutamaan dan juga membawa pengaruh yang baik bagi ruhani para peziarah.
Melihat kompleks pemakaman yang sunyi senyap, gundukan tanah di atasnya dan batu nisan yang tersusun rapi, akan membuat hati yang keras menjadi lembut dan tergerak untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Demikian itulah memang salah satu tujuan dan hikmah ziarah kubur yang disyariatkan oleh Islam. Imam Qurthubi.rhm (Abu 'Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi) seorang mufassir (ahli Tafsir) besar, di dalam tafsirnya Al Jami’ Li Ahkamil Quran, juz.20, Darul Ihyait Turatsil 'Arabi, hal 171. menyebutkan:
Para ulama menyebutkan bahwa barang siapa ingin mengobati penyakit hatinya dan menundukkan nafsunya dengan belenggu ketaatan kepada Allah, maka hendaknya dia banyak mengingat kematian —yang dapat menghancurkan aneka kenikmatan, menceraiberaikan berbagai perkumpulan dan membuat anak lelaki maupun wanita menjadi yatim menyaksikan orang-orang yang akan meninggal dunia (sekarat) dan menziarahi kubur kaum Muslimin.
Tarikh Baghdad, Karya al Imam al Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Ali; yang lebih dikenal dengan al Khathib al Baghdadi (w 463 H) menerangkan bahwa Imam Syafi’i pun berziarah ke Makam Imam Abu Hanifah, bahkan bertawassul kepadanya.
— dengan sanadnya —- berkata: Aku mendengar Imam asy Syafi’i berkata: Sesungguhnya saya benar-benar melakukan tabarruk (mencari berkah) kepada Imam Abu Hanifah, aku mendatangi makamnya setiap hari untuk ziarah, jika ada suatu masalah yang menimpaku maka aku shalat dua raka’at dan aku mendatangi makam Imam Abu Hanifah, aku meminta kepada Allah agar terselesaikan urusanku di samping makam beliau, hingga tidak jauh setelah itu maka keinginanku telah dikabulkan”.
Disebutkan bahwa di sana (komplek makam Imam Abu Hanifah) terdapat makam salah seorang anak Sahabat Ali bin Abi Thalib, dan banyak orang menziarahinya untuk mendapatkan berkah di sana.
Imam Ibrahim al Harbi berkata: “Makam Imam Ma’ruf al Karkhi adalah obat yang mujarab”.
Dalam beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa di komplek pemakaman tempat Imam Abu Hanifah dikuburkan (Kufah) terdapat salah salah seorang anak cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib yang sering dijadikan tempat ziarah dan mencari berkah oleh orang-orang Islam.
Sayidina Al-Imam Quthbil Kabir Sayid Ali bin Abu Bakar as-Sakran.rhm didalam kitab Ma’arijul Hidayah, hal 37-38 menjelaskan tentang cara berziarah para Wali Allah dan manfaatnya ;
Imam Nawawi.rhm berkata, "Kita dianjurkan untuk banyak membaca ayat-ayat Al-Quran, dzikir dan doa bagi orang-orang yang berada di kubur tersebut dan bagi semua muslim yang telah meninggal dunia. Kita juga dianjurkan untuk sering berziarah dan berhenti di kubur orang-orang yang saleh dan mulia."
Imam Fakhrur Rozi rhm—Setelah berbicara tentang cara memperoleh manfaat dari ziarah kubur berdasarkan dalil-dalil aqli—berkata, "Sesungguhnya ketika seseorang pergi ke kubur manusia yang kuat (imannya) dan sempurna hatinya, serta berdiri sejenak di depan makamnya, maka dia akan memperoleh kesan yang membekas dalam dirinya. Peziarah tersebut akan memiliki ikatan dengan yang diziarahi dan sebaliknya.
Pada saat itulah jiwa kedua makhluk itu bertemu. Kedua jiwa itu seperti cermin yang kilap dan saling berhadapan, sehingga sinar cermin yang satu akan diterima dan dipantulkan oleh cermin yang lain.
Semua pengetahuan, ilmu, akhlak mulia, kekhusyukan dan keridhaan peziarah kepada ketentuan Allah akan menjadi cahaya yang memantul dan diterima oleh ruh yang diziarahi. Dan semua ilmu dan perilaku mulia yang diziarahi akan menjadi cahaya yang memantul dan diterima oleh ruh peziarah sebagai sebuah cahaya.
Dengan cara seperti inilah sebuah ziarah dapat memberikan manfaat yang sangat besar dan kesenangan yang luar biasa bagi ruh peziarah dan yang diziarahi.
Dan inilah sebab utama disyariatkannya ziarah. Di samping manfaat di atas, peziarah juga akan mendapatkan berbagai manfaat tersirat lainnya. Dan yang mengetahui berbagai hakikat secara sempurna hanyalah Allah."
Al-Imam Abdullah bin Alwy al-Haddad.rhm didalam kitabnya “Sabilul Adzkar” menyebutkan
Dan di antara yang memberi manfaat Allah dengannya bagi si mati di dalam kuburnya dan yang menolak azab kubur daripada si mati ialah doa, istighfar dan sedekah bagi si mati (yakni atas nama si mati atau buat si mati). Dan perkara ini telah banyak warid datangnya dalam berbagai khabar/hadis dan atsar serta telah dilihat dalam banyak mimpi-mimpi yang baik oleh orang-orang sholih dan baik.
Dalam sebuah hadits dinyatakan:- “Bahawasanya Sa`ad bin ‘Ubaadah r.a. berkata kepada Junjungan Rasulullah s.a.w.: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dalam keadaan mengejut, dan jika sekiranya dia sempat bercakap nescaya dia akan bersedekah (yakni dia akan menyuruh untuk bersedekah), maka adakah bermanfaat baginya jika aku bersedekah bagi pihaknya ?” Junjungan s.a.w. bersabda: “Ya.” Maka Sa`ad pun menggali sebuah telaga dan berkata:- “(Telaga) ini buat ibu Sa`ad (yakni disedekahkan atas nama ibunya).”
Dan telah berkata seseorang kepada Junjungan s.a.w.:- “Wahai RasulAllah, bahawasanya telah meninggal kedua ibubapaku, maka adakah tinggal sesuatu (amalan) yang boleh aku baktikan buat keduanya ?” Junjungan s.a.w. menjawab: ” Empat amalan:- (1) berdoa buat keduanya; (2) istighfar buat keduanya; (3) menunaikan janji yang telah dibuat oleh mereka sewaktu hidup; dan (4) menghubung silatur rahim yang tidak tersambung melainkan dengan perantaraan kedua mereka.”
Dan telah diriwayatkan bahawa Junjungan s.a.w. bersabda:- “Jika sekiranya tidak ada orang hidup nescaya binasalah orang mati,” iaitu jika tidak sampai kepada si mati akan doa, istighfar dan permohonan rahmat daripada orang hidup kepada mereka.
Dan Junjungan s.a.w. bersabda: “Umatku adalah umat yang dirahmati, mereka masuk ke dalam kubur dengan membawa dosa seumpama gunung, tetapi keluar dari kubur dalam keadaan telah diampuni dosa-dosa tersebut dengan sebab istighfar orang-orang yang hidup buat orang-orang yang mati.”
Dan diriwayatkan bahawasanya hadia-hadiah orang-orang hidup kepada orang-orang mati yang berupa sedekah-sedekah, doa-doa dan bacaan-bacaan al-Qur`an datang kepada mereka dibawa oleh para malaikat dalam talam-talam daripada cahaya yang ditudung dengan kain sutera syurga dan para malaikat berkata kepada si mati (yang ditujukan hadiah tersebut): ” Inilah hadiah yang dikirim kepada mu oleh si polan,” maka si penerima tersebut akan berasa gembira dan bersukacita dengan hadiah tersebut.
Guru kita yang mulia al-Walid Abah, al-Arifbillah Mawlana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Ba’alawy, Ra’is Am (Ketua Umum) Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah, dari berbagai penjelasan beliau yang di muat dalam majalah al-Kisah pada rubrik konsultasi spiritual menjelaskan ;
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Doa para alim ulama dalam ziarah kubur pasti ada dasar-dasarnya. Ketakutan seorang ulama itu kepada Allah (Swt) sangat tinggi. Jadi mereka tidak mau berbuat sesuatu yang mengada-ada, yang tidak ada dasarnya, yang mengundang pertanggungjawaban di hari Kemudian.
Contoh, mengambil sepotong ayat,
tA$s%ur N6/u‘ ’TqãŠ$# =ftG™r& 3s9 b) šúï$# tbrŽ93tG¡o„ `tã ’AyŠ$t6ã tbq=z‰u‹y™ tLèygy_ šúïz#yŠ ÇÏÉÈ
60. dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
(QS AI-Mukmin: 60).
Lalu bab perintah ziarah kubur dalam Hadist, "Dahulu aku melarang kamu ziarah kubur, sekarang berziarahlah." Namun banyak orang yang mamotong Hadist ini, dan tidak dilanjutkan, jadi bunyinya hanya, "Aku telah melarang kamu berziarah kubur." Kalau tidak dilanjutkan, akan mengundang pertanyaan. Karena, dalam uslub (tata Bahasa) dalam kalimat yang didahului dengan kata kerja madhi' (past tense, kata kerja lampau), kalau kata kerja lampau itu diucapkan, selalu mengundang pertanyaan: Lalu sekarang bagaimana?
"Dulu aku melarang kamu berziarah kubur", mestinya orang bertanya, sekarang bagaimana. Di sini, Hadist itu diianjutkan oleh Rasulullah, "sekarang berziarahlah."
Tujuan orang berziarah, pertama, mengingatkan kembali kepada kita bahwa setiap manusia akan kembali kepada Allah. Kedua, mengingatkan kita, apa yang harus kita bawa (bekal) ketika keluar dari dunia yang fana ini. Ketiga, dzikr al-maut bertujuan untuk membangkitkan amal saleh, bukan untuk memupuk rasa takut mati, tapi takut kalau mati dalam keadaan yang buruk.
Berziarah kubur akan mendorong kita mengubah sikap serta amal yang tidak baik. Adapun doa-doa ziarah kubur, karena ada perintah dari Allah "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan", sangat luas. Kita bisa minta kepada Allah dengan perantaraan bacaan surah Al-Fatihah. Atau dengan lantaran bacaan Al-Qur'an yang lain. Dan pahala bacaan. Al-Qur'an itu kita hadiahkan kepada para ulama yang kita cintai.
Siapakah yang mengatakan doa seperti ini tidak sampai kepada Allah (Swt)? Kita tidak bisa mengklaim suatu doa itu sampai atau tidak kepada Allah, yang bisa mengetahui hanya Allah.
Apalagi tentang mendoakan orang lain, shalat lima waktu kita saja kita tidak tahu, apakah diterima Allah atau tidak. Itu hak Allah SWT. Jadi, perlu diingat, tidak ada satu tindakan pun yang dilakukan para wali maupun ulama yang saleh akan menyimpang dari keteladan Nabi dan para sahabat.
