1. Pendapat Imam Syafi’I Rahimahullah :
فقيهاً وصوفياً فكن ليس واحدا فإنــي وحـق الله إيـاك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقــى وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح
“ Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang bertasawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku menasehatimu.
Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka hatimu akan keras tak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jka kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan menjadi baik “. (Diwan imam Syafi’i halaman : 19)
Nasihat Imam Asy-Syafi'I Rohimalloh :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yg mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawwuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yag hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawwuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan taqwa. Sedangkan orang yg hanya menjalani tasawwuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik.[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, halaman. 47] Imam Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) berkata : Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf. (Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)
فقيهاً وصوفياً فكن ليس واحدا فإنــي وحـق الله إيـاك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقــى وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح
“ Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang bertasawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku menasehatimu.
Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka hatimu akan keras tak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jka kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan menjadi baik “. (Diwan imam Syafi’i halaman : 19)
Nasihat Imam Asy-Syafi'I Rohimalloh :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yg mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawwuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yag hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawwuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan taqwa. Sedangkan orang yg hanya menjalani tasawwuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik.[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, halaman. 47] Imam Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) berkata : Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf. (Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)
Imam Nawawi mengatakan kepada seorang yang bercerita kepadanya ; Aku telah datang dari Imam Abu Hanifah, beliau mengatakan: "Engkau telah dating dari penduduk bumi yang sangat ahli ibadah. Daripada sinilah kita dapat mengetahui bahwa para Imam Mujtahid dan ulama yang 'amilin mereka itu sebenarnya adalah ORANG-ORANG SUFI" (Hasyiyah Ibn Abidin m/s 395-396)
Imam Nawawi Rahimahullah berkata :
أصول طريق التصوف خمسة: تقوى الله في السر والعلانية. اتباع السنة في الأقوال والأفعال. الإِعراض عن الخلق في الإِقبال والإِدبار. الرضى عن الله في القليل والكثير.الرجوع إِلى الله في السراء والضراء.
“ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani berkata :
وروى الخطيب بسند صحيح أن الإمام أحمد سمع كلام المحاسبي فقال لبعض أصحابه ما سمعت في الحقائق مثل كلام هذا الرجل ولا أرى لك صحبتهم . قلت – أي الإمام ابن حجر – إنما نهاه عن صحبتهم لعلمه بقصوره عن مقامهم فإنه في مقام ضيق لا يسلكه كل واحد ويخاف على من يسلكه أن لا يوفيه حقه. وقال الأستاذ أبو منصور البغدادي – عن الحارث المحاسبي – في الطبقة الأولى من أصحاب الشافعي كان إماما في الفقه والتصوف والحديث والكلام وكتبه في هذه العلوم أصول من يصنف فيها
Al-Khatib meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa imam Ahmad mendengar ucapan Al-Muhasibi, maka beliau berkata pada sahabat-sahabatnya “ Aku belum pernah mendengar ucapan tentang hakikat-hakikat seperti ucapan al-Muhasibi ini dan aku berpendapat jangan engkau berteman dengan semisal al-Muhasibi. Aku (Ibnu Hajar) katakana : “ Sesungguhnya imam Ahmad melarang untuk berteman dengan orang semisal al-Muhasibi , karena beliau mengetahui pendeknya maqam (kedudukannya) dibandingkan kedudukan mereka. Karena al-Muhasibi berada di dalam maqam dhiq (sempit) yang tidak mampu ditapaki oleh setiap orang dan dikhawatirkan bagi orang yang menapaki tidak bisa memenuhi haqnya. Ustadz Abul Manshur al-Baghdadi berkata “ Dari al-Harits al-Muhasibi di dalam bab Tingkatan pertama dari pengikut Imam Syafi’i “ Beliau al-Muhasibi adalah seorang imam di bidang ilmu fiqih, tasawwuf, hadits dan kalam. Dan kitab beliau di dalam ilmu ini merupakan ushul / sandaran bagi ulama yang mengarang kitab ilmu “. (Tahdzib at-Tahdzib juz 2 halaman : 117, karya imam Ibnu Hajar al-Asqalani)
Imam Asy Syafie berkata: " Saya telah suhbah dengan kaum Shufi selama 10 tahun, kemudian hanya mendapatkan pelajaran dua huruf , dalam satu riwayat tiga ungkapan :
1] Waktu itu umpama pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia akan menebasmu.
2] Nafsumu jika tidak kau sibukkan dengan yang haq (benar), maka ia menyibukkanmu dengan bathil (salah).
3] Rasa ketiadaan daya (merasakan wujud kebesaran ALlah) itu keselamatan (terpelihara) dirimu. (Tahqiq Haqiqah Aliyah, Sheikh al Hafiz Al Suyuti, m/s 15)
Berkata Imam Syafi'e lagi: Aku cinta kepada dunia kalian itu tiga :
→ Tidak berlebih-lebihan (sederhana)
→ Bergaul kepada orang dengan lemah lembut.
→ Meneladani cara tokoh-tokoh tasawwuf.
(Kasyful Khafa', Imam Al Ajluni, jld 1, m/s 341)
Al-Allamah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن تنتقد على السادة الصوفية : وينبغي للإنسان حيثُ أمكنه عدم الانتقاد على السادة الصوفية نفعنا الله بمعارفهم، وأفاض علينا بواسطة مَحبتَّنا لهم ما أفاض على خواصِّهم، ونظمنا في سلك أتباعهم، ومَنَّ علينا بسوابغ عوارفهم، أنْ يُسَلِّم لهم أحوالهم ما وجد لهم محملاً صحيحاً يُخْرِجهم عن ارتكاب المحرم، وقد شاهدنا من بالغ في الانتقاد عليهم، مع نوع تصعب فابتلاه الله بالانحطاط عن مرتبته وأزال عنه عوائد لطفه وأسرار حضرته، ثم أذاقه الهوان والذلِّة وردَّه إلى أسفل سافلين وابتلاه بكل علَّة ومحنة، فنعوذ بك اللهم من هذه القواصم المُرْهِقات والبواتر المهلكات، ونسألك أن تنظمنا في سلكهم القوي المتين، وأن تَمنَّ علينا بما مَننتَ عليهم حتى نكون من العارفين والأئمة المجتهدين إنك على كل شيء قدير وبالإجابة جدير.
“ Berhati-hatilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah member manfaat kpeada kita dengan ma’rifat-ma’rifat mereka dan melimpahkan apa yang Allah limpahkan kepada orang-orang khususnya dengan perantara kecintaan kami pada mereka, menetapkan kita pada jalan pengikut mereka dan mencurahkan kita curahan-curahan ilmu ma’rifat mereka. Hendaknya manusia menyerahkan apa yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkinan-kemungkinan baik yang dapat mengeluarkan mereka dari melakukan perbuatan haram.
Kami sungguh telah menyaksikan orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para penentang itu mendapatkan ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya, dan Allah menghilangkan curahan kelembutan-Nya dan rahasia-rahasia kehadiran-Nya. Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan mengembalikan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan semua penyakit dan cobaan . Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari hantaman-hantaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tuduhan yang membinasakan. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang kuat, dan Engkau anugerahkan kami apa yang telah Engkau anugerahkan pada mereka sehingga kami menjadi orang yang mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhnya Engkau maha Mampu atas segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulkan permohonan “ (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami)
Al-Imam Al-Allamah Syaikhul Islam Tajuddin As-Subuki berkata :
حَيَّاهمُ الله وبيَّاهم وجمعنا في الجنة نحن وإِياهم. وقد تشعبت الأقوال فيهم تشعباً ناشئاً عن الجهل بحقيقتهم لكثرة المُتلبِّسين بها، بحيث قال الشيخ أبو محمد الجويني لا يصح الوقف عليهم لأنه لا حدَّ لهم. والصحيح صحته، وأنهم المعرضون عن الدنيا المشتغلون في أغلب الأوقات بالعبادة.. ثم تحدث عن تعاريف التصوف إِلى أن قال: والحاصل أنهم أهل الله وخاصته الذين ترتجى الرحمة بذكرهم، ويُستنزل الغيث بدعائهم، فرضي الله عنهم وعنَّا بهم
Semoga Allah memanjangkan hidup para penganut tasawwuf dan mengangkat derajat mereka serta mengumpulkan kita dan mereka di surga. Sungguh telah banyak pendapat miring tentang mereka yang bersumber dari kejahilan akan hakekat mereka disebabkan oknum-oknum yang membuat samar ajaran tasawwuf. Oleh karenanya syaikh Abu Muhammad Al-Juwaini berkata “ Tidak boleh berhenti dalam mendefiniskan mereka, sebab mereka tak memiliki batasan istilah. Yang benar adalah keabsahannya dan definisi shufiyyah adalah orang-orang yang berpaling dari dunia yang menyibukkan diri disebagian besar waktunya dengan beribadah. Kemudian bermunculanlah ta’rif-ta’rif baru tentang tasawwuf..(sampai ucapan beliau) : “..Kesimpulannya ulama tasawwuf adalah keluarga dan orang-orang khusus Allah yang diharapan turunnya rahmat dengan menyebut nama mereka dan turunnya hujan dengan perantara doa mereka. Maka semoga Allah meridhoi mereka dan kita semua dengan sebab mereka . (Mu’idun Ni’am wa Mubidun Niqam halaman : 140, karya imam Subuki)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi berkata :
اعلم وفقني الله وإياك أن علم التصوف في نفسه علم شريف رفيع قدره سني أمره ، لم تزل أئمة الإسلام وهداة الأنام قديماً وحديثاً يرفعون مناره وَيُجِلُّون مقداره ويعظمون أصحابه ويعتقدون أربابه ، فإنهم أولياء الله وخاصته من خلقه بعد أنبيائه ورسله ، غير أنه دخل فيهم قديماً وحديثاً دخيل تشبهوا بهم وليسوا منهم وتكلموا بغير علم وتحقيق فزلوا وصلوا وأضلوا ، فمنهم من اقتصر على الاسم وتوسل بذلك إلى حطام الدنيا ، ومنهم من لم يتحقق فقال بالحلول وما شابهه فأدى ذلك إلى إساءة الظن بالجميع ، وقد نبه المعتبرون منهم على هذا الخطب الجليل ونصوا على أن هذه الأمور السيئة من ذلك الدخيل.
Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq-Nya padaku dan kamu, sesungguhnya ilmu tasawwuf itu sendiri adalah ilmu yang mulia, tinggi derajatnya dan luhur urusannya. Para imam Islam dan para ulama penunjuk manusia sejak dulu hingga sekarang selalu mengangkat lambangnya, meninggikan martabatnya dan mengangungkan para pemeluknya dan meyakini kemulian ahlinya. Karena mereka adalah para wali Allah Swt dan orang-orang khusus-Nya dari makhluk-Nya setelah para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi masuklah sesuatu yang asing sejak dulu hingga sekarang yang menyerupai penganut tasawwuf padahal sama sekali mereka bukanlah dari ahli tasawwuf. Mereka berbicara tanpa ilmu dan mengerti hakikat, sehingga mereka tergelincir, sesat dan menyesatkan. Di antara mereka ada yang mencukupkan saja dengan nama dan menjadikan perantara untuk mengambil keuntungan dunia. Di antara mereka ada yang belum mencapai hakikat sehingga mereka berucap dengan hulul dan semisalnya, sehingga itu semua membuat munculnya buruk sangka terhadap semua ajaran tasawwuf. Sungguh para pengambil pelajaran dari mereka telah member peringatan atas nasehat mulia ini dan menetapkan bahwa semua perkara buruk ini muncul dari sesuatu yang asing (di luar tasawwuf) tersebut “. (Ta’yidul Haqiqah al-‘Aliyyah Wa Tasyiduth Thariqah asy-Syadziliyyah halaman : 7, karya imam as-Suyuthi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Mufassir Fakhruddin Ar-Razi berkata :
الباب الثامن في أحوال الصوفية:اعلم أن أكثر مَنْ حَصَرَ فرق الأمة، لم يذكر الصوفية وذلك خطأ، لأن حاصل قول الصوفية أن الطريق إِلى معرفة الله تعالى هو التصفية والتجرد من العلائق البدنية، وهذا طريق حسن.. وقال أيضاً: والمتصوفة قوم يشتغلون بالفكر وتجرد النفس عن العلائق الجسمانية، ويجتهدون ألاَّ يخلو سرَّهم وبالَهم عن ذكر الله تعالى في سائر تصرفاتهم وأعمالهم، منطبعون على كمال الأدب مع الله عز وجل، وهؤلاء هم خير فرق الآدميين
Bab kedelapan : Tentang keadaan-keadaan ahli tasawwuf. Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan orang yang menghitung pembagian golongan umat tidak menyebut golongan ahli tasawwuf dan hal itu salah, karena keseluruhan ucapan ahli tasawwuf adalah sesungguhnya jalan menuju pengenalan kepada Allah Ta’ala adalah Tashfiyyah (penyucian) dan membersihkan diri dari ketergantungan badan, dan jalan ini merupakan jalan yang baik. Beliau juga berkata “ Kaum shufi adalah orang-orang yang menyibukkan diri dengan tafakkur dan membersihkan jiwa dari ketergantungan jasmaniyah, berusaha keras agar hati mereka tidak kosong dari mengingat Allah Ta’ala di dalam gerak-gerik mereka, selalu berpegang dengan kesempurnaan adab bersama Allah, dan merekalah paling baiknya golongan anak manusia “. (I’tiqadaat firaqil Muslimin wal musyrikin halaman : 72-73, Karya imam Fakhruddin Ar-Razi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Abdu Rauf al-Manawi berkata :
وإني كنت قبل أن يكتب الشباب خط العذار , أردد ناظري في أخبار الأولياء الأخيار , وأتتبع مواقع إشارات حكم الصوفية الأبرار , وأترقب أحوالهم وأسبر أقوالهم … حتى حصلت من ذلك على فوائد عاليات , وحكم شامخات ساميات فألهمت أن أقيد ما وقفت عليه في ورقات , وأن أجعله في ضمن التراجم , كما فعله بعض الأعاظم الأثبات , فأنزلت الصوفية في طبقات , وضربت لهم في هذا المجموع سرادقات , ورتبتهم على حروف المعجم عشر طبقات , كل مائة سنة طبقة , وجمعتهم كواكب كلها معالم للهدي , ومصابيح للدجى , ورجوم للمسترقة
Sesungguhnya aku sebelum seorang pemuda dicatat akan catatan alasannya, ingin mencermati kisah-kisah para wali Allah yang terpilih, aku telusuri isyarat-isyarat hokum ahli shufi yang baik dan aku selidiki keadaan-keadaan mereka dan aku kuak ucapan-ucapan mereka hingga aku mendapatkan beberapa faedah yang tinggi sebab itu dan hikmah-hikmah berbobot nan luhur. Lalu aku mendapatkan ilham agar mencatat apa yang aku dalami itu pada sebuah buku, dan agar aku buat isi biografi perjalanan mereka sebagaimana telah dilakukan sebagian besar ulama. Maka aku posisikan ulama shufi dalam beberapa tingkatan dan ku beberkan beberapa tenda dalam kumpulan ini. Aku tertibkan nama mereka menjadi sepuluh tingkatan. Setiap seratus tahun satu tingkatan dan aku kumpulkan bintang-bintang seluruhnya bagaikan petunjuk bagi kebenaran dan penerang bagi kegelapan serta panah api bagi si pencuri “. (Al-Kawaiku Ad-Durriyyah fii Tarajimi ash-Shufiyyah halaman : 3-4, karya imam Abdur Raouf al-Manawi)
Al-Imam Al-Kabir Abdul Qahir Al-Baghdadi berkata :
الفصل الأول من فصول هذا الباب في بيان أصناف أهل السنة والجماعة. اعلموا أسعدكم الله أن أهل السنة والجماعة ثمانية أصناف من الناس… والصنف السادس منهم: الزهاد الصوفية الذين أبصروا فأقصروا، واختَبروا فاعتبروا، ورضوا بالمقدور وقنعوا بالميسور، وعلموا أن السمع والبصر والفؤاد كل أُولئك مسؤول عن الخير والشر، ومحاسب على مثاقيل الذر، فأعدُّوا خير الإِعداد ليوم المعاد، وجرى كلامهم في طريقَيْ العبارة والإِشارة على سَمْتِ أهل الحديث دون من يشتري لهو الحديث، لا يعملون الخير رياء، ولا يتركونه حياء، دينُهم التوحيد ونفي التشبيه، ومذهبهم التفويضُ إِلى الله تعالى، والتوكلُ عليه والتسليمُ لأمره، والقناعةُ بما رزقوا، والإِعراضُ عن الاعتراض عليه. {ذلكَ فضلُ اللهِ يؤتِيهِ مَنْ يشاءُ واللهُ ذو الفضلِ العظيمِ
“ Fasal pertama dari fasal-fasal bab ini, tentang penjelasan kelompok-kelompok Ahlus sunnah waljama’ah. Ketahuilah, semoga Allah membuat kalian bahagia, sesungguhnya Ahlus sunnah waljama’ah ada delapan kelompok manusia..(hingga ucapan beliau)..” Kelompok ke enam di anatara mereka adalah orang-orang yang zuhud dan ahlis shufi yang mereka memandang dengan mata hati hingga mereka bisa berlaku sederhana, mereka mendapat ujian dan mereka mengambil pelajarannya. Mereka ridha dengan ketentuan dan legowo dengan hal yang ringan.
Mereka ahli shufi mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertangung jawabannya dari kebaikan atau keburukan dan akan dihisab walau seberat biji atom pun. Maka mereke mempersiapkan diri dengan sebaik-baik bekal untuk hari kembali kelak dan ucapan mereka berjalan di dalam dua jalan ibarat dan isyarat berdasarkan karakter ahli hadits bukan orang yang menjual permainan hadits. Mereka beramal kebaikan tidak dengan pamer dan tidak meninggalkan kebaikan karena malu. Agama mereka Tauhid dan meniadakan Tasybih (penyerupaan) dan mazdhab mereka Tafwidh (menyerahkan makna) kepada Allah Swt, tawakkal dan penyerahan diri kepada perintah Allah. Qonaah terhadap rezeki yang mereka dapat dan berpaling dari mengeluh atas-Nya. Itulah keutamaan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah maha memiliki keutamaan yang agung “. (Al-Farq bainal Firaq halaman : 236)
Al-Imam Hujjatul Islam Al-Ghozali berkata :
ولقد علمت يقيناً أن الصوفية هم السالكون لطريق الله تعالى خاصة وأن سيرتهم أحسن السيرة، وطريقتهم أصوب الطرق، وأخلاقهم أزكى الأخلاق.. ثم يقول رداً على من أنكر على الصوفية وتهجَّم عليهم: وبالجملة فماذا يقول القائلون في طريقةٍ طهارتُها – وهي أول شروطها – تطهيرُ القلب بالكلية عما سوى الله تعالى، ومفتاحها الجاري منها مجرى التحريم من الصلاة استغراقُ القلب بالكلية بذكر الله، وآخرها الفناء بالكلية في الله
“ Sungguh aku telah mengetahui secara yakin bahwa ahli tasawwuf mereka adalah orang yang menapaki jalan Allah Ta’ala secara khusus, sejarah hidup mereka sebaik-sebaik sejarah. Jalan mereka paling benarnya jalan. Akhlak mereka sesuci-sucinya akhlak. (kemudian beliau berkata sebagai jawaban pada orang yang mengingkari ahli tasawwuf) : “ Kesimpulannya, apa yang akan dikatakan para penentang mereka di dalam metode pembersihan ajaran tasawwuf ? sedangkan itu merupakan syarat pertama yaitu membersihkan hati secara keseluruhan dari selain Allah Ta’ala dan kuncinya yang berlaku darinya seperti berlakunya takbiratul ihram saat sholat yaitu tenggelamnya hati secara keseluruhan dengan mengingat Allah dan akhirnya adalah fana secara keseluruhan di dalam Allah Swt “. (Al-Munqidz minadh Dholal : 17, karya imam Ghozali)
Al-Imam Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashfihani berkata :
أما بعد أحسن الله توفيقك فقد استعنت بالله عز وجل وأجبتك الى ما ابتغيت من جمع كتاب يتضمن أسامي جماعة وبعض أحاديثهم وكلامهم من أعلام المتحققين من المتصوفة وأئمتهم وترتيب طبقاتهم من النساك من قرن الصحابة والتابعين وتابعيهم ومن بعدهم ممن عرف الأدلة والحقائق وباشر الأحوال والطرائق وساكن الرياض والحدائق وفارق العوارض والعلائق وتبرأ من المتنطعين والمتعمقين ومن أهل الدعاوى من المتسوفين ومن الكسالى والمتثبطين المتشبهين بهم في اللباس والمقال والمخالفين لهم في العقيدة والفعال وذلك لما بلغك من بسط لساننا ولسان أهل الفقه والآثار في كل القطر والأمصار في المنتسبين إليهم من الفسقة الفجار والمباحية والحلولية الكفار وليس ما حل بالكذبة من الوقيعة والإنكار بقادح في منقبة البررة الأخيار وواضع من درجة الصفوة الأبرار بل في إظهار البراءة من الكذابين , والنكير على الخونة الباطلين نزاهة للصادقين ورفعة للمتحققين ولو لم نكشف عن مخازي المبطلين ومساويهم ديانة , للزمنا إبانتها وإشاعتها حمية وصيانة , إذ لأسلافنا في التصوف العلم المنشور والصيت والذكر المشهور
“ Selanjutnya, semoga Allah memperbagus taufiqmu, maka sungguh aku telah memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dan menjawabmu atas apa yang engkau mau dari pengumpulan kitab yang mengandung nama-nama kelompok dan sebagian hadits dan ucapan mereka dari ulama hakikat dari orang-orang ahli tasawwuf, para imam dari mereka, penertiban tingkatan mereka dari orang-orang ahli ibadah sejak zaman sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in dan setelahnya dari orang yang memahami dalil dan hakikat.