Bacaan,"Salamullah ya sadah" merupakan bagian dari ajaran Rasulullah (saw). Rasulullah kalau berziarah kubur mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum, ya ahlul kubur, wal mukminin wal mukminat." Ada lagi Hadist, "Ya daril kaumul mukminin". Artinya, kalau Rasulullah memberikan salam kepada ahli kubur, berarti ahli kubur itu mendengar apa yang diucapkan Rasulullah. Bahkan telapak sandalnya saja mereka mendengar. Para ahli kubur mendengar setiap telapak kaki yang masuk ke kuburan. Apalagi orang membaca doa. Apalagi orang membaca AI-Qur'an. Apalagi orang membaca tahlil. Dari situlah, ungkapan "Assalamu'alaikum, ya darul mukminin" di dalamnya diteruskan oleh para alim ulama, "Salamullah, ya sadah minar-rahman yaghsyakum, ibadallah ji'nakum, qashadnakum thalabnakum". Itulah di antaranya luasnya doa ziarah kubur yang artinya, Semoga Allah memberikan keselamatan, wahai orang yang mulia, (keselamatan) dari Yang Maha Pengasih. Itu semua merupakan doa, permintaan kepada Allah Ta’ala, untuk siapa yang diziarahi, yaitu orang-orang yang dekat kepada Allah SWT.
Seperti kita mengucapkan kalimat "Assalamu'alaika ayyuhan nabiyyu warrahmatullahi wabaraktuh, assalamu'alaina wa'ala ‘ibadillahish-shalihin”.
"Assalamu'alaina" di sini memiliki arti yang luas. Sebab di sini lafalnya jamak. Namun secara terperinci sudah merangkum semuanya, dan diucapkan lagi oleh Baginda Nabi, karena cintanya Rasulullah kepada para salihin. Sedang di dalam kalimat tersebut, para salihin sudah termasuk di dalamnya. Seperti ketika shalat, kita senantiasa mengucapkan "Ihdinash-shirathal mustaqim, atau "tunjukkanlah kami jalan yang lurus." Di sini lafal tersebut menggunakan kata "kami", bukan "saya", untuk menunjukkan bahwa subjeknya umat Islam secara umum.
Perlu diketahui, barakah itu mutlak milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ngalap berkah kepada orang-orang yang dekat kepada Allah (Swt), maksudnya ngalap berkah kepada orang-orang yang telah mendapatkan barakah dari Allah, sehingga hidupnya bermanfaat, banyak amalnya. Karena itulah, selain hidupnya barakah, ilmu yang diajarkan juga membawa barakah. Terbukti dengan banyaknya murid yang mengikuti jejaknya, dan murid itu pun mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya, dan seterusnya.
Kalau berziarah kepada awliya, para wali, jangan lupa, yang utama adalah belajar mengoreksi diri atau introspeksi diri sendiri. Pertama, kita patut merenung tentang pemilik makam yang kita ziarahi. Meski sudah dikubur, beliau tetap mendapat kehormatan dari keluarga, para murid, serta umat Islam, dikunjungi dan didoakan. Kedua, kita harus ingat, ketika melihat makam tersebut, kita juga sadar bahwa nantinya kita pun akan menemui ajal, sebagaimana pemilik makam tersebut. Jadi, yang terpenting adalah, apakah kita sudah menyiapkan bekal untuk menuju alam akhirat. Dan, apakah bekal kita sudah cukup untuk menghadapi pertanyaan malaikat serta timbangan amal di akhirat nanti.
Ketika di makam itu, bacalah Al-Qur'an, dzikrullah, dan shalawat. Pahala-pahala bacaan itu semoga menjadi penyebab turunnya rahmat dari Allah (Swt). Diharapkan, pahala bacaan itu akan menambah pahala kepada orang yang diziarahi, dan nantinya akan mengalirkan pahala kepada yang menziarahinya. itulah di antaranya hikmah yang dapat kita petik dari ngalap berkah di makam para wali.
Berziarah akan membuat kita sadar betapa kehidupan di dunia ini tidak akan kekal. Semua yang bernyawa pasti akan kembali ke haribaan Allah. Ini yang disebut dzikrul maut, atau mengingat mati yang akan mempertebal iman dan mencegah diri dari maksiat.
Sedang berziarah ke makam awliya' adalah wujud kecintaan kita terhadap orang-orang yang alim, shalih, dan banyak berjasa dalam menegakkan dakwah.
Bagi yang meyakini, boleh-boleh saja berziarah wali dengan hitungan, seperti halnya membaca wirid dengan hitungan tertentu. Tetapi, tidak ada aturan bilangan dalam berziarah.
Lalu mengapa kita sebaiknya memperbanyak berziarah ke makam awliya; bukan makam orang Islam biasa atau masyarakat awam? Yang paling mudah jawabannya adalah agar kita bisa lebih mawas diri dan merasa malu kepada mereka, serta mengamalkan, banyak keteladanan dari mereka.
Betapa tidak Para awliya' (kekasih Allah) yang sudah lama meninggal saja masih sangat dicintai Allah dan hamba-hamba-Nya, terbukti dari masih banyaknya orang yang mau menziarahinya. Bukan hanya itu, keberkahan Allah untuk sang wali juga terlihat dari masih terus mengalirnya keberkahan kepada orang banyak yang tinggal atau berjualan di sekitar komplek pemakaman, misalnya.
Yang juga tak kalah menarik untuk diambil pelajaran adalah aktivitas peziarah. Begitu masuk kompleks makam, mereka langsung duduk dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran, dzikir, tahlil dan doa. Secara tidak langsung mereka yang sudah meninggal saja masih berdakwah atau mengajak banyak orang yang masih hidup untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dari situ kita bisa merenungi diri bagaimana dengan kita? Kita yang masih hidup berdakwah atau mengajak satu-dua orang lain untuk beribadah saja susahnya setengah mati.
Kita juga patut bertanya kepada kita sendiri akan seperti apakah keadaan kita kelak setelah meninggal dunia? Adakah orang yang mau beziarah ke makam kita dan mendoakan kita? Atau, lebih pedih lagi, jangan-jangan karena banyaknya dosa kita, sekedar mengingat nama kita pun orang-orang sudah tak mau lagi.
Sekali lagi, inilah fungsi utama berziarah. Dzikrul maut atau mengingat mati insya Allah akan mempertebal iman kita, serta menambah kecintaan kita kepada Allah, rasul-Nya, dan para awliya' kekasih-Nya. Berziarah kubur waliyullah dengan i'tiqad yang benar juga akan menambah kedalaman pengetahuan agama dan aqidah kita.
Rasulullah (saw) sering berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mutawatir, "Allahuma inni as'aluka bihaqqissa'ilin," atau artinya, “Ya Allah, aku mohon kepadamu dengan haknya orang-orang yang ahli meminta kepadamu. Ini termasuk kalimat tawassul.
Satuan Bahasa "Ihdina" (Tunjukkanlah kepada kami) juga bisa mengandung tawassul, karena kalimat itu tidak menunjukkan satu orang, tetapi juga termasuk orang yang telah mati, orang yang sedang sakit, atau orang yang tengah sekarat. Kalau arti "lhdina" ini diperluas, ia bermakna "agar semua kaum muslimin yang telah meninggal mendapatkan jalan yang lurus (baik), sedang yang masih hidup mendapatkan jalan kebaikan". Dalam kalimat yang didahului “ihdina" juga bisa termasuk kaum muslimin maupun muslimat, mukminin ataupun mukminat.
Pada zaman Nabi Musa, ketika terjadi peperangan, ada pengikut beliau yang bertawassul dengan Tabut (kotak wasiat). Di dalam tabut itu ternyata ada pakaian-pakaian para nabi zaman dahulu. Tabut tersebut bekas kotak penyimpanan barang-barang milik para nabi, seperti tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dan serpihan Taurat yang robek ketika diletakkan oleh Nabi Musa.
Setiap Bani Israel membawa tabut. Bani Isreal selalu memenangkan pertempuran dengan orang-orang yang memeranyi mereka. Inilah yang dipakai bangsa Israel untuk bertawassul.
Tawassul itu menunjukkan kerendahan hati seseorang. Ini dilakukan orang yang banyak amalnya tapi menganggap amalnya di sisi Allah masih kurang dan masih banyak dosanya. Tawassul itu mendidik kita menghilangkan sifat egois. Meski kita banyak amalnya, kita tetap menggandeng orang yang saleh di sisi-Nya. Bukan kita minta kepada orang tersebut, tetapi kita tetap minta kepada Allah dengan ditemani orang saleh itu.
Mari kita kembali kepada ajaran para ulama kita. Mengapa mereka menyandang sebutan "al-mukhlisun", orang-orang yang ikhlas? Mereka mampu mengamalkan perbuatan yang saleh tetapi tidak membanggakan diri bahwa apa yang dilakukan itu adalah perbuatan saleh, sebab apa yang mereka lakukan semata-mata karena anugerah Allah.
Kewajiban lainnya adalah mereka itu "abdullah", hamba Allah, sehingga semata-mata mengabdi kepada-Nya. Dari sinilah kita berangkat belajar ikhlas. Selanjutnya, kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri kita jangan sering kita lalaikan. Kita harus introspeksi atau muhasabbah. Semua itu yang menyempurnakan adalah Allah. Tanpa petunjuk dan fadhilah-Nya, apa yang dilakukan manusia tidak ada artinya.
Kita bisa memiliki sesuatu karena kita diberi oleh Allah. Karena itulah, apa yang kita miliki kita kembalikan kepadaNya, sebagai Yang Maha Pemberi. Kita perbanyak menggapai pahala dari Allah, semata-mata karena sifat ikhlas kita kepada Allah.
Matholib ulinnuha kitab fiqh, juz 5 hal 2, tentang: ziarah kubur dan hadiah pahala.
( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )
قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .
وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .
( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .
(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)
al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu’awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur’an.
Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu’ :” barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali, kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia akan di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.
dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :”barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur, kemudian dia mengatakan : aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan, maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi Allah kelak.
dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu’ : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum’ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya (HR. Abu Syaikh).
(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa’at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.
Syarah Muntahal Irodat (Kitab Fiqh Madzhab Hanbali) Juz 3 Hal 9, tentang ziarah kubur.
( (وَسُنَّ ) لِزَائِرِ مَيِّتٍ فِعْلُ ( مَا يُخَفِّفُ عَنْهُ وَلَوْ بِجَعْلِ جَرِيدَةٍ رَطْبَةٍ فِي الْقَبْرِ ) لِلْخَبَرِ ، وَأَوْصَى بِهِ بُرَيْدَةَ ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ .
… ( وَ ) لَوْ ( بِذِكْرٍ وَقِرَاءَةٍ عِنْدَهُ ) أَيْ الْقَبْرِ لِخَبَرِ الْجَرِيدَةِ لِأَنَّهُ إذَا رُجِيَ التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِهَا فَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .
وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يس غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ فِي فَضَائِلِ الْقُرْآنِ ( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( ثَوَابَهَا لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ حَصَلَ ) ثَوَابُهَا ( لَهُ وَلَوْ جَهِلَهُ ) أَيْ الثَّوَابَ ( الْجَاعِلُ ) لِأَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ كَالدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَوَاجِبٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ وَصَدَقَةُ التَّطَوُّعِ إجْمَاعًا وَكَذَا الْعِتْقُ وَحَجُّ التَّطَوُّعِ وَالْقِرَاءَةُ وَالصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ .
قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .
وَمِنْهَا مَا رَوَى أَحْمَدُ { أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَبُوك فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْت أَوْ تَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ } رَوَى أَبُو حَفْصٍ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ” “
أَنَّهُمَا كَانَا يُعْتِقَانِ عَنْ عَلِيٍّ بَعْدَ مَوْتِهِ ” وَأَعْتَقَتْ عَائِشَةُ عَنْ أَخِيهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدَ مَوْتِهِ ، ذَكَرَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ .
artinya: dan “disunnahkan” bagi orang yang berziarah kepada mayit untuk berbuat sesuatu yang meringankan beban mayit tersebut,meskipun dengan meletakkan pelepah kurma yang basah diatas kuburan –karena ada al khobar (hadits)dan buraidah ra berwashiyat dengan demikian sesuai riwayat al Bukhori, juga dengan “dzikir” dan bacaan al Qur’an di samping kuburan tersebut dikarenakan apabila dengan pelepah kurma tersebut dapat diharap dengan tasbihnya maka lebih-lebih dengan bacaan al Qur’an.
dari Ibni Umar ra bahwasanya beliau menyenangi apabila mayit dikubur untuk dibacakan dengan pembukaan dan akhir surat al Baqoroh demikian riwayat Allalka’ie. dan riwayat tersebut diperkuat dengan keumuman hadits (bacalah Yasin untuk orang mati kalian)
dari siti Aisyah ra dari sayyidina Abu bakar ra dalam hadits marfu’ dikatakan : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap hari jum’at atau salah satu dari mereka ,kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah huruf atau ayat surat tersebut. (HR Abu Syaikh di fadhail al qur’an.)
dan seiap qurbah (ibadah) yang dilakukan seorang muslim kemudian dia jadikan pahalanya sebagai hadiah bagi muslim lain baik hidup maupun sudah mati maka hal tersebut dapat dilakukan meskipun ia tidak tahu,sebab allah swt mengetahuinya seperti halnya do’a dan istighfar,ibadah yg bisa digantikan,shodaqoh sesuai ijmak para ulama begitu juga memerdekakan budak,haji sunnah,bacaan qur’an,sholat dan puasa.
Imam Ahmad berkata :dapat sampai kepada mayit segala kebaikan seperti shodaqoh,sholat atau yang lainnya karena beberapa hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa : Umar bin khoththob ra bertanya kepada Nabi saw lalu Nabi saw menjawab : adapun ayahmu bila ia mengakui ke Esaan Allah,kemudian kau berpuasa dan bersedekah untuknya maka hal itu akan memberi manfa’at baginya.
Abu Hafash meriwayatkan dari al Hasan dan al Husain bahwa mereka berdua memerdekakan budak untuk ayahnya Ali bin Abi thalib ra setelai ia meninggal dunia. dan Aisyah ra memerdekakan budak untuk saudaranya Abdurrahman setelah ia meninggal dunia,sebagaimana yang dikatakan Ibnul Mundzir
pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :
[ محمد بن عبدالوهاب ]
ذكر محمد بن عبد الوهاب في كتابه أحكام تمني الموت [ ص75 ] مايفيد وصول ثواب الأعمال من الأحياء إلى الأموات ومن ضمنها قراءة القران للأموات حيث ذكر:
((وأخرج سعد الزنجاني عن أبي هريرة مرفوعا من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله أحد والهاكم التكاثر ثم قال أني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له إلى الله تعالى
وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسنده عن أنس مرفوعا من دخل المقابر فقرأ يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسنات
انتهى
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya “ahkam tamannil al maut ” halaman 75: mengatakan apa yang memberi pengertian bahwa bisa sampainya pahala amal ibadah dari orang hidup untuk orang-orang mati termasuk dengan bacaan al qur’an, ketika dia mengatakan dalam kitab tersebut:
“sa’ad azzanjani meriwayatkan hadits dari abu huroiroh ra dengan hadits marfu’: barang siapa memasuki pekuburan kemudian membaca fatihah, qul huwallohu ahad, alha kum attakatsur kemudian dia berkata : Ya Allah aku menjadikan pahala bacaan kalammu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min, maka ahli kubur itu akan menjadi penolongnya nanti dihadapan Allah swt…..
Abdul Aziz Shahib al Khollal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’…
Nabi saw bersabda: barangsiapa yang memasuki pekuburan kemudian dia membaca Yasin maka Allah akan meringankan siksaan mereka, dan dia akan mendapatkan pahala ahli kubur tersebut……
selesai
Mari Kita Telaah Kitab Ar-Ruh Hal 11 Karangan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah
اخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة
فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقa ابر فأصابنا من روح ذلك
أو غفر لنا أو نحو ذلك
Al Hasan bin al Haitsam memberi khabar, dia berkata aku mendengar Abu Bakar bin al Athrusy ibn binti Abi Nashor al Tammar dia berkata:
“ada seorang laki-laki mendatangi kuburan ibunya pada hari jum’at kemudian dia membacakan surat yasin,selang beberapa hari lagi dia datang berziarah dan membaca yasin pula…laki-laki itu berkata: ya Alloh, kalau engkau sudi membagikan pahala surat ini,maka bagikanlah pahalanya untuk seluruh ahli kubur ini….”
kemudian jum’at berikutnyapun tiba…..namun tiba-tiba ada wanita tidak dikenal bertanya kepada dia :”engkaukah fulan bin fulanah……..? dia menjawab: ia betul….si wanita tadi berkata: sungguh aku mempunyai anak wanita yang sudah meninggal….kemudian aku bermimpi dia sedang duduk disamping kuburannya dengan senang….maka aku bertanya: apa yang membuatmu duduk-duduk di sini seperti ini….???
dia menjawab: sungguh ada seorang pria si fulan bin fulanah yang berziarah di kuburan ibunya dengan membaca surat yasin dan memohon pahalanya di bagikan untuk seluruh ahli kubur….sehingga aku kebagian anugerah bacaan tersebut atau Allah mengampuni kami atau semacamnya….
Imam Al Allamah Ibnu Qudamah Al-Hanbali Al-Maqdisy dan bepergian untuk ziarah kubur
قال ابن قدامة في المغني
( فَصْلٌ : فَإِنْ سَافَرَ لِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالْمَشَاهِدِ .
… فَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : لَا يُبَاحُ لَهُ التَّرَخُّصُ ؛ لِأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ السَّفَرِ إلَيْهَا ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ } .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَالصَّحِيحُ إبَاحَتُهُ ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ فِيهِ ؛ لَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا ، وَكَانَ يَزُورُ الْقُبُورَ ، وَقَالَ : { زُورُوهَا تُذَكِّرْكُمْ الْآخِرَةَ } .
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ ” فَيُحْمَلُ عَلَى نَفْيِ التَّفْضِيلِ ، لَا عَلَى التَّحْرِيمِ ، وَلَيْسَتْ الْفَضِيلَةُ شَرْطًا فِي إبَاحَةِ الْقَصْرِ ، فَلَا يَضُرُّ انْتِفَاؤُهَا “”".
وقال:”"
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ الدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ الَّتِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالشُّهَدَاءُ ؛ لِتَنَالَهُ بَرَكَتُهُمْ ، وَكَذَلِكَ فِي الْبِقَاعِ الشَّرِيفَةِ .
وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ بِإِسْنَادِهِمَا { أَنَّ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلَامُ – لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُدْنِيَهُ إلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
Ibnu Qudamah al Hanbali berkata di kitab al Mughni:
(fashal) maka apabila seseorang bepergian untuk menziarahi kuburan dan masyahid, ibnu Aqil berkata:ia tidak beroleh rukhshoh(mengqoshor & menjama’ shalat) karena bepergian tersebut dilarang Nabi saw bersabda:(tidak dipersiapkan bepergian kecuali ke 3 masjid) muttafaq ‘alaih.
Yang benar (shohieh) adalah diperbolehkannya dan ia boleh mengqoshor shalat itu karena Nabi saw seringkali mendatangi Quba’ dengan berjalan kaki dan naik kendaraan dan seringkali berziarah kubur, Nabi Saw bersabda:”berziarah ke kuburan, karena mengingatkan kalian akan akhirat.
Adapun hadits Nabi saw tadi adalah bukan larangan tetapi sedang menerangkan fadhilah(keutamaan masjid yang tiga)dan fadhilah atas sesuatu itu tidak menjadi syarat atas kebolehan dari mengqoshor shalat. Maka tidak ada fadhilah pun boleh mengqoshor.
Ibnu Qudamah berkata:
(Fashal) dan disunnahkan untuk dikubur di tempat yang terdapat orang-orang sholeh dan para syuhada’ supaya mendapat barokah mereka, juga di tempat-tempat mulia karena telah diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim bahwasanya: Nabi Musa As ketika akan meninggal beliau memohon kepada Allah swt untuk dikubur didekatkan dengan tanah suci sepelempar batu…….Nabi saw bersabda:”kalau saya ada di sana maka kalian akan saya tunjukkan (kuburannya) di dekat bukit merah.
Tujuan Berziarah Kubur
Sebagaimana telah dimaklumi, setiap orang yang melakukan ziarah kubur pasti memiliki maksud dan tujuan. Terkadang ziarah kubur dilakukan agar ingat akan akhirat, maka itu disunnahkan. Hadits di atas menunjukkan hal tersebut.
Ada pula orang yang berziarah dengan tujuan untuk mendoakan penghuni kubur. Ini juga disunnahkan, karena, ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, "Sesungguhnya Nabi SAW datang ke kubur, lalu beliau mengucapkan, Assallamu 'alaikum dara qaumin mu'minin, wa inna insya allahu bikum lahiqun (Kesejahteraan semoga terlimpah kepada kalian, penghuni negeri kaum mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian)'."
Terkadang orang melakukan ziarah kubur karena ingin mengambil berkah dari ahli kubur, seperti pada kubur para nabi, wali, ulama, dan orang-orang shalih. Itu juga dibolehkan, bahkan sesuatu yang baik. Imam Al-Ghazali.rhm mengatakan, "Tiap-tiap orang yang dapat diambil keberkahannya pada masa hidupnya, boleh pula diambil keberkahannya sesudah matinya dengan menziarahinya, dan boleh pula melakukan perjalanan yang sulit untuk tujuan ini."