Menjalankan hal ihwal serta thariqah, bertempat di taman (ketenangan) dan meninggalkan ketergantungan. Berlepas dari orang-orang yang berlebihan dan orang-orang yang mengaku-ngaku, orang-orang yang berandai-andai dan dari orang-orang yang malas yang menyerupai mereka di dalam pakaian dan ucapan dan bertentangan pada mereka di dalam aqidah dan perbuatan. Demikian itu ketika sampai padamu dari pemaparan lisan kami dan lisan ulama fiqih dan hadits di setiap daerah dan masa tentang orang-orang yang menisabatkan diri pada mereka adalah orang-orang fasiq, fajir, suka mudah berkata mubah dan halal lagi kufur. Bukanlah menghalalkan dengan kedustaan, umpatan dan pengingkaran dengan celaan di dalam manaqib orang-orang baik pilihan dan perendahan dari derajat orang-orang suci lagi baik, akan tetapi di dalam menampakkan pelepasan diri dari orang-orang pendusta dan pengingkaran atas orang-orang pengkhianat, bathil sebagai penyucian bagi orang-orang jujur dan keluhuran bagi orang-orang ahli hakikat. Seandainya kami tidak menyingkap kehinaan dan keburukan orang-orang yang mengingkari tasawwuf itu sebagai bagian dari agama, maka kami pasti akan menjelaskan dan mengupasnya sebagai penjagaan, karena salaf kami di dalam ilmu tasawwuf memiliki ilmu yang sudah tersebar dan nama yang masyhur “. (Muqoddimah Hilyah Al-Awliya, karya imam Al-Ashfihani)
Al-Imam Al-Kabir Al-Mufassir An-Nadzdzar Abi Al- muzdhaffar Al-Isfirayaini berkata :
في الباب الخامس عشر : في بيان اعتقاد أهل السنة والجماعة وبيان مفاخرهم ومحاسن أحوالهم وسادسها : علم التصوف والإشارات , وما لهم فيها من الدقائق والحقائق , لم يكن قط لأحد من أهل البدعة فيه حظ بل كانوا محرومين مما فيه من الراحة والحلاوة , والسكينة والطمأنينة وقد ذكر أبو عبد الرحمن السلمي من مشايخهم قريبا من ألف ، وجمع إشاراتهم وأحاديثهم ولم يوجد في جملتهم قط من ينسب إلى شيء من بدع القدرية والروافض ، والخوارج ، وكيف يتصور فيهم من هؤلاء وكلامهم يدور على التسليم ، والتفويض والتبري من النفس ، والتوحيد بالخلق والمشيئة ، وأهل البدع ينسبون الفعل ، والمشيئة ، والخلق ، والتقدير إلى أنفسهم ، وذلك بمعزل عما عليه أهل الحقائق من التسليم والتوحيد
Di bab ke-15 : Tentang penjelasan aqidah Ahlus sunnah waljama’ah dan penjelasan kebanggaan serta kebaikan hal ihwal mereka. Fasal yang ke- 6 adalah : Ilmu Tasawwuf dan isyarat dan apa yang mereka miliki dari ilmu-ilmu yang lembut dan ilmu hakikat. Yang tidak akan mendapat bagian sedikitpun dari ilmu ini orang-orang ahli bid’ah bahkan mereka terhalang mendapatkan apa yang ada pada ulama tasawwuf dari ketenangan, manisnya ibadah, sakinah dan tuma’ninah. Abu Abdirrahman As-Salmi telah menyebutkan guru-guru mereka hampir mendekati seribu, mengumpulkan isyarat dan hadits mereka namun tak ditemukan satu pun dari mereka orang-orang ahli bid’ah seperti qodariyyah, rowafidhoh dan khowarij. Bagaimana bisa tergambar pada mereka padahal ucapan ahli tasawwuf berputar pada taslim, tawakkal dan berlepas dari diri. Dan bertauhid dengan akhlak dan keinginan. Sedangkan ahlul bid’ah menisbatkan perbuatan dan keinginan, akhlak dan pennetuan pada diri mereka. Hal ini bertentangan dengan ahli hakikat dari sifat taslim dan tauhid “. (At-Tabshir fiddin halaman : 164, karya imam al-Isfirayaini)
2. Pendapat Imam Malik Rahimahullah :
يقول الإِمام مالك رحمه الله تعالى: (مَنْ تفقَّهَ ولم يتصوف فقد تفسق، ومَنْ تصوَّف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن جمعَ بينهما فقد تحقَّق(
حاشية العلامة علي العدوي على شرح الإِمام الزرقاني على متن العزية في الفقه المالكي ج3. ص195. وشرح عين العلم وزين الحلم للإِمام ملا علي القاري المتوفى 1014هـ. ج1. ص33.
Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki) berkata : Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.
(’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
Barang siapa bertasawuf tanpa berfikih maka dia zindiq Barang siapa berfikih tanpa bertasawuf maka dia fasik Barang siapa menggabung keduanya maka dia akan sampai pada hakikat (Imam Malik)
Imam Malik berkata : Fiqih tanpa Tasawwuf adalah munafiq..
من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن جمع بينهما فقد تحقق
Barang siapa belajar tasawuf tanpa belajar fiqih berarti ia zindiq. Barang siapa belajar fiqih tanpa tasawuf berarti ia munafiq. Dan barang siapa mengumpulkan tasawuf dan fiqih berarti ia adalah orang yang benar. (Iqozhul Himam. Hlm 6).
Imam Malik berkata : "Barangsiapa yang memahami fiqh tanpa bertasawwuf maka fasiq, dan barangsiapa yang bertasawwuf tanpa memahami fiqh maka zindiq, dan barangsiapa yang telah menghimpun antara keduanya bererti ia telah merealisasikan kebenaran.
(Hasyiyah Allamah al Adawi, Sheikh Ali al Adawi jilid 3 m/s 195)
3. Pendapat Imam Abu Hanifah Rahimahullah :
وقد مر بك في بحث بين الشريعة والحقيقة الكلام المفصل عن الإِمام الأكبر أبي حنيفة النعمان رحمه الله تعالى، وكيف أنه كان يعطي الشريعة والطريقة، وأنه كان فارس هذا الميدان، كما ذكر العلامة ابن عابدين في حاشيته المشهورة
)أبو حنيفة أحد الأئمة الأربعة، أشهر من أن يعرف، توفي في بغداد سنة 150هـ. انظر (395 - 396) من هذا الكتاب(
Imam Abu Hanifah (Pendiri Mazhab Hanafi) berkata : Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as-Shodiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar. (Kitab Durr al Mantsur)
Seorang ahli fikir Hanafi, Al Hasfaki radiyaLlahu 'anhu penulis kitab al Durr al Mukhtar telah mengutip;
Bahawa Abu Ali ad Daqqaq radiyaLlahu 'anhu berkata: Saya telah mengambil thariqat ini dari Abu al Qasim anNasr Abadi radiyaLLahu 'anhu , beliau berkata; Saya mengambilnya dari as Syibili dari as Saqathi dari Ma'ruf al Kharkhi, dari Daud ath Tho'i dan beliau mengambil ilmu sekaligus thariqat dari Imam Abu Hanifah radiyaLlahu'anhu.
Setiap dari mereka memuji dan mengakui keutamaan Imam Abu Hanifah radiyaLlahu 'anhu.
Kemudian Imam al Hasfaki berpendapat : "Sungguh aneh sekali..! Bukankah para pembesar ulama itu sebagai teladanmu? Apakah mereka diragukan pengakuan kebanggaannya? Sedang mereka adalah para imam Thariqat ini sekaligus tokoh syari'ah (fiqh) dan thariqat (tasawwuf), dan tokoh yang dating setelahnya dalam perkara ini adalah para pengikutnya, dan setiap orang yang bertolak belakang dengan apa yang mereka pegang itu ditolak dan dianggap bid'ah.
4. Pendapat Imam Ahmad Rahimahullah :
Pada awalnya sebelum Imam Ahmad bersuhbah (bersahabat) kepada orang shufi berkata kepada puteranya : "Wahai puteraku berpeganglah kepada Hadith, jauhilah mereka yang menamakan
dirinya sufi, kerana boleh salah satu daripada mereka itu seorang yang bodoh terhadap hukum-hukum agama."
Namun ketika beliau telah bersuhbah dengan Abu Hamzah al Baghdadi as Sufi dan mengetahui
keadaan mereka, beliau berkata kepada puteranya: "Wahai puteraku, engkau harus bermujalasah (duduk bersama-sama) dengan kaum sufi, kerana mereka telah menambahkan ilmu, muraqqabah,
takut kepada Allah, zuhud dan ketinggian semangat kita"
(Kasyful Khafa', Imam al Ajluni, jld 1, m/s 341)
كان الإِمام أحمد رحمه الله تعالى [الإِمام أحمد رحمه الله تعالى أحد الأئمة الأربعة المشهورين توفي سنة 241هـ] قبل مصاحبته للصوفية يقول لولده عبد الله رحمه الله تعالى: (يا ولدي عليك بالحديث، وإِياك ومجالسة هؤلاء الذين سموا أنفسهم صوفية، فإِنهم ربما كان أحدهم جاهلاً بأحكام دينه. فلمَّا صحب أبا حمزة البغدادي الصوفي، وعرف أحوال القوم، أصبح يقول لولده: يا ولدي عليك بمجالسة هؤلاء القوم، فِإِنهم زادوا علينا بكثرة العلم والمراقبة والخشية والزهد وعلو الهمة) [“تنوير القلوب” ص405 للعلامة الشيخ أمين الكردي المتوفى سنة 1332هـ[.
ونقل العلامة محمد السفاريني الحنبلي رحمه الله تعالى عن إِبراهيم بن عبد الله القلانسي رحمه الله تعالى أن الإِمام أحمد رحمه الله تعالى قال عن الصوفية: (لا أعلم أقواماً أفضل منهم. قيل: إِنهم يستمعون ويتواجدون، قال: دعوهم يفرحوا مع الله ساعة..) [“غذاء الألباب شرح منظومة الآداب” ج1. ص120[
Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) berkata : Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka.
(Ghiza al Al-bab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Telah berkata Imam Muhammad as Safaraini al Hanbali daripada Ibrahim bin AbduLlah al Qalansi ; Bahawa Imam Ahmad telah berkata tentang kaum Sufi ; "Aku tidak mengetahui orang yang lebih utama daripada mereka (sufi). Lalu ditanyakan; Mereka itu melantunkan nasyid, kemudian saling hanyut diri. Beliau menjawab : "Biarkan mereka bergembira sesaat bersama ALlah subahanahu wa ta'ala". (Manzumatul Adab, jilid 1 m/s 120)
AbduLlah bin al Mubarak radiyaLlahu 'anhu berkata: "Tidak seorangpun yang lebih patut menjadi ikutan selain Imam Abu Hanifah kerana beliau sebagai seorang imam yang bertaqwa, bersih, wara', 'alim dan faqih, beliau telah dibukakan kasyaf, faham, kecerdasan dan ketaqwaan yang tidak ada pada orang lain.
Karakteristik "Akhlak" Kaum Sufi Menurut Ulama Besar Tasawuf
a. Menurut Imam Junaidi al-Baghdady
وَقَالَ جُنَيْدِيْ: اَلصُّوْفِيْ كَالاَرْضِ يُطْرَحُ عَلَيْهَا كُلُّ قَبِيْحٍ وَلاَ يَخْرُجُ مِنْهَا إِِلاَّ كُلُّ مَلِيْحٍ وَقَالَ اَيْضًا: اَلصُّوْفِى كَالاَرْضِ يَطَئُوْهَا الْبِرُّ وَالْفَاجِرُ وَكَالسَّمَاءِ وَكَالسَّحَابِِ تُظِلُّ كُلَّ شَيْءٍ وَكَالْمَطَارِ يُسْقِى كُلَّ شَيْءٍِ . في الكتاب نشأة التصوف وتصريف الصوف ص 22
“Seorang sufi itu bagaikan bumi yang bila dilempari keburukan maka ia akan selalu membalasnya dengan kebaikan. Seorang sufi itu bagaikan bumi yang mana di atasnya berjalan segala sesuatu yang baik maupun yang buruk (semua diterimanya). Seorang sufi juga bagaikan langit atau mendung yang menaungi semua yang ada di bawahnya, dan seperti air hujan yang menyirami segala sesuatu tanpa memilah dan memilih, [yang baik maupun yang buruk semuanya diayominya]”. Kitab Nasyatu at-Tashawuf Wa Tashrifu as-Shufi hal 22
b. Dan menurut Aba Bakar al-Syibly dalam kitab Hilyah al-Auliya’ Hal 11.
قَالَ اَبَا بَكَرْ الشِّبْلِيْ: اَلصُّوْفِيْ, مَنْ صَفاَ قَلْبَهُ فَصَفَى، وَسَلَكَ طَرِيْقَ اْلمُصْطَفَى صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَمَى الدُّنْيَا خَلْفَ اْلقَفَا، وَأَذَاقَ اْلهَوَى طَعْمَ اْلجَفَا.(كتاب حلية الاولياء ص:11)
“Orang sufi itu adalah seseorang yang membersihkan hatinya maka bersihlah hatinya, dan mengikuti jalannya Nabi al-Musthafa Saw. Serta tidak terlalu memikirkan perkara duniawi (lebih mementingkan masalah ukhrowi), dan menghilangkan keinginan hawa nafsunya. (Hilyatu al-Auliya’ hlm. 11)
c. Aba Hammam Abd. Rahman bin Mujib as-Shufi berpendapat:
سَمِعْتُ أَبَا هَمَّامْ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنِ مُجِيْبٍ اَلصُّوْفِي وَسُئِلَ عَنِ اَلصُّوْفِيْ فَقَالَ: لِنَفْسِهِ ذَابِحٌ، وَلِهَوَاهُ فَاضِحٌ، وَلِعَدُوِّهِ جَارِحٌ، وَلِلْخَلْقِ نَاصِحٌ. دَائِمِ اْلوَجَلِ، يَحْكُمُ اْلعَمَلَ، وَيَبْعَدُ اْلأَمَلَ وَيَسُّدُّ اْلخِلَلَ، ويَغْضَى عَلىَ الزَّلَلِ، عُذْرُهُ بِضَاعَةٍ، وَحَزْنُهُ صَنَاعَةٌ وَعَيْشُهُ قَنَاعَةٌ بِالْحَقِّ عَارِفٌ وَعَلىَ الْبَابِ عَاكِفٌ وَعَنِ الْكُلِّ عَازِفٌ. (كتاب حلية الاولياء ص:11)
“Ciri-ciri orang sufi itu adalah sebagai berikut;
1. Seseorang yang merasa dirinya hina
2. Menahan dan memerangi hawa nafsunya
3. Memberi nasehat kepada mahluk
4. Selalu mendekatkan diri kepada Allah
5. Berperilaku bijaksana
6. Menjauhi berandai-andai (berangan-angan terlalu tinggi dalam hal duniawi)
7. Tidak mau mencela
8. Mencegah perbuatan dosa
9. Waktu luangnya digunakan untuk beribadah
10. Susahnya sengaja di buat-buat (karena memang seorang sufi itu terhindar dari berbagai macam kesedihan dan kesusahan duniawiyah)
11. Hidupnya sederhana
12. Arif terhadap sesuatu yang benar
13. Mengasingkan diri dan mencegah dari segala sesuatu yang sia-sia.
Ciri-Ciri Kepribadian dan Perilaku Seorang Sufi
عَلاَمَةُ الصُّوْفِيّ الصَّادِقِ: أَنْ يَفْتَقِرَّ بَعْدَ الغِنىَ، وَيَذِلَّ بَعْدَ الْعِزِّ، وَيَخْفىَ بَعْدَ الشُّهْرَةِ، وَعَلاَمَةُ الصُّوْفِيْ اَلْكَاذِبِ: أَنْ يَسْتَغْنِيَ بِالدُّنْيَا بَعْدَ الْفَقْرِ، وَيَعِزَّ بَعْدَ الذِلِّ، وِيَشْتَهِرَ بَعْدَ الْخُلَفَاءِ. ( كتاب رسالة القشيرية ص 126-127 )
Menurut Imam Qusyairi dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyah hal. 126-127 ciri-ciri kepribadian dan perilaku seorang sufi dibagi menjadi dua yaitu:
Seorang sufi al-Shadiq: merasa miskin setelah memperoleh kekayaan, merasa hina setelah mendapatkan kemulyaan, dan menyamarkan dirinya setelah terkenal.
Seorang sufi al-Kadzib: merasa kaya akan harta sesudah faqir, merasa mulia setelah hina, merasa terkenal yang mana sebelumnya dia tidak masyhur.
Sebagaimana yang disampaikan Abul Qasim Al-Qusyairy an-Naisabury, seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah,
“ Kaum Sufi, Allah benar-benar telah menjadikan kaum ini sebagai kelompok para waliyullah terpilih; mengutamakan mereka atas semua hamba-Nya setelah para Rasul dan Nabi-Nya. Semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada mereka. Allah menjadikan hati mereka tambang berbagai rahasiaNya; dan mengkhususkan mereka lebih dari umatNya yang lain dengan pantulan cahayaNya. Mereka bagai hujan bagi mahlukNya yang selalu berputar dan berkeliling bersama Al-Haqq dengan kehakikatanNya ditengah “keumuman” tingkah laku manusia. Allah menjernihkan mereka dari segala kekotoran sifat manusia; melembutkan hati dan rohani mereka pada pencapaian tempat-tempat (maqam) musyahadat (persaksian ruhani pada kebesaran dan kegaiban Allah) dengan “penampakan Al-Haqq dari segala hakikat keesaanNya; menempatkan mereka untuk “tetap tegak” dengan sikap penyembahan dan mempersaksikan pada mereka saluran-saluran hukum ketuhanan. Karena itu mereka mampu menunaikan segala bentuk kewajiban yang dibebankan kepada mereka; mampu menghakikati segala yang dianugerahkanNya, berupa perubahan-perubahan dan berbagai putaran hidup, kemudian kembali kepada Allah dengan kebenaran iftiqar (butuh dan menggantung pada kehadiran dan peran Allah) dan hati yang remuk redam karena Allah. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Luhur dan Tinggi; bebas berbuat apa yang dikehendakiNya; bebas memilih siapa saja yang dikehendakiNya; tidak ada yang memberi ketentuan hukum kepada Nya; tidak ada kebenaran bagi makhluk yang mengharuskan pada Allah; sebab pahalaNya adalah awal keutamaan dan siksaanNya adalah hukum keadilanNya; perintahNya adalah ketentuan yang mutlak dari Allah.” (Ar Risalatul Qusyairiyah fi ‘Ilmit Tashawwuf, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi atau versi terjemahan “Risalah Qusyairiyah”, sumber kajian ilmu tasawuf, penterjemah Umar Faruq, penerbit Pustaka Amani, Jakarta ).
Seorang Sufi Juga Seorang Yang Fakih
Imam Ahmad bin Hanbal dengan kebesaran dan keagungannya ketika ia tidak mampu menyelesaikan masalah, ia akan bertanya kepada sang sufi, Abu Hamzah al-Baghdadi, “Bagaimana pendapat anda dalam masalah ini wahai sang sufi?” Maka apa yang dikatakan Abu Hamzah akan dijadikan pegangan. Hal ini cukup menjadi catatan sejarah bagi para guru sufi. Demikian pula dengan kisah al-Qadhi Ahmad bin Syuraih yang juga mengakui kelebihan Syaikh Abu Qasim al-Junaid ra, dimana ia juga mengikuti majelis halaqah al-Junaid, dan ketika ditanya tentang ungkapan-ungkapan al-Junaid, ia tidak banyak berkomentar dan hanya mengatakan, “Aku tidak paham sedikit pun apa yang ia katakan, akan tetapi serangan-serangan ungkapannya bukan ucapan yang tidak berarti.”
Syaikh Abu Qasim al-Junaid ra berkata: “Andaikan aku tahu bahwa di bawah kolong langit ini Allah memiliki ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kaum sufi ini tentu aku akan berangkat ke sana.” Ia juga pernah berkata: “Tidak pernah ada ilmu yang turun dari langit dan Allah memberi jalan kepada makhluk untuk pergi ke sana kecuali Allah juga memberiku bagian pada ilmu tersebut.”
Syaikh Abu al-Qasim al-Qusyairi ra berkata: “Seluruh guru tarekat sufi telah membuat aturan, bahwa salah seorang dari mereka tidak akan memimpin suatu tarekat sama sekali kecuali ia mendalami ilmu syari'at secara sempurna dan telah sampai pada tingkatan kasyaf (tersingkap seluruh hijab). Dimana tingkatan ini sudah tidak butuh lagi mencari dalil (argumentasi). Dan apa yang dilakukan oleh murid untuk menisbatkan diri kepada orang lain (yang bukan kaum sufi) dan membaca ilmu-ilmu lain yang bukan ilmu kaum sufi hanyalah karena ketidaktahuan si murid terhadap tingkatan spiritual mereka. Sebab argumentasi kaum sufi lebih kuat dan valid daripada argumentasi kelompok lain. Ini karena argumentasi mereka didukung dengan metode kasyaf. Dan setiap ada seorang dari kaum sufi yang hidup di suatu kurun, mesti para ulama di kurun tersebut akan hormat dan tunduk pada si sufi tersebut dan melakukan isyarat-isyaratnya. Mereka meminta kepada sang sufi untuk membantu menghilangkan kesulitan yang sedang mereka hadapi. Andaikan bukan kesaksian para ulama sufi akan masalah-masalah yang menyuarakan ketinggian kedudukan mereka, tentu masalahnya akan sebaliknya, dan tidak seperti itu.” Kami telah membicarakan masalah ini dengan panjang lebar dalam Kitab al-Qawa'id ash-Shufiyyah al-Kubra - Dan hanya Allah Yang Maha Tahu.
Jangan Menentang Kaum Shufi
Al-Allamah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن تنتقد على السادة الصوفية : وينبغي للإنسان حيثُ أمكنه عدم الانتقاد على السادة الصوفية نفعنا الله بمعارفهم، وأفاض علينا بواسطة مَحبتَّنا لهم ما أفاض على خواصِّهم، ونظمنا في سلك أتباعهم، ومَنَّ علينا بسوابغ عوارفهم، أنْ يُسَلِّم لهم أحوالهم ما وجد لهم محملاً صحيحاً يُخْرِجهم عن ارتكاب المحرم، وقد شاهدنا من بالغ في الانتقاد عليهم، مع نوع تصعب فابتلاه الله بالانحطاط عن مرتبته وأزال عنه عوائد لطفه وأسرار حضرته، ثم أذاقه الهوان والذلِّة وردَّه إلى أسفل سافلين وابتلاه بكل علَّة ومحنة، فنعوذ بك اللهم من هذه القواصم المُرْهِقات والبواتر المهلكات، ونسألك أن تنظمنا في سلكهم القوي المتين، وأن تَمنَّ علينا بما مَننتَ عليهم حتى نكون من العارفين والأئمة المجتهدين إنك على كل شيء قدير وبالإجابة جدير.
“ Berhati-hatilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah memberi manfaat kepada kita dengan ma’rifat-ma’rifat mereka dan melimpahkan apa yang Allah limpahkan kepada orang-orang khususnya dengan perantara kecintaan kami pada mereka, menetapan kitak pada jalan pengikut mereka dan mencurahkan kita curahan-curahan ilmu ma’rifat mereka.