Ada pula ziarah kubur yang dilakukan karena ingin menunaikan hak ahli kubur. Ini pun boleh dilakukan. Dalam sebuah hadits dikatakan, "Nabi SAW bersabda, `Sesuatu yang paling disenangi oleh mayit di dalam kuburnya adalah apabila ia diziarahi oleh orang yang mencintainya di masa hidupnya di dunia'."
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al- Hakim dari Abu Hurairah dikatakan, "Barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari Jum'at satu kali, niscaya Allah ampuni ia atas dosanya dan ia tergolong orang yang berbakti kepada orang tuanya." Menjadi orang yang berbakti kepada orang tua adalah sesuatu yang sangat penting, sehingga dalam suatu hadits disebutkan, "Berbaktilah kalian kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian."
Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur bagi laki-laki adalah sunnah yang dianjurkan. Ziarah kubur pernah dilarang di masa permulaan Islam, tapi kemudian larangan ini dihapus berdasarkan sabda Rasulullah SAW dan perbuatan beliau.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) hendaknya kalian berziarah kubur.” – Disampaikan oleh Muslim (977) dan lainnya.
Pada satu riwayat terdapat tambahan redaksi, “Sesungguhnya ziarah kubur memperlembut hati, membuat air mata bercucuran, dan mengingatkan pada akhirat.” – Tambahan ini disampaikan oleh Ahmad (3: 237), Abu Ya’la (6: 371), Al-Hakim (2: 532), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (4: 77) dan Asy-Syu’ab (7: 15).
Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW keluar menuju Pemakaman Baqi’. Di sana beliau mengucapkan, “Keselamatan bagimu di persemayaman kaum mukminin. Sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah, ampunilah penghuni Baqi’ Al-Gharqad.” – Disampaikan oleh Muslim (974).
Para ulama, semoga Allah merahmati mereka, mengatakan, ziarah kubur merupakan kebiasaan Nabi SAW, dan sahabat-sahabat beliau pun melakukan ziarah kubur saat beliau masih hidup. Nabi SAW juga mengajari mereka tata cara ziarah kubur.
Umat sepakat, ziarah kubur merupakan ritus yang dianjurkan untuk mendapatkan penyadaran dan pelajaran. Ziarah kubur tetap merupakan ketentuan yang dianjurkan di berbagai wilayah dan negeri.
Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa hukum ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya sunat secara mutlak, baik yang diziarahi itu kuburnya orang Islam biasa, kuburnya para wali, orang shalih atau kuburnya Nabi.
Sedangkan hukum ziarah kubur bagi kaum perempuan yang telah mendapat izin dari suaminya atau walinya, para ulama mantafsil sebagai berikut :
1. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya Nabi, wali, ulama dan orang shalih, maka hukumnya sunat;
2. Jika ziarahnya tidak menimbulkan hal yang terlarang dan yang diziarahi itu kuburnya orang biasa, maka sebagian ulama mengatakan boleh, sebagian lagi mengatakan makruh.
3. Jika ziarahnya menimbulkan hal yang terlarang, maka hukumnya haram.
Dasar Hukum Ziarah Kubur
a. Had its Nabi SAW.
كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزورها فإنها ترق القلب وتدمع العين وتذكر الآخرة، ولا تقولوا هجرا. [رواه الحاكم]
Artinya :
“Aku (Nabi) dulu melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang berziarahkuburlah kamu, karena ziarah kubur itu bisa melunakkan hati, bisa menjadikan air mata bercucuran dan mengingatkan adanya alam akhirat, dan janganlah kamu berkata buruk”. (HR. Hakim)
b. Hadits Nabi SAW.
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان النبي صلى الله عليه وسلم كلما كانت ليلتها يخرج من آخر الليل إلى البقيع فيقول : السلام عليكم دار قوم مؤمنين وأتاكم ما توعدون غدا مؤجلون وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، اللهم اغفر لأهل بقيع الغقد. [رواه مسلم]
Artinya :
“Dari A’isyah ra. ia berkata : “adalah Nabi SAW. ketika sampai giliran beliau padanya (A’isyah) beliau keluar pada akhir malam hari itu ke kuburan Baqi’ seraya berkata : “Assalamu’alaikum hai tempat bersemayam kaum mukminin. Akan datang kepada kamu janji Tuhan yang ditangguhkan itu besok, dan kami Insya Allah akan menyusul kamu. Hai Tuhan ampunilah ahli Baqi’ al-Gharqad”. (HR. Muslim)
c. Fatwa Syaikh Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub :
تسن زيارة قبور المسلمين للرجال لأجل تذكر الموت والآخرة وإصلاح فساد القلب ونفع الميت بما يتلى عنده من القرآن لخبر مسلم : كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزورها. ولقوله عليه الصلاة والسلام : اطلع في القبور واعتبر في النشور. رواه البيهقي خصوصا قبور الأنبياء والأولياء وأهل الصلاح. وتكره من النساء لجزعنهن وقلة صبرهن، ومحل الكراهة إن لم يشتمل اجتماعهن على محرم وإلا حرم، ويندب لهن زيارة قبره صلى الله عليه وسلم وكذا سائر الأنبياء والعلماء والأولياء. اهـ [تنوير القلوب : 216]
Artinya :
“Disunatkan bagi kaum laki-laki berziarah kuburnya orang-orang Islam untuk mengingat datangnya kematian dan adanya alam akhirat, serta memperbaiki hati yang buruk dan memberi manfaat kepada mayit dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an di tempat yang dekat dengannya, karena ada hadits riwayat Muslim yang artinya : “Aku (Nabi) dulu melarang kamu berziarahkubur, maka sekarang berziarahkuburlah kamu”. Dan juga sabda Nabi yang artinya : “Berziarahlah kubur kamu dan ambillah tauladan tentang adanya hari kebangkitan”. (HR. Muslism). Khususnya kuburan para Nabi, para wali dan orang-orang shalih. Sedangkan bagi kamu wanita ziarah kubur hukumnya makruh, karena mereka mudah meratap dan sedikit yang sabar. Makruh bagi wanita tersebut apabila ziarah mereka itu tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, kalau mengandung hal-hal yang diharamkan, maka ziarah mereka hukumnya haram. Bagi wanita berziarah kubur ke makam Nabi Muhammad SAW. dan juga nabi-nabi yang lain demikian pula makam para ulama dan para wali hukumnya sunat”.
d. Fatwa Syaikh Ali Ma’shum dalam kitabnya “Hujjatu Ahlissunnah” bab ziarah kubur :
واختلف في زيارة النساء للقبور، فقال جماعة من أهل العلم بكراهيتها كراهة تحريم أو تنزيه لحديث أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لعن زوارات القبور. رواه أحمد وابن ماجه والترمذي. وذهب الأكثرون إلى الجواز إذا أمنت الفتنة، واستدلوا بما رواه مسلم عن عائشة قالت : كيف أقول يا رسول الله إذا زرت القبور؟ قولي : السلام عليكم أهل ديار المسلمين. اهـ [حجة أهل السنة للشيخ على معصوم : 58]
Artinya:
"Para ulama berselisih pendapat mengenai kaum wanita berziarah kubur, Segolongan ulama mengatakan makruh tahrim atau tanzih, karena ada Hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Rusulullah SAW. mengutuk wanita-wanita yang berziarah kubur. (HR. Ibun Majah dan Tirmidzi). Sementara mayoritas ulama mengatakan boleh, apabila terjamin keamanannya dari fitnah, Dalilnya yaitu hadits riwayat Muslim dari Siti A’isyah ra dia berkata : apa yang say abaca ketika ziarah kubur, hai rasul? Rasul bersabda : bacalah Assalamu’alaikum Ahla Diyaril Muslimin”.
Tata Cara Ziarah Kubur
Meluruskan niat.
Sebelum berziarah, seorang Muslim harus menetapkan niat-niat yang baik. Al-Imam Qurthubi.rhm di dalam tafsirnya menyatakan:
"Hendaknya ketika berziarah, seseorang berniat untuk menggapai keridhaan Allah, memperbaiki hati yang rusak atau memberikan manfaat kepada mayit dengan membacakan Al-Quran atau berdoa di makamnya."
Kalam Al-Imam al-Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.rhm didalam kitab Syarhul Ainiyyah, menjelaskan ;
“Niat saleh” adalah kecenderungan dan keinginan hati untuk berbuat baik. Suara hati merupakan sumber dan penyebab pertama timbulnya niat. Niat adalah ruhnya amal, seperti ruh bagi jasad, dan hujan bagi bumi. Barang siapa yang niat dan tujuannya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia memiliki niat yang saleh. Karena itulah beliau RA berkata, “carilah selalu niat-niat saleh”.
Niat ada yang saleh dan ada yang buruk. Dalam suatu amal kadang kala dapat diperoleh niat yang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
Niat yang baik akan membuahkan amal yang baik,sedangkan niat yang buruk akan mengakibatkan amal yang buruk.
Allah berfirman: “Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.” (QS Al-Bayyinah, 98:5) Yakni, dengan niat yang ikhlas untuk Allah. Niat juga merupakan salah satu sebab untuk memperoleh taufik: Jika kedua juru pendamai itu berniat mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu (untuk berdamai). (QS An-Nisa, 4:35)
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berniat melakukan kebajikan, namun ia tidak mengamalkannya, Allah akan mencatatkan kebajikan baginya.” Dan sabdanya lagi: “Mereka kelak dikumpulkan berdasarkan niat mereka.”
Imam Sofyan At-Tsauri.rhm berkata, “Dahulu mereka mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari amal.”
Dan diriwayatkan dalam kitab Taurat bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Segala sesuatu yang diniatkan untuk-Ku, maka sedikitnya adalah banyak, dan segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Aku, maka banyaknya adalah sedikit.”
Sahabat Bilal bin Sa’ad.ra berkata, “Sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan ucapan seorang mukmin, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan amalnya, jika ia mengamalkannya, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan niatnya, jika niatnya baik, Allah akan memperbaiki kelemahan amalnya.”
Niat adalah tiangnya amal, oleh karena itu amal sangat membutuhkan niat. Nabi SAW bersabda: “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Hati adalah pengawas yang ditaati dan niat adalah amal hati. Amal tanpa niat yang saleh, tidak akan bermanfaat, dan amal dengan niat yang buruk, akan mencelakakan.
Banyaknya niat tergantung pada banyaknya usaha untuk berbuat kebaikan, keluasan ilmu dan ketekunan dalam menghimpun berbagai niat yang baik. Dan banyaknya niat ini dapat menyucikan dan melipat-gandakan amal. Namun maksiat akan tetap maksiat, karena niat baik tidak akan dapat merubahnya.
Berbagai amal yang mubah, dengan niat yang benar dari seorang yang shidq, dapat menjadi sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. Mereka yang selalu disibukkan dengan urusan keduniaan, niat-niat saleh tersebut tidak akan terlintas dalam benak mereka. Jika mereka mengaku memiliki suatu niat baik, ketahuilah, sesungguhnya itu hanyalah bisikan hati, bukan niat.