Hendaknya manusia menyerahkan apa yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkinan-kemungkinan baik yang dapat mengeluarkan mereka dari melakukan perbuatan haram. Kami sungguh telah menyaksikan orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para penentang itu mendapatkan ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya, dan Allah menghilangkan curahan kelembutan-Nya dan rahasia-rahasia kehadiran-Nya.
Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan mengembalikan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan semua penyakit dan cobaan .
Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari hantaman-hantaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tuduhan yang membinasakan. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang kuat, dan Engkau anugerahkan kami apa yang telah Engkau anugerahkan pada mereka sehingga kami menjadi orang yang mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhnya Engkau maha Mampu atas segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulkan permohonan “.
(Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami)
Imam Nawawi Rahimahullah berkata :
أصول طريق التصوف خمسة: تقوى الله في السر والعلانية. اتباع السنة في الأقوال والأفعال. الإِعراض عن الخلق في الإِقبال والإِدبار. الرضى عن الله في القليل والكثير.الرجوع إِلى الله في السراء والضراء.
“ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani berkata :
وروى الخطيب بسند صحيح أن الإمام أحمد سمع كلام المحاسبي فقال لبعض أصحابه ما سمعت في الحقائق مثل كلام هذا الرجل ولا أرى لك صحبتهم . قلت – أي الإمام ابن حجر – إنما نهاه عن صحبتهم لعلمه بقصوره عن مقامهم فإنه في مقام ضيق لا يسلكه كل واحد ويخاف على من يسلكه أن لا يوفيه حقه. وقال الأستاذ أبو منصور البغدادي – عن الحارث المحاسبي – في الطبقة الأولى من أصحاب الشافعي كان إماما في الفقه والتصوف والحديث والكلام وكتبه في هذه العلوم أصول من يصنف فيها
Al-Khatib meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa imam Ahmad mendengar ucapan Al-Muhasibi, maka beliau berkata pada sahabat-sahabatnya “ Aku belum pernah mendengar ucapan tentang hakikat-hakikat seperti ucapan al-Muhasibi ini dan aku berpendapat jangan engkau berteman dengan semisal al-Muhasibi. Aku (Ibnu Hajar) katakana : “ Sesungguhnya imam Ahmad melarang untuk berteman dengan orang semisal al-Muhasibi , karena beliau mengetahui pendeknya maqam (kedudukannya) dibandingkan kedudukan mereka. Karena al-Muhasibi berada di dalam maqam dhiq (sempit) yang tidak mampu ditapaki oleh setiap orang dan dikhawatirkan bagi orang yang menapaki tidak bisa memenuhi haqnya. Ustadz Abul Manshur al-Baghdadi berkata “ Dari al-Harits al-Muhasibi di dalam bab Tingkatan pertama dari pengikut Imam Syafi’i “ Beliau al-Muhasibi adalah seorang imam di bidang ilmu fiqih, tasawwuf, hadits dan kalam. Dan kitab beliau di dalam ilmu ini merupakan ushul / sandaran bagi ulama yang mengarang kitab ilmu “. (Tahdzib at-Tahdzib juz 2 halaman : 117, karya imam Ibnu Hajar al-Asqalani)
Imam Asy Syafie berkata: " Saya telah suhbah dengan kaum Shufi selama 10 tahun, kemudian hanya mendapatkan pelajaran dua huruf , dalam satu riwayat tiga ungkapan :
1] Waktu itu umpama pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia akan menebasmu.
2] Nafsumu jika tidak kau sibukkan dengan yang haq (benar), maka ia menyibukkanmu dengan bathil (salah).
3] Rasa ketiadaan daya (merasakan wujud kebesaran ALlah) itu keselamatan (terpelihara) dirimu. (Tahqiq Haqiqah Aliyah, Sheikh al Hafiz Al Suyuti, m/s 15)
Berkata Imam Syafi'e lagi: Aku cinta kepada dunia kalian itu tiga :
→ Tidak berlebih-lebihan (sederhana)
→ Bergaul kepada orang dengan lemah lembut.
→ Meneladani cara tokoh-tokoh tasawwuf.
(Kasyful Khafa', Imam Al Ajluni, jld 1, m/s 341)
Al-Allamah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن تنتقد على السادة الصوفية : وينبغي للإنسان حيثُ أمكنه عدم الانتقاد على السادة الصوفية نفعنا الله بمعارفهم، وأفاض علينا بواسطة مَحبتَّنا لهم ما أفاض على خواصِّهم، ونظمنا في سلك أتباعهم، ومَنَّ علينا بسوابغ عوارفهم، أنْ يُسَلِّم لهم أحوالهم ما وجد لهم محملاً صحيحاً يُخْرِجهم عن ارتكاب المحرم، وقد شاهدنا من بالغ في الانتقاد عليهم، مع نوع تصعب فابتلاه الله بالانحطاط عن مرتبته وأزال عنه عوائد لطفه وأسرار حضرته، ثم أذاقه الهوان والذلِّة وردَّه إلى أسفل سافلين وابتلاه بكل علَّة ومحنة، فنعوذ بك اللهم من هذه القواصم المُرْهِقات والبواتر المهلكات، ونسألك أن تنظمنا في سلكهم القوي المتين، وأن تَمنَّ علينا بما مَننتَ عليهم حتى نكون من العارفين والأئمة المجتهدين إنك على كل شيء قدير وبالإجابة جدير.
“ Berhati-hatilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah member manfaat kpeada kita dengan ma’rifat-ma’rifat mereka dan melimpahkan apa yang Allah limpahkan kepada orang-orang khususnya dengan perantara kecintaan kami pada mereka, menetapkan kita pada jalan pengikut mereka dan mencurahkan kita curahan-curahan ilmu ma’rifat mereka. Hendaknya manusia menyerahkan apa yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkinan-kemungkinan baik yang dapat mengeluarkan mereka dari melakukan perbuatan haram.
Kami sungguh telah menyaksikan orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para penentang itu mendapatkan ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya, dan Allah menghilangkan curahan kelembutan-Nya dan rahasia-rahasia kehadiran-Nya. Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan mengembalikan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan semua penyakit dan cobaan . Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari hantaman-hantaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tuduhan yang membinasakan. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang kuat, dan Engkau anugerahkan kami apa yang telah Engkau anugerahkan pada mereka sehingga kami menjadi orang yang mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhnya Engkau maha Mampu atas segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulkan permohonan “ (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami)
Al-Imam Al-Allamah Syaikhul Islam Tajuddin As-Subuki berkata :
حَيَّاهمُ الله وبيَّاهم وجمعنا في الجنة نحن وإِياهم. وقد تشعبت الأقوال فيهم تشعباً ناشئاً عن الجهل بحقيقتهم لكثرة المُتلبِّسين بها، بحيث قال الشيخ أبو محمد الجويني لا يصح الوقف عليهم لأنه لا حدَّ لهم. والصحيح صحته، وأنهم المعرضون عن الدنيا المشتغلون في أغلب الأوقات بالعبادة.. ثم تحدث عن تعاريف التصوف إِلى أن قال: والحاصل أنهم أهل الله وخاصته الذين ترتجى الرحمة بذكرهم، ويُستنزل الغيث بدعائهم، فرضي الله عنهم وعنَّا بهم
Semoga Allah memanjangkan hidup para penganut tasawwuf dan mengangkat derajat mereka serta mengumpulkan kita dan mereka di surga. Sungguh telah banyak pendapat miring tentang mereka yang bersumber dari kejahilan akan hakekat mereka disebabkan oknum-oknum yang membuat samar ajaran tasawwuf. Oleh karenanya syaikh Abu Muhammad Al-Juwaini berkata “ Tidak boleh berhenti dalam mendefiniskan mereka, sebab mereka tak memiliki batasan istilah. Yang benar adalah keabsahannya dan definisi shufiyyah adalah orang-orang yang berpaling dari dunia yang menyibukkan diri disebagian besar waktunya dengan beribadah. Kemudian bermunculanlah ta’rif-ta’rif baru tentang tasawwuf..(sampai ucapan beliau) : “..Kesimpulannya ulama tasawwuf adalah keluarga dan orang-orang khusus Allah yang diharapan turunnya rahmat dengan menyebut nama mereka dan turunnya hujan dengan perantara doa mereka. Maka semoga Allah meridhoi mereka dan kita semua dengan sebab mereka . (Mu’idun Ni’am wa Mubidun Niqam halaman : 140, karya imam Subuki)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi berkata :
اعلم وفقني الله وإياك أن علم التصوف في نفسه علم شريف رفيع قدره سني أمره ، لم تزل أئمة الإسلام وهداة الأنام قديماً وحديثاً يرفعون مناره وَيُجِلُّون مقداره ويعظمون أصحابه ويعتقدون أربابه ، فإنهم أولياء الله وخاصته من خلقه بعد أنبيائه ورسله ، غير أنه دخل فيهم قديماً وحديثاً دخيل تشبهوا بهم وليسوا منهم وتكلموا بغير علم وتحقيق فزلوا وصلوا وأضلوا ، فمنهم من اقتصر على الاسم وتوسل بذلك إلى حطام الدنيا ، ومنهم من لم يتحقق فقال بالحلول وما شابهه فأدى ذلك إلى إساءة الظن بالجميع ، وقد نبه المعتبرون منهم على هذا الخطب الجليل ونصوا على أن هذه الأمور السيئة من ذلك الدخيل.
Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq-Nya padaku dan kamu, sesungguhnya ilmu tasawwuf itu sendiri adalah ilmu yang mulia, tinggi derajatnya dan luhur urusannya. Para imam Islam dan para ulama penunjuk manusia sejak dulu hingga sekarang selalu mengangkat lambangnya, meninggikan martabatnya dan mengangungkan para pemeluknya dan meyakini kemulian ahlinya. Karena mereka adalah para wali Allah Swt dan orang-orang khusus-Nya dari makhluk-Nya setelah para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi masuklah sesuatu yang asing sejak dulu hingga sekarang yang menyerupai penganut tasawwuf padahal sama sekali mereka bukanlah dari ahli tasawwuf. Mereka berbicara tanpa ilmu dan mengerti hakikat, sehingga mereka tergelincir, sesat dan menyesatkan. Di antara mereka ada yang mencukupkan saja dengan nama dan menjadikan perantara untuk mengambil keuntungan dunia. Di antara mereka ada yang belum mencapai hakikat sehingga mereka berucap dengan hulul dan semisalnya, sehingga itu semua membuat munculnya buruk sangka terhadap semua ajaran tasawwuf. Sungguh para pengambil pelajaran dari mereka telah member peringatan atas nasehat mulia ini dan menetapkan bahwa semua perkara buruk ini muncul dari sesuatu yang asing (di luar tasawwuf) tersebut “. (Ta’yidul Haqiqah al-‘Aliyyah Wa Tasyiduth Thariqah asy-Syadziliyyah halaman : 7, karya imam as-Suyuthi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Mufassir Fakhruddin Ar-Razi berkata :
الباب الثامن في أحوال الصوفية:اعلم أن أكثر مَنْ حَصَرَ فرق الأمة، لم يذكر الصوفية وذلك خطأ، لأن حاصل قول الصوفية أن الطريق إِلى معرفة الله تعالى هو التصفية والتجرد من العلائق البدنية، وهذا طريق حسن.. وقال أيضاً: والمتصوفة قوم يشتغلون بالفكر وتجرد النفس عن العلائق الجسمانية، ويجتهدون ألاَّ يخلو سرَّهم وبالَهم عن ذكر الله تعالى في سائر تصرفاتهم وأعمالهم، منطبعون على كمال الأدب مع الله عز وجل، وهؤلاء هم خير فرق الآدميين
Bab kedelapan : Tentang keadaan-keadaan ahli tasawwuf. Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan orang yang menghitung pembagian golongan umat tidak menyebut golongan ahli tasawwuf dan hal itu salah, karena keseluruhan ucapan ahli tasawwuf adalah sesungguhnya jalan menuju pengenalan kepada Allah Ta’ala adalah Tashfiyyah (penyucian) dan membersihkan diri dari ketergantungan badan, dan jalan ini merupakan jalan yang baik. Beliau juga berkata “ Kaum shufi adalah orang-orang yang menyibukkan diri dengan tafakkur dan membersihkan jiwa dari ketergantungan jasmaniyah, berusaha keras agar hati mereka tidak kosong dari mengingat Allah Ta’ala di dalam gerak-gerik mereka, selalu berpegang dengan kesempurnaan adab bersama Allah, dan merekalah paling baiknya golongan anak manusia “. (I’tiqadaat firaqil Muslimin wal musyrikin halaman : 72-73, Karya imam Fakhruddin Ar-Razi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Abdu Rauf al-Manawi berkata :
وإني كنت قبل أن يكتب الشباب خط العذار , أردد ناظري في أخبار الأولياء الأخيار , وأتتبع مواقع إشارات حكم الصوفية الأبرار , وأترقب أحوالهم وأسبر أقوالهم … حتى حصلت من ذلك على فوائد عاليات , وحكم شامخات ساميات فألهمت أن أقيد ما وقفت عليه في ورقات , وأن أجعله في ضمن التراجم , كما فعله بعض الأعاظم الأثبات , فأنزلت الصوفية في طبقات , وضربت لهم في هذا المجموع سرادقات , ورتبتهم على حروف المعجم عشر طبقات , كل مائة سنة طبقة , وجمعتهم كواكب كلها معالم للهدي , ومصابيح للدجى , ورجوم للمسترقة
Sesungguhnya aku sebelum seorang pemuda dicatat akan catatan alasannya, ingin mencermati kisah-kisah para wali Allah yang terpilih, aku telusuri isyarat-isyarat hokum ahli shufi yang baik dan aku selidiki keadaan-keadaan mereka dan aku kuak ucapan-ucapan mereka hingga aku mendapatkan beberapa faedah yang tinggi sebab itu dan hikmah-hikmah berbobot nan luhur. Lalu aku mendapatkan ilham agar mencatat apa yang aku dalami itu pada sebuah buku, dan agar aku buat isi biografi perjalanan mereka sebagaimana telah dilakukan sebagian besar ulama. Maka aku posisikan ulama shufi dalam beberapa tingkatan dan ku beberkan beberapa tenda dalam kumpulan ini. Aku tertibkan nama mereka menjadi sepuluh tingkatan. Setiap seratus tahun satu tingkatan dan aku kumpulkan bintang-bintang seluruhnya bagaikan petunjuk bagi kebenaran dan penerang bagi kegelapan serta panah api bagi si pencuri “. (Al-Kawaiku Ad-Durriyyah fii Tarajimi ash-Shufiyyah halaman : 3-4, karya imam Abdur Raouf al-Manawi)
Al-Imam Al-Kabir Abdul Qahir Al-Baghdadi berkata :
الفصل الأول من فصول هذا الباب في بيان أصناف أهل السنة والجماعة. اعلموا أسعدكم الله أن أهل السنة والجماعة ثمانية أصناف من الناس… والصنف السادس منهم: الزهاد الصوفية الذين أبصروا فأقصروا، واختَبروا فاعتبروا، ورضوا بالمقدور وقنعوا بالميسور، وعلموا أن السمع والبصر والفؤاد كل أُولئك مسؤول عن الخير والشر، ومحاسب على مثاقيل الذر، فأعدُّوا خير الإِعداد ليوم المعاد، وجرى كلامهم في طريقَيْ العبارة والإِشارة على سَمْتِ أهل الحديث دون من يشتري لهو الحديث، لا يعملون الخير رياء، ولا يتركونه حياء، دينُهم التوحيد ونفي التشبيه، ومذهبهم التفويضُ إِلى الله تعالى، والتوكلُ عليه والتسليمُ لأمره، والقناعةُ بما رزقوا، والإِعراضُ عن الاعتراض عليه. {ذلكَ فضلُ اللهِ يؤتِيهِ مَنْ يشاءُ واللهُ ذو الفضلِ العظيمِ
“ Fasal pertama dari fasal-fasal bab ini, tentang penjelasan kelompok-kelompok Ahlus sunnah waljama’ah. Ketahuilah, semoga Allah membuat kalian bahagia, sesungguhnya Ahlus sunnah waljama’ah ada delapan kelompok manusia..(hingga ucapan beliau)..” Kelompok ke enam di anatara mereka adalah orang-orang yang zuhud dan ahlis shufi yang mereka memandang dengan mata hati hingga mereka bisa berlaku sederhana, mereka mendapat ujian dan mereka mengambil pelajarannya. Mereka ridha dengan ketentuan dan legowo dengan hal yang ringan.
Mereka ahli shufi mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertangung jawabannya dari kebaikan atau keburukan dan akan dihisab walau seberat biji atom pun. Maka mereke mempersiapkan diri dengan sebaik-baik bekal untuk hari kembali kelak dan ucapan mereka berjalan di dalam dua jalan ibarat dan isyarat berdasarkan karakter ahli hadits bukan orang yang menjual permainan hadits. Mereka beramal kebaikan tidak dengan pamer dan tidak meninggalkan kebaikan karena malu. Agama mereka Tauhid dan meniadakan Tasybih (penyerupaan) dan mazdhab mereka Tafwidh (menyerahkan makna) kepada Allah Swt, tawakkal dan penyerahan diri kepada perintah Allah. Qonaah terhadap rezeki yang mereka dapat dan berpaling dari mengeluh atas-Nya. Itulah keutamaan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah maha memiliki keutamaan yang agung “. (Al-Farq bainal Firaq halaman : 236)
Al-Imam Hujjatul Islam Al-Ghozali berkata :
ولقد علمت يقيناً أن الصوفية هم السالكون لطريق الله تعالى خاصة وأن سيرتهم أحسن السيرة، وطريقتهم أصوب الطرق، وأخلاقهم أزكى الأخلاق.. ثم يقول رداً على من أنكر على الصوفية وتهجَّم عليهم: وبالجملة فماذا يقول القائلون في طريقةٍ طهارتُها – وهي أول شروطها – تطهيرُ القلب بالكلية عما سوى الله تعالى، ومفتاحها الجاري منها مجرى التحريم من الصلاة استغراقُ القلب بالكلية بذكر الله، وآخرها الفناء بالكلية في الله
“ Sungguh aku telah mengetahui secara yakin bahwa ahli tasawwuf mereka adalah orang yang menapaki jalan Allah Ta’ala secara khusus, sejarah hidup mereka sebaik-sebaik sejarah. Jalan mereka paling benarnya jalan. Akhlak mereka sesuci-sucinya akhlak. (kemudian beliau berkata sebagai jawaban pada orang yang mengingkari ahli tasawwuf) : “ Kesimpulannya, apa yang akan dikatakan para penentang mereka di dalam metode pembersihan ajaran tasawwuf ? sedangkan itu merupakan syarat pertama yaitu membersihkan hati secara keseluruhan dari selain Allah Ta’ala dan kuncinya yang berlaku darinya seperti berlakunya takbiratul ihram saat sholat yaitu tenggelamnya hati secara keseluruhan dengan mengingat Allah dan akhirnya adalah fana secara keseluruhan di dalam Allah Swt “. (Al-Munqidz minadh Dholal : 17, karya imam Ghozali)
Al-Imam Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashfihani berkata :
أما بعد أحسن الله توفيقك فقد استعنت بالله عز وجل وأجبتك الى ما ابتغيت من جمع كتاب يتضمن أسامي جماعة وبعض أحاديثهم وكلامهم من أعلام المتحققين من المتصوفة وأئمتهم وترتيب طبقاتهم من النساك من قرن الصحابة والتابعين وتابعيهم ومن بعدهم ممن عرف الأدلة والحقائق وباشر الأحوال والطرائق وساكن الرياض والحدائق وفارق العوارض والعلائق وتبرأ من المتنطعين والمتعمقين ومن أهل الدعاوى من المتسوفين ومن الكسالى والمتثبطين المتشبهين بهم في اللباس والمقال والمخالفين لهم في العقيدة والفعال وذلك لما بلغك من بسط لساننا ولسان أهل الفقه والآثار في كل القطر والأمصار في المنتسبين إليهم من الفسقة الفجار والمباحية والحلولية الكفار وليس ما حل بالكذبة من الوقيعة والإنكار بقادح في منقبة البررة الأخيار وواضع من درجة الصفوة الأبرار بل في إظهار البراءة من الكذابين , والنكير على الخونة الباطلين نزاهة للصادقين ورفعة للمتحققين ولو لم نكشف عن مخازي المبطلين ومساويهم ديانة , للزمنا إبانتها وإشاعتها حمية وصيانة , إذ لأسلافنا في التصوف العلم المنشور والصيت والذكر المشهور
“ Selanjutnya, semoga Allah memperbagus taufiqmu, maka sungguh aku telah memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dan menjawabmu atas apa yang engkau mau dari pengumpulan kitab yang mengandung nama-nama kelompok dan sebagian hadits dan ucapan mereka dari ulama hakikat dari orang-orang ahli tasawwuf, para imam dari mereka, penertiban tingkatan mereka dari orang-orang ahli ibadah sejak zaman sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in dan setelahnya dari orang yang memahami dalil dan hakikat.