Saat melaksanakan atau meninggalkan suatu amal harus disertai dengan niat yang baik, karena meninggalkan suatu amal adalah amal juga. Oleh karena itu, jangan sampai hawa nafsu yang tersembunyi menjadi penggerak suatu amal. Karena alasan inilah beberapa sufi urung melaksanakan suatu ketaatan, karena gagal menetapkan niat yang baik.
Niat adalah fath dari Allah yang pada dasarnya tidak bisa diusahakan. Niat yang baik ini oleh Allah Ta’ala dianugerahkan kepada orang-orang yang berhati suci, memiliki ilmu yang luas dan selalu disibukkan dengan ajaran Allah, bukan orang-orang seperti kita. Kita ini tidak mudah untuk berniat baik walaupun dalam melaksanakan yang wajib, kecuali setelah berusaha dengan susah payah.
Sayid Idrus bin 'Umar Al-Habsyi.rhm, di dalam kitab an-Nahrul Maurud min Faidhim Karam wa Jud, berkata:
Seseorang yang berada dalam keadaan demikian, maka hendaknya dia beramal sekuat tenaganya kemudian berniat untuk mengamalkan apa yang belum mampu dia amalkan sewaktu memiliki kesempatan. Dengan niat seperti ini dia akan memperoleh pahala, sebab dalam sebuah hadis disebutkan:
"Seseorang akan memperoleh pahala sesuai niatnya,"
(HR Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Berapa banyak manusia yang tidak mampu mengamalkan sesuatu tetapi memperoleh pahala besar karena niatnya. Dan berapa banyak manusia yang kehilangan pahala besar karena kebodohan dan kelalaiannya, sehingga ia tidak memiliki niatan untuk mengamalkannya.
Sesungguhnya ilmu adalah somber segala kebaikan dan kebodohan adalah pangkal segala kejahatan di dunia dan akhirat. Allah Ta'ala mewahyukan:
"(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar, 39:9)
Seseorang kadang melakukan sebuah amal tetapi mendapat pahala yang sangat banyak karena niatnya benar dan banyak.
Dalam kesempatan lain beliau.rhm berkata:
Barang siapa tidak pandai berniat, maka hendaknya dia meneladani Rasulullah, para Sahabat, para ulama besar dan berniat seperti niatan mereka. Ketika memulai sebuah amal, setelah berniat sesuai kemampuannya, maka hendaknya dia berkata, misalnya:
"Aku melakukan amalan ini sesuai dengan niat Sayidina Al-Faqihil Muqaddam"
Al-Faqihil Muqaddam Muhammad bin 'Ali ra lahir di Tarim, Hadhramaut, 574 H. Beliau meninggal dan dikuburkan di Pemakaman Zanbal, Tarim pada 653H. Beliau seorang Imam besar Thariqah Alawiyah.
Atau orang lain yang ia kenal memiliki keluasan ilmu dan mengetahui seluk beluk niat yang baik.
Kehadiran hati
Jika hati berada di pasar, pertokoan dan pekerjaan, bagaimana seseorang dapat memetik hikmah dari ziarahnya? Oleh karena itu, kehadiran hati merupakan kebutuhan mutlak di dalam berziarah, tanpanya, seorang peziarah tak ubahnya seperti hewan-hewan yang berrnain di area pemakaman; mereka tidak menyadari dan mengerti di mana mereka berada dan untuk apa.
Melalui kehadiran hati ini kita dapat memetik pelajaran yang besar dari kematian. Ibnu Majah ra menyebutkan bahwa Sayidina 'Utsman bin Affan menangis hingga jenggotnya basah jika berdiri di depan sebuah makam. Saat ditanya, "Mengapa ketika mengingat Surga atau pun Neraka engkau tidak menangis, tetapi ketika berada di depan sebuah makam engkau justru menangis? Beliau ra menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah saw pernah menyatakan dalam sebuah sabdanya:
'Sesungguhnya kubur adalah persinggahan pertama dari semua tempat di Akhirat. Barang siapa selamat dari (siksa) nya, maka apa yang akan dia alami setelah itu lebih mudah. Dan jika dia tidak selamat dari (siksa) nya, maka apa yang akan terjadi kepadanya setelah itu lebih buruk lagi.' (HR Tirmidzi)
Di samping itu Rasulullah saw juga pernah bersabda:
'Tidaklah aku menyaksikan sebuah pemandangan, kecuali kulihat kubur lebih menyeramkan darinya.' (HR Tirmidzi)
Kalam Al-Imam Al-Quthb Abdullah bin Husin Bin Thohir Ba'alawy.rhm mengenai Penghormatan kepada Sholihin, yang perlu kita hadirkan dalam lubuk sanubari kita, sehingga berziarah shalihin dapat meraih manfaat yang besar bagi kita semua, yakni perlu dipahami ;
Bawalah dirimu senantiasa berkumpul dengan orang-orang yang sholeh dan biasakanlah berperilaku sebagaimana perilaku mereka. Ambillah manfaat dari perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan mereka. Biasakanlah berziarah kepada mereka baik yang masih hidup ataupun sudah meninggal disertai dengan sebaik-baiknya penghormatan dan husnuzh-zhon (berbaik sangka) yang tulus. Dengan cara itulah orang yang mengunjungi mereka akan mendapat manfaat dan karunia melalui mereka.
Sesungguhnya begitu sedikitnya kemanfaatan yang didapatkan oleh orang-orang sekarang dari keberadaan para sholihin karena sedikitnya rasa penghormatan dan husnuzh-zhon mereka kepada para sholihin sehingga mereka tidak mendapatkan keberkatan dari para sholihin. Mereka juga tidak pernah menyaksikan karomah-karomah para sholihin sehingga mereka mengatakan bahwa tidak ada Auliya' pada jaman ini.
Padahal alhamdulillah mereka para wali Alloh saat ini begitu banyak, baik yang kelihatan maupun yang tersembunyi. Tidaklah mengetahui keberadaan mereka kecuali orang-orang yang hatinya diberi cahaya oleh Alloh dengan cahaya - cahaya penghormatan dan husnuzh-zhon kepada para sholihin. Oleh karena itu tepatlah yang dikatakan dalam suatu penuturan "Al-madad fil masyhad".
[Diambil dari Majmu' kalam Al-Habib Abdulloh bin Husin Bin Thohir Ba'alawy, hal. 71-72]
Maksud dari "Al-madad fil masyhad" adalah besarnya karunia dan pemberian Alloh SWT kepada seseorang yang didapatkan dari para sholihin adalah tergantung dari seberapa besar orang tersebut memandang dan memposisikan mereka di dalam dirinya. Jika dia melihat para sholihin tadi dengan su’uzh-zhon (berburuk sangka), maka karunia dan pemberian yang ia dapatkan tentunya sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Jika ia melihat mereka dengan pandangan husnuzh-zhon, maka ia akan mendapatkan karunia dan pemberian dari Alloh sebesar rasa husnuzh-zhon-nya kepada mereka.
Bersuci (ber-wudhu)
Seorang peziarah hendaknya memasuki area pemakaman dalam keadaan suci dari hadats kecil, hadats besar dan najis. Mengapa demikian? Pertama, salah satu tujuan ziarah adalah untuk mendapatkan kelembutan hati, sedangkan kesucian dzahir (jasmani) merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kesucian bathin (ruhani). Kedua, ketika berziarah kita dianjurkan untuk berdoa, dan doa yang dipanjatkan dalam keadaan suci akan lebih terkabul.
Mengucapkan salam kepada penghuni kubur
Ketika melewati sebuah pemakaman, kita disunahkan untuk mengucapkan salam kepada penghuni kubur tersebut. 'Abdullah bin 'Abbas ra menceritakan bahwa ketika Rasulullah saw melewati sebuah pemakaman di kota Madinah, beliau menghadapkan wajahnya ke arah penghuni kubur itu seraya mengucapkan:
Salam sejahtera bagi kalian, wahai penghuni kubur, semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian adalah pendahulu kami dan kami akan menyusul. (HR Tirmidzi)
Begitu pula ketika hendak memasuki pekuburan. Ketika melangkahkan kaki memasuki sebuah pemakaman, kita disunahkan untuk mengucapkan salam secara umum kepada penghuni kubur, sebagaimana ketika kita akan memasuki rumah. Dalam kitab hadist sunan Nasa’i disebutkan bahwa Rasulullah saw jika memasuki area pemakaman beliau mengucapkan:
"Salam sejahtera untuk kalian wahai kaum Mukminin dan. Muslimin yang menghuni tempat ini. insyd Allah kami akan menyusul kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami akan menyusul kalian. Aku memohon kepada Allah untuk memberikan keselamatan kepada kami dan kalian semua." (HR Nasa’i')
Tidak menginjak, melangkahi ataupun duduk di atas sebuah makam
Sebenarnya, melalui akal sehat saja kita dapat menilai jika menginjak, melangkahi ataupun di duduk di atas sebuah makam merupakan perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang yang berakal dan berbudi, terutama terhadap makamnya seorang yang di-kasihi oleh Allah SWT. Coba bayangkan, jika yang berada di bawah pusara tersebut adalah kerabat atau kekasih kita, apakah kita rela jika ada orang yang duduk di atasnya? Dan apakah hati kita tidak terluka ketika melihat seseorang yang melangkahinya begitu saja? Seorang yang beradab dan berbudi tentu akan memperhatikan hal ini, sebab, kehormatan seseorang itu berlaku di kala hidup maupun setelah ia meninggal dunia. Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya jika aku menginjak bara api, atau pedang yang tajam atau menjahit alas kaki dengan kulit kakiku, lebih kusukai daripada menginjak (melangkahi) sebuah makam." (HR Ibnu Majah)
"Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api hingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas sebuah makam." (HR Muslim, Abu Dawudl, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Berada di Depan Makam
Bagaimana cara kita duduk di makam yang kita tuju? Menghadap kiblat, membelakangi kiblat, berada di dekat kaki makam atau di samping kepala makam? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika kita berbicara tentang tata cara berziarah. Sebenarnya, para ulama telah menjelaskan permasalahan ini dengan gamblang. Imam Qurthubi.rhm misalnya, di dalam tafsirnya Al Jami’ Li Ahkamil Quran, juz.20, Darul Ihyait Turatsil 'Arabi, hal 171. beliau berkata:
Seorang peziarah hendaknya mendatangi makam yang dia kenal (yang dituju), dari arah wajahnya (membelakangi kiblat) dan segera mengucapkan salam kepadanya. Sebab, menziarahi makam seseorang adalah seperti bercakap-cakap dengannya semasa hidup. Jika masih hidup, kita akan berbicara dengan menghadapkan wajah ke arahnya, maka setelah wafat, hendaknya kita melakukan hal yang sama dalam menziarahinya."
Salam yang kita ucapkan ketika memasuki kompleks pemakaman merupakan salam umum. Oleh karena itu, ketika berada di depan makam, kita disunahkan untuk mengucapkan salam sekali lagi bagi yang kita ziarahi. Ibnu 'Abbas ra menyebutkan bahwa Rasillullah saw bersabda:
"Tidaklah seseorang melewati makam saudaranya sesama Muslim yang ia kenal (semasa hidup) di dunia, kemudian ia ucapkan salam kepadanya, melainkan Allah kembalikan ruh saudaranya itu (ke jasadnya) hingga ia dapat menjawab salamnya." (HR Ibnu 'Abdul Bar)
Hadis ini merupakan Hadis Sahih yang tercantum dalam Tafsir Ibn Katsir, juz.3, Darul Ihyail Kutubil 'Arabiyyah, hal.438.
Di samping itu, kita disunahkan untuk duduk berdekatan dengan makam yang kita ziarahi agar ia merasa senang. Ummul Mukminin 'Aisyah rha mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Tidaklah seseorang berziarah ke makam saudaranya dan duduk di dekat makamnya, melainkan saudaranya tersebut merasa senang dengan (kehadiran) nya." (HR Ibnu Abid Dunya)
Berdoa dan Membaca Al-Quran di depan makam
Setelah berada di pekuburan, apa yang harus kita lakukan, duduk diam dan merenung atau ada hal lain yang perlu kita kerjakan? Memang benar, merenungkan keadaan saudara-saudara kita yang berada di balik kubur merupakan suatu hal yang sangat mulia. Dengan cara demikian, kita akan semakin ingat kepada kematian. Hati yang beku pun akan mencair, air mata yang kering pun akan menitik. Akan tetapi, tujuan ziarah bukan sekedar untuk mengingat kematian. Dalam berbagai Hadis sebelumnya telah disebutkan bahwa Rasalullah saw mendoakan keselamatan bagi penghuni kubur dan memintakan ampun untuk mereka. Bahkan ketika Ummul Mukminin mengikuti Rasillullah saw berziarah ke dan menanyakan mengapa beliau keluar menuju Baqi’ di akhir malam, Rasulullah saw menjawab:
"Jibril memerintahkanku untuk mendatangi pemakaman Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka." (HR Nasa’i)
Dalam Hadis di atas secara tegas Rasalullah saw menyatakan bahwa tujuan ziarah beliau ke Baqi’ adalah untuk berdoa memohonkan ampun bagi mereka.
Selain berdoa untuk mereka, dalam salam yang disampaikan Rasulullah saw ketika memasuki pemakaman tertulis jelas bahwa beliau juga berdoa untuk dirinya, coba perhatikan kalimat didalam hadist ini:
"Aku memohon kepada Allah untuk memberikan keselamatan kepada kami dan kalian semua." (HR Nasa’i)
"Semoga Allah mengampuni kami dan kalian." (HR Tirmidzi)
Dua Hadis di atas menunjukkan bahwa pemakaman kaum Shalihin merupakan salah satu tempat terkabulnya doa. Oleh karena itu, ketika berziarah kita dianjurkan untuk berdoa sebanyak mungkin. Jika Rasalullah saw yang telah mendapatkan ampunan dan keselamatan masih memohon kedua hal tersebut saat berziarah kubur, lalu bagaimana halnya dengan kita semua.
Doa itu bermacam-macam bentuknya, salah satunya adalah dengan bertawassul. Mengenai doa dengan bertawassul kepada yang telah meninggal dunia, yakni beliau-beliau para Wali Allah, hamba-hamba Allah yang sholeh.
Dalam Al-Mu’jamul Kabir, Maktabattil wal Hikam, juz.17, cet.II, Mushil, 1983, ha1.117. al-Imam Thabrani.rhm (Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Ath-Thabrani) meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Jika salah seorang di antara kalian kehilangan sesuatu, atau menginginkan pertolongan, sedangkan ia berada di suatu tempat yang tidak ada teman di sana, maka hendaknya dia mengucapkan, ‘Wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku, wahai hamba-hamba tolonglah aku.’ Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang tidak kita lihat." (HR Thabrani)
Dalam Hadis-hadist yang telah di sebutkan di atas secara jelas dinyatakan bahwa kita boleh meminta tolong kepada Rasillullah saw maupun hamba-hamba Allah lainnya. Karena itu jika seseorang datang kepada orang yang saleh dan meminta untuk didoakan, itu bukan suatu hal yang aneh.
Kita mungkin melihat dan mendengar seseorang yang menziarahi sebuah makam waliyullah, seorang yang saleh, kemudian, berkata, "Wahai Syeikh Fulan, doakan agar kami dapat menjadi Muslim yang baik, dapat mendidik anak-anak kami dengan benar..." Dan hal-hal yang serupa. Pertanyaannya, bolehkah hal tersebut dilakukan? Apakah ini termasuk Istighatsah (tawasul/wasilah)?
Saudaraku, kalimat yang kami contohkan di atas merupakan salah satu bentuk Istighatsah dengan yang telah meninggal dunia. Istighatsah semacam ini diizinkan oleh syariat, bahkan dalam konteks wasilah/tawasul merupakan perintah dan diajarkan oleh Allah SWT (QS al-Maidah ;35). Sebab, pada intinya tidak ada perbedaan antara Istighatsah dengan yang hidup atau dengan mereka yang telah meninggal dunia. Kami akan menjelaskannya secara singkat.
Pertama, pada hakikatnya, para Nabi dan kaum sholihin yang diridhai Allah adalah hidup di kuburnya. Allah SWT mewahyukan:
"Dan janganlah kamu kira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka bahkan hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki." (Ali 'Imran, 3:169)
Ayat ini secara jelas menyatakan bahwa para Syuhada-para Waliyullah yang berjuang di jalan Allah itu hidup di alamnya sana. Jika para syuhada hidup dan mendapatkan kenikmatan di sisi Allah, maka para Nabi dan Rasul serta Para sahabat dan kaum sholihin yang berkedudukan lebih mulia dari mereka juga hidup seperti mereka. Jika kita oleh syariat diizinkan untuk meminta tolong kepada teman kita, kepada guru kita, kepada kaum sholihin, kepada para Malaikat, maka meminta tolong kepada mereka yang telah meninggal dunia hukumnya juga sama. Sebab, setelah meninggal dunia, mereka tetap saudara kita.
Kedua, sebagian orang meyakini bahwa yang mati tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat memberikan manfaat kepada yang hidup. Oleh karena itu mereka berpendapat Istighôtsah dengan yang mati tidak dapat dilakukan. Coba kita bahas, benarkah yang mati tidak dapat memberikan manfaat kepada yang masih hidup?
Saudaraku yang kucintai, ingatkah anda wahyu Allah yang berbunyi:
105. dan Katakanlah: "Bekerjalah/beramalah kalian, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah, 9:105)
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir ra (Ismail bin 'Umar bin Katsir Ad-Dimsyqi, Tafsir Ibnu KatsIr, juz 2, Darul Fikr, Beirut, 1401 H, hal.388. menyatakan:
"Telah diriwayatkan bahwa semua amal orang yang masih hidup dipertontonkan kepada keluarga dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia di alam Barzakh, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam Abu Dawud Ath-thayalisi."
Diriwayatkan oleh Jabir bin 'Abdullah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya semua amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan keluarga kalian di kubur mereka. Jika (melihat) amal yang baik, mereka merasa bahagia dengannya. Dan jika (melihat) amal yang buruk, mereka berdoa, 'Ya Allah, berilah mereka ilham (ide) untuk melakukan amal taat kepada-Mu." (HR Abu Dawud)
"Sesungguhnya amal-amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan sanak saudara kalian yang telah meninggal dunia. Jika amal kalian baik, maka mereka berbahagia. Dan jika amal kalian buruk, maka mereka berdoa, Ta Allah, 'an an matikan mereka sebelum Engkau beri mereka hidayah sebagaimana Engkau memberi kami hidayah." (HR Ahmad)
Lihat Dalam Hadis di atas jelas dinyatakan bahwa yang mati masih dapat mendoakan yang hidup. Ini merupakan salah satu bukti bahwa mereka masih dapat bermanfaat bagi yang hidup.
Kemudian perhatikan di dalam peristiwa Isra’ dan Mi'raj, di dalam kitab hadist shahih Bukhari-Muslim disebutkan bahwa Nabi Musa AS memberikan saran kepada Nabi Muhammad saw untuk meminta keringanan perintah shalat kepada Allah. Allah pun kemudian mengabulkan permintaan Rasitlullah saw, sehingga kewajiban shalat 50 waktu dirubah menjadi 5 waktu yang pahalanya sama dengan 50 waktu. Lihatlah, Nabi Musa AS masih bisa memberikan manfaat meskipun beliau telah meninggal dunia.
Ingatkah Anda pada kisah Nabi Musa dan Khidhir AS yang berusaha untuk mendirikan rumah anak yatim yang akan roboh demi menyelamatkan harta warisan mereka yang tersimpan di dalamnya? Semua itu mereka lakukan karena ayah (kakek ketujuh) kedua anak yatim tersebut seorang yang saleh. Perhatikanlah, meskipun telah meninggal dunia, mereka masih dapat memberikan manfaat kepada yang hidup hingga Allah mengutus Nabi Musa dan Khidhir AS untuk menjaga harta warisan tersebut.
Ibnu Abi Syaibah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sayidina 'Umar ibn Khaththab.ra pernah terjadi paceklik. Saat itu Bilal bin Harits Al-Muzanni berziarah ke makam Rasialullah saw dan berkata, "Dubai Rasillullah saw, mintakanlah hujan kepada Allah untuk umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa." Tak lama kemudian ia bermimpi bertemu dengan Nabi saw yang berkata kepadanya, "Temuilah 'Umar, sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan bahwa mereka akan memperoleh hujan ...”. al-Imam Muhadist Ibnu Hajar Al-Asqalani.rhm menyatakan bahwa sanad Hadis ini sahih. Para ulama yang meriwayatkan Hadis ini juga tidak ada yang mencela isinya.
al-Muhaddist As-Sayid Muhammad bin Alwy al-Maliki al-Hasani.rhm, guru kita yang mulia, menjelaskan di dalam kitab beliau yang terkenal dan diakui secara menyeluruh oleh para Ulama Besar dan Mufti se-dunia, Mafahim Yajibu An Tushah-hah, cet.X, Darul Auqaf Was Syu’un Al-Islamiyyah, Dubai, 1995, hal.151. Menjelaskan dalam atsar di atas disebutkan dengan jelas bahwa sahabat Biral bin Harits Al-Muzanni ber-Istighstsah dengan Baginda Nabi Rasulullah saw, jauh hari setelah beliau saw wafat dan tidak ada seorang sahabat pun yang menentangnya. Bahkan Amirul Mukminin Sayidina Umar ibn Khaththab.ra yang terkenal julukan al-Faruq, karena ketegasan dan keteguhannya dalam hukum agama.
Imam Darimi.rhm menceritakan bahwa pada suatu ketika warga Madinah mengalami musim kemarau yang sangat panjang. Mereka mendatangi Ummul Mukminin 'Aisyah.rha mengadukan keadaan mereka. Beliau.rha berkata, "Pandanglah makam Nabi Muhammad saw dan buatlah lubang (seperti jendela) di atap makam beliau, sehingga antara makam beliau dan langit tidak ada atap yang menghalanginya." Masyarakat Madinah melaksanakan saran Ummul Mukminin 'Aisyah.rha dan tidak lama setelah itu turunlah hujan yang menyuburkan rerumputan dan menggemukkan onta.
Atsar ini juga menyebutkan bahwa para sahabat ber-Istighatsah dengan Rasulullah saw setelah wafat beliau.
Saudaraku, masih banyak lagi dalil yang membuktikan bahwa Istighatsah-tawasul dengan yang telah meninggal dunia merupakan bagian dari ajaran Islam dan pelakunya adalah seorang Mukmin yang taat. Mengingat risalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan sederhana, maka kami tidak akan berpanjang lebar membahasnya. Kendati demikian, Semoga Allah menjadikan para pencari kebenaran akan mendapatkan cukup masukan yang bermanfaat.
Dan apabila kita berziarah ke makam wali atau ulama atau ke makam ahli kubur kita, sementara kita ingin berwasilah kepadanya, agar supaya tidak terjadi melakukan syirik yaitu meminta kepada ahli kubur atau wali, maka perlu sekali kita mengetahui tata caranya. Adapun caranya sebagai berikut:
- Saat kita sampai pada kuburan wali/ulama maka ucapkan salam sebagaimana salam saat masuk/keluar kuburan (lihat: ziarah kubur).
- Lalu menghadap ke Timur dengan posisi duduk, bacalah Tahlil atau membaca Yaasin atau membaca surat Al Ikhlash atau bacaan lainnya (dari al-Qur'an) untuk dihadiahkan pahalanya kepada wali/ulama tersebut. (ihda)
- Kemudian berdoa dan diakhiri dengan bertawassul/wasilah kepadanya agar beliau (wali/ulama) tersebut berkenan mendoakan kita kepada Allah atas apa yang menjadi hajat kita, misalnya: hutangnya cepat terlunasi, dll.
"ALLAAHUMMA INNI AS ALUKA WA ATAWAJJAHU ILAIKAL BI 'ABDIKAL MURTADHAA 'INDAKA, YAA WALIYALLAAH, INNII ATAWASSALU BIKA ILAAA RABBIKA FII HAAJATIL... (sebutkan hajat yang dikehendaki, diucapkan dalam hati)....FASYFA' LII 'INDAL MAULAL ADZHIM
Ya Allah, sungguh kami menghadap kepada-Mu dengan hamba-Mu yag mulia disisi-Mu, Wahai Kekasih Allah, kami bertawasul dengan perantaraanmu kepada Allah atas hajat kebutuhan kami terpenuhi…. kami memohon Syafaat(pertolongan) untuk kami kepada Allah Yang Maha Agung.
4. Selesai membaca doa tawassul itu, diakhiri dengan membaca surat Al Fatihah satu kali.
Dengan cara wasilah seperti ini Insya Allah, Mudah-mudahan apa yang kita niatkan dan amalkan diterima, di-ijabah dan diridhoi oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Allahumma amiin.
Kyai Haji Ahmad ar-Rifa’i.rhm menulis kitab “ADABUZZIARAH” yang memuat pembahasan seputar adab ziarah kubur beserta bacaan (do’a) yang dibaca ketika berada dimakam, tata cara bertamu, adab kondangan sekaligus memberi sumbangan, dan pembahasan lainnya yang masih relevan.
Berikut adalah cuplikannya;
Utawi ziarah kubur iku sunnat
Kerono faidahe dadi ngalap ibarat
Lan ngalap pitutur awake manfaat
Naliko ningali ahli kubur hajat
Sunnate ziarah qubur dino jum’ah
Dino kamis lan sabtu kang wus winarah
Moco Qul hu ping sewelas lan fatihah
Surat yasiin lan tabarok arep sihhah
KH.Ahmad Rifa’i|Kitab Adabuzziarah
Arti bebasnya: “Hukum ziarah kubur itu sunnah,sebab mempunyai manfaat;mengambil i’tibar, sebagai nasihat untuk diri sendiri ketika menyaksikan ahli kubur (makamnya). Hari untuk berziarah disunnahkan pada hari kamis, jum’at atau sabtu. Saat ziarah membaca surah ikhlash 11 kali, dilanjutkan surah Fatihah,surah yasiin dan surah almulk atau juga dikenal dengan tabarok.”
Kitab Adabuzziarah terdiri dari 1 kuras (20 halaman)
Hikmah Ziarah Kubur
Ada sebagian orang mengatakan “buat apa kita susah-susah datang ke kuburan untuk menziarahi makam seseorang, toh ! berdo’a di rumah saja sudah cukup, sehingga saat-saat yang penting tidak kita tinggalkan untuk berziarah saja.
Perkataan ini sepintas kilas memang seakan-akann benar, tapi orang yang borkata tadi rupa-rupanya lupa bahwa ziarah kubur itu mengandung banyak hikmah bagi orang yang berziarah dan mayit yang diziarahi. Hikma-hikmah itu antara lain:
a. Mengingatkan orang yang masih hidup di dunia ini akan datangnya kematian yang sewaktu-waktu pasti tiba pada saatnya;
b. Mernpertebal keimanan terhadap adanya alam akhirat, sehingga orang itu meningkat ketaqwaannya kepada Allah SWT.;
c. Memperba'iki hati yang buruk/mental yang rusak, sehingga pada akhirnya nanti orang itu sadar akan perlunya mempererat hablum
minallah dan hablum minannas.
d. Memberi manfaat kepada mayit secara khusus dan ahli kubur secara umum berupa pahala dari bacaan Al-Qur’an, kalimah Thoyyibah, Istighfar, shalawat Nabi dan lain-lain.
Ketahuilah berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah saw, beliau saw bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’, dan berkali-kali beliau saw melakukannya, demikian diriwayatkan dalam shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau saw bersabda : “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah”. (Shahih Muslim hadits no.977 dan 1977)
Dan Rasulullah saw memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan “Assalaamu alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin wal muslimin, wa Innaa Insya Allah Lalaahiquun, As’alullah lana wa lakumul’aafiah..” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk penduduk dari Mukminin dan Muslimin, Semoga kasih sayang Allah atas yang terdahulu dan yang akan datang, dan sungguh kami Insya Allah akan menyusul kalian) (Shahih Muslim hadits no 974, 975, 976).
Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan “Sungguh kami Insya Allah akan menyusul kalian”.
Rasul saw berbicara kepada yang mati sebagaimana selepas perang Badr, Rasul saw mengunjungi mayat-mayat orang kafir, lalu Rasulullah saw berkata : “wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalian…?!, sungguh aku telah menemukan janji Tuhanku benar..!”, maka berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai Rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (Shahih Muslim hadits no.6498).
Makna ayat : “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yang telah mati”.
Berkata Imam Qurtubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurtubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul saw berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di Perang Badr. (Tafsir Qurtubi Juz 13 hal 232).
Berkata Imam At-Tabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu : bahwa engkau wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci Allah untuk tak memahami (Tafsir Imam Attabari Juz 20 hal 12, Juz 21 hal 55, )
Berkata Imam Ibn katsir rahimahullah dalam tafsirnya : “walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul saw pada mayat-mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang paling shahih di antara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar ra dari riwayat-riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdil Barr yang menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas ra dengan riwayat Marfu’ bahwa : “tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya di dunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain, HR Bukhari-Muslim) bahwa Rasul saw memerintahkan mengucapkan salam pada ahlil kubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yang hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahlil kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yang mutawatir (riwayat yang sangat banyak serta saling menguatkan satu dengan yang lainnya) dari mereka, bahwa Mayyit bergembira dengan kedatangan orang yang hidup ke kuburnya”. Selesai ucapan Imam Ibn Katsir (Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 3 hal 439).
Rasul saw bertanya-tanya tentang seorang wanita yang biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka Rasul saw bertanya : “mengapa kalian tak mengabarkan padaku?, tunjukkan padaku kuburnya” seraya datang ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau saw bersabda : “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka” (Shahih Muslim hadits no.956)
Abdullah bin Umar ra (putera sayidina Umar ibn Khattab.ra) bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulullah, Assalamualaika Yaa Abubakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra hadits no.10051)
Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqi A-Kubra hadits no.10052)
Sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yang pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup (Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra hadits no.10054).
Dari A'isyah.rha sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : " Tidak di antara kalian berziarah kuburan saudaranya dan duduk disisinya, kecuali ia ( mayyit ) telah mendapatkan kesenangan (gembira) dan ia hadir (datang) untuk menjawab salamnya sampai yang berziarah berdiri (pulang) " (HR Ibnu Abi Dunya)
Dari Ibnu Abbas.ra, Rasulullah SAW bersabda ; Perumpamaan orang mati di dalam kubur seperti orang yang tenggelam di lautan menunggu pertolongan dari ibu bapaknya atau anaknya serta sahabat karibnya sehingga dapat menyelamatkan ia, dan apabila telah mendapatkan maka ia lebih senang dari pada dunia dan isinya (HR Imam Baihaqi dan Dailami)
Diriwayatkan oleh Abi Hurairah ra.. bahwa Rasulullah saw berkata : " jika seseorang melewati kuburan saudaranya dan memberi salam kepadanya, maka ia (mayyit) akan mejawab salamnya dan mengetahui siapa yang menziarahinya. Dan apabila seseorang melewati kuburan seseorang yang tidak dikenal kemudian memberi salam, maka ia ( mayyit ) akan menjawab salamnya".
Dari Ibnu Abdulbar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : " Jika seorang Muslim melewati kuburan saudaranya yang pernah dikenal di dunia, kemudian memberi salam kepadanya, maka Allah akan mengembalikan ruhnya kepadanya untuk menjawab salamnya".
Diriwatkan oleh Bukhari Muslim, pernah Rasulullah saw menyuruh mengubur orang-orang kafir yang meninggal dalam peperangan Badar di kuburan Qulaib. Kemudian beliau berdiri di muka kuburan dan memanggil nama-nama mereka satu persatu : " Wahai Fulan bin Fulan!! .. Wahai Fulan bin Fulan!!.. Apakah kamu mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada kamu? Sesungguhnya aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada ku ". Sayyidina Umar bin Khattab yang berada di samping Nabi bertanya : " Ya Rasulullah sesungguhnya kamu telah berbicara dengan orang-orang yang sudah usang (mati)". Maka Rasulullah saw pun berkata : " Demi Yang telah mengutus aku dengan kebenaran, sesungguhnya kamu tidak lebih mendengar dari mereka dengan apa yang aku katakan".