Menjalankan hal ihwal serta thariqah, bertempat di taman (ketenangan) dan meninggalkan ketergantungan. Berlepas dari orang-orang yang berlebihan dan orang-orang yang mengaku-ngaku, orang-orang yang berandai-andai dan dari orang-orang yang malas yang menyerupai mereka di dalam pakaian dan ucapan dan bertentangan pada mereka di dalam aqidah dan perbuatan. Demikian itu ketika sampai padamu dari pemaparan lisan kami dan lisan ulama fiqih dan hadits di setiap daerah dan masa tentang orang-orang yang menisabatkan diri pada mereka adalah orang-orang fasiq, fajir, suka mudah berkata mubah dan halal lagi kufur. Bukanlah menghalalkan dengan kedustaan, umpatan dan pengingkaran dengan celaan di dalam manaqib orang-orang baik pilihan dan perendahan dari derajat orang-orang suci lagi baik, akan tetapi di dalam menampakkan pelepasan diri dari orang-orang pendusta dan pengingkaran atas orang-orang pengkhianat, bathil sebagai penyucian bagi orang-orang jujur dan keluhuran bagi orang-orang ahli hakikat. Seandainya kami tidak menyingkap kehinaan dan keburukan orang-orang yang mengingkari tasawwuf itu sebagai bagian dari agama, maka kami pasti akan menjelaskan dan mengupasnya sebagai penjagaan, karena salaf kami di dalam ilmu tasawwuf memiliki ilmu yang sudah tersebar dan nama yang masyhur “. (Muqoddimah Hilyah Al-Awliya, karya imam Al-Ashfihani)
Al-Imam Al-Kabir Al-Mufassir An-Nadzdzar Abi Al- muzdhaffar Al-Isfirayaini berkata :
في الباب الخامس عشر : في بيان اعتقاد أهل السنة والجماعة وبيان مفاخرهم ومحاسن أحوالهم وسادسها : علم التصوف والإشارات , وما لهم فيها من الدقائق والحقائق , لم يكن قط لأحد من أهل البدعة فيه حظ بل كانوا محرومين مما فيه من الراحة والحلاوة , والسكينة والطمأنينة وقد ذكر أبو عبد الرحمن السلمي من مشايخهم قريبا من ألف ، وجمع إشاراتهم وأحاديثهم ولم يوجد في جملتهم قط من ينسب إلى شيء من بدع القدرية والروافض ، والخوارج ، وكيف يتصور فيهم من هؤلاء وكلامهم يدور على التسليم ، والتفويض والتبري من النفس ، والتوحيد بالخلق والمشيئة ، وأهل البدع ينسبون الفعل ، والمشيئة ، والخلق ، والتقدير إلى أنفسهم ، وذلك بمعزل عما عليه أهل الحقائق من التسليم والتوحيد
Di bab ke-15 : Tentang penjelasan aqidah Ahlus sunnah waljama’ah dan penjelasan kebanggaan serta kebaikan hal ihwal mereka. Fasal yang ke- 6 adalah : Ilmu Tasawwuf dan isyarat dan apa yang mereka miliki dari ilmu-ilmu yang lembut dan ilmu hakikat. Yang tidak akan mendapat bagian sedikitpun dari ilmu ini orang-orang ahli bid’ah bahkan mereka terhalang mendapatkan apa yang ada pada ulama tasawwuf dari ketenangan, manisnya ibadah, sakinah dan tuma’ninah. Abu Abdirrahman As-Salmi telah menyebutkan guru-guru mereka hampir mendekati seribu, mengumpulkan isyarat dan hadits mereka namun tak ditemukan satu pun dari mereka orang-orang ahli bid’ah seperti qodariyyah, rowafidhoh dan khowarij. Bagaimana bisa tergambar pada mereka padahal ucapan ahli tasawwuf berputar pada taslim, tawakkal dan berlepas dari diri. Dan bertauhid dengan akhlak dan keinginan. Sedangkan ahlul bid’ah menisbatkan perbuatan dan keinginan, akhlak dan pennetuan pada diri mereka. Hal ini bertentangan dengan ahli hakikat dari sifat taslim dan tauhid “. (At-Tabshir fiddin halaman : 164, karya imam al-Isfirayaini)
2. Pendapat Imam Malik Rahimahullah :
يقول الإِمام مالك رحمه الله تعالى: (مَنْ تفقَّهَ ولم يتصوف فقد تفسق، ومَنْ تصوَّف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن جمعَ بينهما فقد تحقَّق(
حاشية العلامة علي العدوي على شرح الإِمام الزرقاني على متن العزية في الفقه المالكي ج3. ص195. وشرح عين العلم وزين الحلم للإِمام ملا علي القاري المتوفى 1014هـ. ج1. ص33.
Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki) berkata : Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.
(’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
Barang siapa bertasawuf tanpa berfikih maka dia zindiq Barang siapa berfikih tanpa bertasawuf maka dia fasik Barang siapa menggabung keduanya maka dia akan sampai pada hakikat (Imam Malik)
Imam Malik berkata : Fiqih tanpa Tasawwuf adalah munafiq..
من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن جمع بينهما فقد تحقق
Barang siapa belajar tasawuf tanpa belajar fiqih berarti ia zindiq. Barang siapa belajar fiqih tanpa tasawuf berarti ia munafiq. Dan barang siapa mengumpulkan tasawuf dan fiqih berarti ia adalah orang yang benar. (Iqozhul Himam. Hlm 6).
Imam Malik berkata : "Barangsiapa yang memahami fiqh tanpa bertasawwuf maka fasiq, dan barangsiapa yang bertasawwuf tanpa memahami fiqh maka zindiq, dan barangsiapa yang telah menghimpun antara keduanya bererti ia telah merealisasikan kebenaran.
(Hasyiyah Allamah al Adawi, Sheikh Ali al Adawi jilid 3 m/s 195)
3. Pendapat Imam Abu Hanifah Rahimahullah :
وقد مر بك في بحث بين الشريعة والحقيقة الكلام المفصل عن الإِمام الأكبر أبي حنيفة النعمان رحمه الله تعالى، وكيف أنه كان يعطي الشريعة والطريقة، وأنه كان فارس هذا الميدان، كما ذكر العلامة ابن عابدين في حاشيته المشهورة
)أبو حنيفة أحد الأئمة الأربعة، أشهر من أن يعرف، توفي في بغداد سنة 150هـ. انظر (395 - 396) من هذا الكتاب(
Imam Abu Hanifah (Pendiri Mazhab Hanafi) berkata : Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as-Shodiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar. (Kitab Durr al Mantsur)
Seorang ahli fikir Hanafi, Al Hasfaki radiyaLlahu 'anhu penulis kitab al Durr al Mukhtar telah mengutip;
Bahawa Abu Ali ad Daqqaq radiyaLlahu 'anhu berkata: Saya telah mengambil thariqat ini dari Abu al Qasim anNasr Abadi radiyaLLahu 'anhu , beliau berkata; Saya mengambilnya dari as Syibili dari as Saqathi dari Ma'ruf al Kharkhi, dari Daud ath Tho'i dan beliau mengambil ilmu sekaligus thariqat dari Imam Abu Hanifah radiyaLlahu'anhu.
Setiap dari mereka memuji dan mengakui keutamaan Imam Abu Hanifah radiyaLlahu 'anhu.
Kemudian Imam al Hasfaki berpendapat : "Sungguh aneh sekali..! Bukankah para pembesar ulama itu sebagai teladanmu? Apakah mereka diragukan pengakuan kebanggaannya? Sedang mereka adalah para imam Thariqat ini sekaligus tokoh syari'ah (fiqh) dan thariqat (tasawwuf), dan tokoh yang dating setelahnya dalam perkara ini adalah para pengikutnya, dan setiap orang yang bertolak belakang dengan apa yang mereka pegang itu ditolak dan dianggap bid'ah.
4. Pendapat Imam Ahmad Rahimahullah :
Pada awalnya sebelum Imam Ahmad bersuhbah (bersahabat) kepada orang shufi berkata kepada puteranya : "Wahai puteraku berpeganglah kepada Hadith, jauhilah mereka yang menamakan
dirinya sufi, kerana boleh salah satu daripada mereka itu seorang yang bodoh terhadap hukum-hukum agama."
Namun ketika beliau telah bersuhbah dengan Abu Hamzah al Baghdadi as Sufi dan mengetahui
keadaan mereka, beliau berkata kepada puteranya: "Wahai puteraku, engkau harus bermujalasah (duduk bersama-sama) dengan kaum sufi, kerana mereka telah menambahkan ilmu, muraqqabah,
takut kepada Allah, zuhud dan ketinggian semangat kita"
(Kasyful Khafa', Imam al Ajluni, jld 1, m/s 341)
كان الإِمام أحمد رحمه الله تعالى [الإِمام أحمد رحمه الله تعالى أحد الأئمة الأربعة المشهورين توفي سنة 241هـ] قبل مصاحبته للصوفية يقول لولده عبد الله رحمه الله تعالى: (يا ولدي عليك بالحديث، وإِياك ومجالسة هؤلاء الذين سموا أنفسهم صوفية، فإِنهم ربما كان أحدهم جاهلاً بأحكام دينه. فلمَّا صحب أبا حمزة البغدادي الصوفي، وعرف أحوال القوم، أصبح يقول لولده: يا ولدي عليك بمجالسة هؤلاء القوم، فِإِنهم زادوا علينا بكثرة العلم والمراقبة والخشية والزهد وعلو الهمة) [“تنوير القلوب” ص405 للعلامة الشيخ أمين الكردي المتوفى سنة 1332هـ[.
ونقل العلامة محمد السفاريني الحنبلي رحمه الله تعالى عن إِبراهيم بن عبد الله القلانسي رحمه الله تعالى أن الإِمام أحمد رحمه الله تعالى قال عن الصوفية: (لا أعلم أقواماً أفضل منهم. قيل: إِنهم يستمعون ويتواجدون، قال: دعوهم يفرحوا مع الله ساعة..) [“غذاء الألباب شرح منظومة الآداب” ج1. ص120[
Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) berkata : Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka.
(Ghiza al Al-bab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Telah berkata Imam Muhammad as Safaraini al Hanbali daripada Ibrahim bin AbduLlah al Qalansi ; Bahawa Imam Ahmad telah berkata tentang kaum Sufi ; "Aku tidak mengetahui orang yang lebih utama daripada mereka (sufi). Lalu ditanyakan; Mereka itu melantunkan nasyid, kemudian saling hanyut diri. Beliau menjawab : "Biarkan mereka bergembira sesaat bersama ALlah subahanahu wa ta'ala". (Manzumatul Adab, jilid 1 m/s 120)
AbduLlah bin al Mubarak radiyaLlahu 'anhu berkata: "Tidak seorangpun yang lebih patut menjadi ikutan selain Imam Abu Hanifah kerana beliau sebagai seorang imam yang bertaqwa, bersih, wara', 'alim dan faqih, beliau telah dibukakan kasyaf, faham, kecerdasan dan ketaqwaan yang tidak ada pada orang lain.
Karakteristik "Akhlak" Kaum Sufi Menurut Ulama Besar Tasawuf
a. Menurut Imam Junaidi al-Baghdady
وَقَالَ جُنَيْدِيْ: اَلصُّوْفِيْ كَالاَرْضِ يُطْرَحُ عَلَيْهَا كُلُّ قَبِيْحٍ وَلاَ يَخْرُجُ مِنْهَا إِِلاَّ كُلُّ مَلِيْحٍ وَقَالَ اَيْضًا: اَلصُّوْفِى كَالاَرْضِ يَطَئُوْهَا الْبِرُّ وَالْفَاجِرُ وَكَالسَّمَاءِ وَكَالسَّحَابِِ تُظِلُّ كُلَّ شَيْءٍ وَكَالْمَطَارِ يُسْقِى كُلَّ شَيْءٍِ . في الكتاب نشأة التصوف وتصريف الصوف ص 22
“Seorang sufi itu bagaikan bumi yang bila dilempari keburukan maka ia akan selalu membalasnya dengan kebaikan. Seorang sufi itu bagaikan bumi yang mana di atasnya berjalan segala sesuatu yang baik maupun yang buruk (semua diterimanya). Seorang sufi juga bagaikan langit atau mendung yang menaungi semua yang ada di bawahnya, dan seperti air hujan yang menyirami segala sesuatu tanpa memilah dan memilih, [yang baik maupun yang buruk semuanya diayominya]”. Kitab Nasyatu at-Tashawuf Wa Tashrifu as-Shufi hal 22
b. Dan menurut Aba Bakar al-Syibly dalam kitab Hilyah al-Auliya’ Hal 11.