Ini semuanya merupakan nash-nash dan dalil-dalil yang menyatakan bahwa mayit itu mendengar, melihat , mengetahui dan membalas salam seseorang. Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan bahwa ahli kubur ( mayyit ) itu mendengar, melihat, mengetahui apa yang terjadi disekitarnya dan membalas salam kita seperti orang hidup. Karena mereka (ahli kubur) tidak mati. Akan tetapi mereka berpindah dari satu alam ke alam yang lain, dari alam dunia ke alam barzakh. Allah berfirman di dalam Surat al Mu’minun ayat 100 yang berbunyi :
“ Sekali lagi tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka (ahli kubur) ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan “.
Imam besar Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah dan sahabatnya pernah melewati salah satu kuburan Muslimin. Setelah memberi salam kepada ahli kubur, tiba-tiba Rasulullah berhenti di dua kuburan. Kemudian beliau berpaling kepada sahabatnya dan bersabda : "Kalian tahu bahwa kedua penghuni kuburan ini sedang diazab di dalam kubur? Mereka tidak diazab karena dosa-dosa dan kesalahan mereka yang besar. Akan tetapi mereka diazab karena dosa-dosa dan kesalahan mereka yang sepele dan kecil. Yang pertama diazab karena suka berbuat namimah (mengumpat / ceritain orang) dan yang kedua diazab karna tidak beristinja' (tidak cebok setelah hadats kecil)".
Kemudian Rasulullah saw memetik dua tangkai pohon dan ditancapkanya di kedua kuburan tersebut. Sahabat bertanya apa maksud dari yang telah dilakukan Rasulullah saw itu. Beliau bersabda : "Allah memberi keringanan azab bagi kedua penghuni kubur tersebut semasih tangkai-tangkai pohon itu basah dan belum kering. Karena tangkai-tangkai pohon tersebut beristighfar untuk penghuni kubur yang sedang diazab".
Sekarang, jika Allah memberi keringanan azab kepada ahli kubur karena istighfar sebatang pohon, istighfar seekor binatang, istighfar sebuah batu, pasir dan krikil atau benda-benda mati lainnya yang tidak berakal. Apalagi istighfar kita sebagai manusia yang berakal dan beriman kepada-Nya .
DALAM kitab Subulus Salam, Al-Imam Assona’ni.rhm telah menegaskan bahwa ziarah kubur merupakan hikmah bagi kita yang hidup, agar kita bisa mengambil i’tibar dan contoh yang baik dari saudara-saudara kita yang telah mendahului kita. Telah diterangkan dalam kitab tersebut pula bahwa ahli kubur (mayyit) mendengar, melihat, mengetahui dan membalas salam orang yang berziarah sama seperti menziarahi orang hidup.
Cukup bagi yang datang ke pemakaman diberi nama “penziarah“. Maka pasti yang diziarahi (ahli kubur) mengetahui siapa yang menziarahinya. Tidak mungkin dinamakan “penziarah“ jika yang diziarahinya tidak mengetahui siapa yang menziarahinya. Begitu pula memberi salam kepada ahli kubur. Jika ahli kubur tidak mendengar dan mengetahui siapa yang memberi salam, hal ini sama saja dengan memberi salam kepada benda jamad atau benda mati. Maka ucapan salam diberikan kepada yang hidup, berakal, dan mendengar salam yang diberikan kepadanya.
Contohnya:, dalam kitab al-Ruh, Ibnu Qayyem al-Jauziyyah.rhm meriwayatkan bahwa al-Fadhel bin Muaffaq disaat ayahnya meninggal dunia, sangat sedih sekali dan menyesalkan kematiannya. Setelah dikubur, ia selalu menziarahinya hampir setiap hari. Kemudian setelah itu mulai berkurang dan malas karena kesibukannya. Pada suatu hari dia teringat kepada ayahnya dan segera menziarahinya. Disaat ia duduk disisi kuburan ayahnya, ia tertidur dan melihat seolah-olah ayahnya bangun kembali dari kuburan dengan kafannya. Ia menangis saat melihatnya. Ayahnya berkata : “wahai anakku kenapa kamu lalai tidak menziarahiku? Al-Fadhel berkata : “ Apakah kamu mengetahui kedatanganku? ” Ayahnya pun menjawab : “ Kamu pernah datang setelah aku dikubur dan aku mendapatkan ketenangan dan sangat gembira dengan kedatanganmu begitu pula teman-temanku yang di sekitarku sangat gembira dengan kedatanganmu dan mendapatkan rahmah dengan doa-doamu”. Mulai saat itu ia tidak pernah lepas lagi untuk menziarahi ayahnya .
Pada zaman paceklik, Bisyir bin Mansur.rhm selalu datang ke kuburan muslimin dan menghadiri sholat jenazah. Di sore harinya seperti biasa dia berdiri di muka pintu kuburan dan berdoa : “Ya Allah berikan kepada mereka kegembiraan di saat mereka merasa kesepian. Ya Allah berikan kepada mereka rahmat di saat mereka merasa menyendiri. Ya Allah ampunilah dosa-dosa mereka dan terimalah amal-amal baik mereka “. Basyir berdoa di kuburan tidak lebih dari doa-doa yang tersebut diatas. Pernah satu hari, dia lupa tidak datang ke kuburan karena kesibukannya dan tidak berdoa sebagaimana ia berdoa setiap hari untuk ahli kubur.. Pada malam harinya dia bermimpi bertemu dengan semua ahli kubur yang selalu di ziarahinya. Mereka berkata : “Kami terbiasa setiap hari diberikan hadiah darimu dengan doa-doa. maka janganlah kamu putuskan doa-doa itu“.
Jika dalam berdoa ada adab-adab dan waktu-waktu yang mustajab dan diterima. Begitu pula dalam berziarah ada adab-adab dan waktu-waktu yang baik untuk berziarah. Adapun waktu yang baik dan tepat untuk berziarah adalah hari Jumat. Sebagaimana al-Imam Sofyan al-Tsauri.rhm telah diberitahukan oleh al-Dhohhak bahwa siapa yang berziarah kuburan pada hari Juma’t dan sabtu sebelum terbit matahari maka ahli kubur mengetahui kedatangannya. Hal itu karena kebesaran dan kemuliaan hari Juma’t.
Pernah Hasan al Qassab dan kawannya datang berziarah ke kuburan muslimin. Setelah mereka memberi salam kepada ahli kubur dan mendoakannya, mereka kembali pulang. Di perjalanan ia bertemu dengan salah satu temannya dan berkata kepada Hasan al-Qassab : “Ini hari adalah hari Senin. Coba kamu bersabar, karena menurut Salaf bahwa ahli kubur mengetahui kedatangan kita di hari Jumat dan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”. (lihat kitab al-Ruh)
Disebut dalam kitab al-Ruh bahwa Ibunya Utsman al Tofawi disaat datang sakaratul maut, berwasiat kepada anaknya : “Wahai anakku yang menjadi simpananku di saat datang hajatku kepadamu. Wahai anakku yang menjadi sandaranku disaat hidupku dan matiku. Wahai anakku janganlah kamu lupa padaku menziarahiku setelah wafatku“. Setelah ibunya meninggal dunia, ia selalu datang setiap hari Juma’t kekuburannya, berdoa dan beristighfar bagi arwahnya dan bagi arwah semua ahli kubur. Pernah suatu hari Utsman al Tofawi bermimpi melihat ibunya dan berkata : “Wahai anakku sesunggunya kematian itu suatu bencana yang sangat besar. Akan tetapi, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada-Nya sesungguhnya aku sekarang berada di Barzakh yang penuh dengan kenikmatan. Aku duduk di tikar permadani yang penuh dengan dengan sandaran dipan-dipan yang dibuat dari sutera halus dan sutera tebal. Demikianlah keadaanku sampai datangnya hari kebangkitan”..
Utsman al Tofawi bertanya : “ Ibu!.. Apakah kamu perlu sesuatu dari ku ? “
Ibunya pun menjawab : “Ya!..Kamu jangan putuskan apa yang kamu telah lakukan untuk menziarahiku dan berdoa bagiku. Sesungguhnya aku selalu mendapat kegembiraan dengan kedatanganmu setiap hari Juma’t. Jika kamu datang ke kuburanku semua ahli kubur menyambut kedatanganmu dengan gembira“.
Diriwayatkan dalam kitab al-Ruh, bahwa salah satu dari keluarga Asem al Jahdari pernah bermimpi melihatnya dan berkata kepadanya : “ Bukankan kamu telah meninggal dunia? Dan dimana kamu sekarang? “ Asem berkata : “ Saya berada di antara kebun-kebun sorga. Saya bersama teman-teman saya selalu berkumpul setiap malam Juma’t dan pagi hari Juma’t di tempat Abu Bakar bin Abdullah al Muzni. Di sana kita mendapatkan berita-berita tentang kamu di dunia. Kemudian saudaranya yang bermimpi bertanya : “Apakan kalian berkumpul dengan jasad-jasad kalian atau dengan ruh-ruh kalian? “ Maka mayyit itu ( Asem al-Jahdari ) berkata : “ Tidak mungkin kami berkumpul dengan jasad-jasad kami karena jasad- jasad kami telah usang. Akan tetapi kami berkumpul dengan ruh-ruh kami “.. Kemudian ditanya : “Apakah kalian mengetahui kedatangan kami ? “. Maka dijawab : “ Ya!.. Kami mengetahui kedatangan kamu pada hari Juma’t dan pagi hari Sabtu sampai terbit matahari “. Kemudan ditanya : “ Kenapa tidak semua hari-hari kamu mengetahui kedatangan kami? “. Ia (mayyit) pun menjawab : “ Ini adalah dari kebesaran dan keafdholan hari Juma’t “.
Dan masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yang mengingkari ziarah kubur sejak Zaman Rasul saw hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun) lebih semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll tanpa ada yang mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yang berziarah, hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal-hal mulia ini yang hanya akan menipu orang awam, karena hujjah-hujjah mereka Batil dan lemah.
Adab Kesopanan Berziarah Kubur
Pada saat berziarah kubur, sebaiknya kita melakukan adab kesopanan sebagai berikut :
a. Pilihlah saat-saat yang afdlol, misalnya pada hari Jum’at, pada hari raya dan lain-lain;
b. Bacalah salam ketika masuk pintu pekuburan untuk para ahli kubur secara umum dan untuk mayit yang diziarahi secara khusus;
c. Bacalah surat Yasin atau ayat Al-Qur’an yang lain, kalimah thoyyibah serta do’a semoga Allah SWT. menerima amal shalih si mayit dan mengampuni dosa-dosanya;
d. Mengambil pelajaran, bahwa kita akan mengalami seperti apa yang dialami oleh mayit yang kita ziarahi (masuk ke dalam liang kubur, berada di alam barzah sampai datang hari kiamat nanti).
Sumber : KH. Muhyiddin Abdusshomad,