قَالَ اَبَا بَكَرْ الشِّبْلِيْ: اَلصُّوْفِيْ, مَنْ صَفاَ قَلْبَهُ فَصَفَى، وَسَلَكَ طَرِيْقَ اْلمُصْطَفَى صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَمَى الدُّنْيَا خَلْفَ اْلقَفَا، وَأَذَاقَ اْلهَوَى طَعْمَ اْلجَفَا.(كتاب حلية الاولياء ص:11)
“Orang sufi itu adalah seseorang yang membersihkan hatinya maka bersihlah hatinya, dan mengikuti jalannya Nabi al-Musthafa Saw. Serta tidak terlalu memikirkan perkara duniawi (lebih mementingkan masalah ukhrowi), dan menghilangkan keinginan hawa nafsunya. (Hilyatu al-Auliya’ hlm. 11)
c. Aba Hammam Abd. Rahman bin Mujib as-Shufi berpendapat:
سَمِعْتُ أَبَا هَمَّامْ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنِ مُجِيْبٍ اَلصُّوْفِي وَسُئِلَ عَنِ اَلصُّوْفِيْ فَقَالَ: لِنَفْسِهِ ذَابِحٌ، وَلِهَوَاهُ فَاضِحٌ، وَلِعَدُوِّهِ جَارِحٌ، وَلِلْخَلْقِ نَاصِحٌ. دَائِمِ اْلوَجَلِ، يَحْكُمُ اْلعَمَلَ، وَيَبْعَدُ اْلأَمَلَ وَيَسُّدُّ اْلخِلَلَ، ويَغْضَى عَلىَ الزَّلَلِ، عُذْرُهُ بِضَاعَةٍ، وَحَزْنُهُ صَنَاعَةٌ وَعَيْشُهُ قَنَاعَةٌ بِالْحَقِّ عَارِفٌ وَعَلىَ الْبَابِ عَاكِفٌ وَعَنِ الْكُلِّ عَازِفٌ. (كتاب حلية الاولياء ص:11)
“Ciri-ciri orang sufi itu adalah sebagai berikut;
1. Seseorang yang merasa dirinya hina
2. Menahan dan memerangi hawa nafsunya
3. Memberi nasehat kepada mahluk
4. Selalu mendekatkan diri kepada Allah
5. Berperilaku bijaksana
6. Menjauhi berandai-andai (berangan-angan terlalu tinggi dalam hal duniawi)
7. Tidak mau mencela
8. Mencegah perbuatan dosa
9. Waktu luangnya digunakan untuk beribadah
10. Susahnya sengaja di buat-buat (karena memang seorang sufi itu terhindar dari berbagai macam kesedihan dan kesusahan duniawiyah)
11. Hidupnya sederhana
12. Arif terhadap sesuatu yang benar
13. Mengasingkan diri dan mencegah dari segala sesuatu yang sia-sia.
Ciri-Ciri Kepribadian dan Perilaku Seorang Sufi
عَلاَمَةُ الصُّوْفِيّ الصَّادِقِ: أَنْ يَفْتَقِرَّ بَعْدَ الغِنىَ، وَيَذِلَّ بَعْدَ الْعِزِّ، وَيَخْفىَ بَعْدَ الشُّهْرَةِ، وَعَلاَمَةُ الصُّوْفِيْ اَلْكَاذِبِ: أَنْ يَسْتَغْنِيَ بِالدُّنْيَا بَعْدَ الْفَقْرِ، وَيَعِزَّ بَعْدَ الذِلِّ، وِيَشْتَهِرَ بَعْدَ الْخُلَفَاءِ. ( كتاب رسالة القشيرية ص 126-127 )
Menurut Imam Qusyairi dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyah hal. 126-127 ciri-ciri kepribadian dan perilaku seorang sufi dibagi menjadi dua yaitu:
Seorang sufi al-Shadiq: merasa miskin setelah memperoleh kekayaan, merasa hina setelah mendapatkan kemulyaan, dan menyamarkan dirinya setelah terkenal.
Seorang sufi al-Kadzib: merasa kaya akan harta sesudah faqir, merasa mulia setelah hina, merasa terkenal yang mana sebelumnya dia tidak masyhur.
Sebagaimana yang disampaikan Abul Qasim Al-Qusyairy an-Naisabury, seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah,
“ Kaum Sufi, Allah benar-benar telah menjadikan kaum ini sebagai kelompok para waliyullah terpilih; mengutamakan mereka atas semua hamba-Nya setelah para Rasul dan Nabi-Nya. Semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada mereka. Allah menjadikan hati mereka tambang berbagai rahasiaNya; dan mengkhususkan mereka lebih dari umatNya yang lain dengan pantulan cahayaNya. Mereka bagai hujan bagi mahlukNya yang selalu berputar dan berkeliling bersama Al-Haqq dengan kehakikatanNya ditengah “keumuman” tingkah laku manusia. Allah menjernihkan mereka dari segala kekotoran sifat manusia; melembutkan hati dan rohani mereka pada pencapaian tempat-tempat (maqam) musyahadat (persaksian ruhani pada kebesaran dan kegaiban Allah) dengan “penampakan Al-Haqq dari segala hakikat keesaanNya; menempatkan mereka untuk “tetap tegak” dengan sikap penyembahan dan mempersaksikan pada mereka saluran-saluran hukum ketuhanan. Karena itu mereka mampu menunaikan segala bentuk kewajiban yang dibebankan kepada mereka; mampu menghakikati segala yang dianugerahkanNya, berupa perubahan-perubahan dan berbagai putaran hidup, kemudian kembali kepada Allah dengan kebenaran iftiqar (butuh dan menggantung pada kehadiran dan peran Allah) dan hati yang remuk redam karena Allah. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Luhur dan Tinggi; bebas berbuat apa yang dikehendakiNya; bebas memilih siapa saja yang dikehendakiNya; tidak ada yang memberi ketentuan hukum kepada Nya; tidak ada kebenaran bagi makhluk yang mengharuskan pada Allah; sebab pahalaNya adalah awal keutamaan dan siksaanNya adalah hukum keadilanNya; perintahNya adalah ketentuan yang mutlak dari Allah.” (Ar Risalatul Qusyairiyah fi ‘Ilmit Tashawwuf, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi atau versi terjemahan “Risalah Qusyairiyah”, sumber kajian ilmu tasawuf, penterjemah Umar Faruq, penerbit Pustaka Amani, Jakarta ).
Seorang Sufi Juga Seorang Yang Fakih
Imam Ahmad bin Hanbal dengan kebesaran dan keagungannya ketika ia tidak mampu menyelesaikan masalah, ia akan bertanya kepada sang sufi, Abu Hamzah al-Baghdadi, “Bagaimana pendapat anda dalam masalah ini wahai sang sufi?” Maka apa yang dikatakan Abu Hamzah akan dijadikan pegangan. Hal ini cukup menjadi catatan sejarah bagi para guru sufi. Demikian pula dengan kisah al-Qadhi Ahmad bin Syuraih yang juga mengakui kelebihan Syaikh Abu Qasim al-Junaid ra, dimana ia juga mengikuti majelis halaqah al-Junaid, dan ketika ditanya tentang ungkapan-ungkapan al-Junaid, ia tidak banyak berkomentar dan hanya mengatakan, “Aku tidak paham sedikit pun apa yang ia katakan, akan tetapi serangan-serangan ungkapannya bukan ucapan yang tidak berarti.”
Syaikh Abu Qasim al-Junaid ra berkata: “Andaikan aku tahu bahwa di bawah kolong langit ini Allah memiliki ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kaum sufi ini tentu aku akan berangkat ke sana.” Ia juga pernah berkata: “Tidak pernah ada ilmu yang turun dari langit dan Allah memberi jalan kepada makhluk untuk pergi ke sana kecuali Allah juga memberiku bagian pada ilmu tersebut.”
Syaikh Abu al-Qasim al-Qusyairi ra berkata: “Seluruh guru tarekat sufi telah membuat aturan, bahwa salah seorang dari mereka tidak akan memimpin suatu tarekat sama sekali kecuali ia mendalami ilmu syari'at secara sempurna dan telah sampai pada tingkatan kasyaf (tersingkap seluruh hijab). Dimana tingkatan ini sudah tidak butuh lagi mencari dalil (argumentasi). Dan apa yang dilakukan oleh murid untuk menisbatkan diri kepada orang lain (yang bukan kaum sufi) dan membaca ilmu-ilmu lain yang bukan ilmu kaum sufi hanyalah karena ketidaktahuan si murid terhadap tingkatan spiritual mereka. Sebab argumentasi kaum sufi lebih kuat dan valid daripada argumentasi kelompok lain. Ini karena argumentasi mereka didukung dengan metode kasyaf. Dan setiap ada seorang dari kaum sufi yang hidup di suatu kurun, mesti para ulama di kurun tersebut akan hormat dan tunduk pada si sufi tersebut dan melakukan isyarat-isyaratnya. Mereka meminta kepada sang sufi untuk membantu menghilangkan kesulitan yang sedang mereka hadapi. Andaikan bukan kesaksian para ulama sufi akan masalah-masalah yang menyuarakan ketinggian kedudukan mereka, tentu masalahnya akan sebaliknya, dan tidak seperti itu.” Kami telah membicarakan masalah ini dengan panjang lebar dalam Kitab al-Qawa'id ash-Shufiyyah al-Kubra - Dan hanya Allah Yang Maha Tahu.
Jangan Menentang Kaum Shufi
Al-Allamah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن تنتقد على السادة الصوفية : وينبغي للإنسان حيثُ أمكنه عدم الانتقاد على السادة الصوفية نفعنا الله بمعارفهم، وأفاض علينا بواسطة مَحبتَّنا لهم ما أفاض على خواصِّهم، ونظمنا في سلك أتباعهم، ومَنَّ علينا بسوابغ عوارفهم، أنْ يُسَلِّم لهم أحوالهم ما وجد لهم محملاً صحيحاً يُخْرِجهم عن ارتكاب المحرم، وقد شاهدنا من بالغ في الانتقاد عليهم، مع نوع تصعب فابتلاه الله بالانحطاط عن مرتبته وأزال عنه عوائد لطفه وأسرار حضرته، ثم أذاقه الهوان والذلِّة وردَّه إلى أسفل سافلين وابتلاه بكل علَّة ومحنة، فنعوذ بك اللهم من هذه القواصم المُرْهِقات والبواتر المهلكات، ونسألك أن تنظمنا في سلكهم القوي المتين، وأن تَمنَّ علينا بما مَننتَ عليهم حتى نكون من العارفين والأئمة المجتهدين إنك على كل شيء قدير وبالإجابة جدير.
“ Berhati-hatilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah memberi manfaat kepada kita dengan ma’rifat-ma’rifat mereka dan melimpahkan apa yang Allah limpahkan kepada orang-orang khususnya dengan perantara kecintaan kami pada mereka, menetapan kitak pada jalan pengikut mereka dan mencurahkan kita curahan-curahan ilmu ma’rifat mereka.
Hendaknya manusia menyerahkan apa yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkinan-kemungkinan baik yang dapat mengeluarkan mereka dari melakukan perbuatan haram. Kami sungguh telah menyaksikan orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para penentang itu mendapatkan ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya, dan Allah menghilangkan curahan kelembutan-Nya dan rahasia-rahasia kehadiran-Nya.
Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan mengembalikan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan semua penyakit dan cobaan .
Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari hantaman-hantaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tuduhan yang membinasakan. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang kuat, dan Engkau anugerahkan kami apa yang telah Engkau anugerahkan pada mereka sehingga kami menjadi orang yang mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhnya Engkau maha Mampu atas segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulkan permohonan “.
(Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami)