Imam Syafi’i :
قال الشافعى : وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميت
“asy-Syafi’i berkata : aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit” [Ma’rifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi]
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسناً
“Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya, dan apabila mereka mengkhatamkan al-Qur’a disisi quburnya maka itu bagus” [Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu ‘Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi’i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya.]
al-Imam Ar-Rafi’i didalam Fathul ‘Aziz bisyarhi al-Wajiz [5/249]
والسنة ان يقول الزائر سلام عليكم دار قوم مؤمنين وانا ان شاء الله عن قريب بكم لاحقون اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم وينبغي أن يدنو الزائر من القبر المزور بقدر ما يدنو من صاحبه لو كان حيا وزاره وسئل القاضى أبو الطيب عن ختم القرآن في المقابر فقال الثواب للقارئ ويكون الميت كالحاضرين يرجى له الرحمة والبركة فيستحب قراءة القرآن في المقابر لهذا المعني وأيضا فالدعاء عقيب القراءة أقرب الي الاجابة والدعاء ينفع الميت
“dan sunnah agar peziarah mengucapkan : “Salamun ‘Alaykum dara qaumi Mukminiin wa Innaa InsyaAllahu ‘an qariibi bikum laa hiquun Allahumma laa tahrimnaa ajrahum wa laa taftinnaa ba’dahum”, dan sepatutnya zair (peziarah) mendekat ke kubur yang diziarahi seperti dekat kepada sahabatnya ketika masih hidup ketika mengunjunginya, al-Qadli Abu ath-Thayyib ditanya tentang mengkhatamkan al-Qur’an dipekuburan maka beliau menjawab ; ada pahala bagi pembacanya, sedangkan mayyit seperti orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat dan berkah baginya, Maka disunnahkan membaca al-Qur’an di pequburan berdasarkan pengertian ini (yaitu mayyit bisa mendapatkan rahmat dan berkah dari pembacaan al-Qur’an) dan juga berdo’a mengiringi bacaan al-Qur’an niscaya lebih dekat untuk diterima sebab do’a bermanfaat bagi mayyit”.
Al-Imam Ar-Ramli didalam Nihayatul Muhtaj ilaa syarhi al-Minhaj [3/36] :
“dan (disunnahkan ketika ziarah) membaca al-Qur’an dan berdo’a mengiri pembacaan al-Qur’an, sedangkan do’a bermanfaat bagi mayyit, dan do’a mengiringi bacaan al-Qur’an lebih dekat di ijabah”
Al-‘Allamah Syaikh Zainuddin bin ‘Abdil ‘Aziz al-Malibari didalam Fathul Mu’in [hal. 229] :
ويسن كما نص عليه أن يقرأ من القرآن ما تيسر على القبر فيدعو له مستقبلا للقبلة
“disunnahkan –sebagaimana nas (hadits) yang menerangkan tentang hal itu- agar membaca apa yang dirasa mudah dari al-Qur’an diatas qubur, kemudian berdo’a untuk mayyit menghadap ke qiblat”
Imam Ahmad Salamah al-Qalyubiy didalam Hasyiyatani Qalyubi wa ‘Umairah pada pembahasan terkait ziarah qubur :
قوله: (ويقرأ) أي شيئا من القرآن ويهدي ثوابه للميت وحده أو مع أهل الجبانة، ومما ورد عن السلف أنه من قرأ سورة الإخلاص إحدى عشرة مرة، وأهدى ثوابها إلى الجبانة غفر له ذنوب بعدد الموتى فيها
“frasa (dan –disunnahkan- membaca al-Qur’an) yakni sesuatu yang mudah dari al-Qur’an, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada satu mayyit atau bersamaan ahl qubur lainnya, dan diantara yang telah warid dari salafush shalih adalah bahwa barangsiapa yang membaca surah al-Ikhlas 11 kali, dan menghadiahkan pahalanya kepada ahl qubur maka diampuni dosanya sebanyak orang yang mati dipekuburan itu”.
Syaikh Mushthafa al-Buhgha dan Syaikh Mushthafaa al-Khin didalam al-Fiqhul Manhaji ‘alaa Madzhab al-Imam asy-Syafi’I [juz I, hal. 184] :
من آداب زيارة القبور: إذا دخل الزائر المقبرة، ندب له أن يسلم على الموتى قائلاً: ” السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. وليقرأ عندهم ما تيسر من القرآن، فإن الرحمة تنزل حيث يُقرأ القرآن،ثم ليدع لهم عقب القراءة، وليهدِ مثل ثواب تلاوته لأرواحهم، فإن الدعاء مرجو الإِجابة، وإذا استجيب الدعاء استفاد الميت من ثواب القراءة. والله اعلم.
“Diantara adab ziarah qubur : apabila seorang peziarah masuk area pekuburan, disunnahkan baginya mengucapkan salam kepada orang yang mati dengan ucapan : Assalamu ‘alaykum dara qaumin mukminiin wa innaa InsyaAllahu bikum laa hiquun”, kemudian disunnahkan supaya membaca apa yang mudah dari al-Qur’an disisi qubur mereka, sebab sesungguhnya rahmat akan diturunkan ketika dibacakan al-Qur’an, kemudian disunnahkan supaya mendo’akan mereka mengiringi bacaan al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala tilawahnya untuk arwah mereka, sebab sesungguhnya do’a diharapkan di ijabah, apabila do’a dikabulkan maka pahala bacaan al-Qur’an akan memberikan manfaat kepada mayyit , wallahu ‘alam.”
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali didalam kitab monumentalnya yaitu Ihyaa’ ‘Ulumuddin [4/492] :
ولا بأس بقراءة القرآن على القبور
“tidak apa-apa dengan membaca al-Qur’an diatas qubur”
Hadits tentang wasiat Ibnu Umar ra yang tertulis dalam syarah Aqidah Thahawiyah hal. 458 :
عَنِ إبْنِ عُمَر(ر) أوْصَى أنْ يُقْرَأ عَلَى قَبْرِهِ وَقْتَ الدَفنِ بِفَوَاتِحِ سُوْرَةِ البَقَرَةِ وَخَوَاتِمِهَا
“Dari Ibnu Umar ra : “Bahwasanya beliau berwasiat agar diatas kuburnya nanti sesudah pemakaman dibacakan awal-awal surat al-Baqarah dan akhirnya..”.
“Dari Ibnu Umar ra: “Bahwasanya beliau berwasiat agar diatas kuburnya nanti sesudah pemakaman dibacakan awal-awal surat al-Baqarah dan akhirnya..”.
Hadits ini menjadi pegangan Muhammad bin Hasan dan Imam Ahmad bin Hanbal padahal Imam Ahmad ini sebelumnya termasuk orang yang mengingkari sampainya pahala amalan dari orang yang hidup pada orang yang telah mati. Namun setelah beliau mendengar dari orang-orang kepercayaan tentang wasiat Ibnu Umar ini beliaupun mencabut pengingkar- annya itu (Mukhtasar Tazkirah Qurtubi hal. 25).
Ada hadits yang serupa dalam Sunan Baihaqi dengan isnad Hasan:
“Bahwasanya Ibnu Umar menyukai agar dibaca diatas pekuburan sesudah pemakaman awal surat Al-Baqarah dan akhirnya”.
Perbedaan dua hadits terakhir diatas ialah yang pertama adalah wasiat Ibnu Umar sedangkan yang kedua adalah pernyataan bahwa beliau menyukai hal tersebut.
Hadits dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulallah saw.bersabda :”Jika mati seorang dari kamu, maka janganlah kamu menahannya dan segeralah membawanya kekubur dan bacakanlah Fatihatul Kitab disamping kepalanya”. (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Abu Hurairah ra.meriwayatkan bahwasanya Nabi saw. bersabda :
“Barangsiapa yang berziarah di kuburan, kemudian ia membaca ‘Al-Fatihah’, ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan ‘Alhaakumut takatsur’, lalu ia berdo’a Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firman-Mu pada kaum Mu’minin dan Mu’minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya (pemberi syafa’at) pada hari kiamat”.
Hadits-hadits diatas atau hadits-hadits lainnya dijadikan dalil yang kuat oleh para ulama untuk menfatwakan sampainya pahala pembacaan Al-Qur’an bagi orang yang telah wafat. Apa mungkin para sahabat Nabi seperti Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah [ra] mengeluarkan kata-kata yang mengandung ilmu gaib (yaitu mengenai imbalan pahala) tidak dari Rasulallah saw. atau meriwayatkan sesuatu amalan yang berbau kesyirikan atau larangan dalam agama Islam? Mereka berdua adalah termasuk salah satu tokoh dari golongan Salaf Sholeh, mengapa golongan pengingkar ini menolaknya ?
Imam Nawawi dalam Syahrul Muhadzdzib mengatakan: ‘Disunnahkan bagi orang yang berziarah kekuburan membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan berdo’a untuk penghuni kubur’.
Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al-Qur’an bagi arwah orang-orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf (terdahulu). Pada akhirnya Imam Nawawi mengutip penegasan Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Taimiyah (Ibnu Taimiyyah) sebagai berikut :
“Barangsiapa berkeyakinan bahwa seorang hanya dapat memperoleh pahala dari amal perbuatannya sendiri, ia menyimpang dari ijma’ para ulama dan dilihat dari berbagai sudut pandang keyakinan demikian itu tidak dapat dibenarkan”.
Juga keterangan singkat yang diungkapkan seorang ulama terkemuka di Indonesia Ustadz Quraish Shihab dalam bukunya Fatwa-fatwa Seputar ibadah dan Muamalah halaman 27 mengenai ‘berdo’a dan membacakan Al-Qur’an untuk orang mati’ adalah sebagai berikut :
“Berdo’a untuk kaum Muslimin yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Membaca Al-Qur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Hanya saja, terdapat perbedaan paham di kalangan para ulama masalah bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang telah wafat. Memang, dalam kitab-kitab hadits, ditemukan yang menganjurkan pembacaan Al-Qur’an bagi orang yang akan atau telah wafat. Diantara- nya, Abu Dawud meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma’qil bin Yasar, menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Bacalah surat Yaa Sin untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum Muslim)’.
Nilai keshohihan hadits diatas ini dan semacamnya masih ada yang memperselisihkannya. Sekalipun ada golongan yang mengatakan hadits-hadits tersebut lemah atau tidak ada sama sekali tidak ada halangan untuk membaca ayat Al-Qur’an bagi orang yang akan wafat atau telah wafat. Dikalangan para ulama hadits, dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadits-hadits yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan khususnya dalam bidang fadhail (keutamaan).
Para Ulama juga menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an pada dasarnya dibenarkan oleh agama dan mendapat pahala, kapan (kecuali orang yang sedang junub/haid–pen.) dan dimanapun berada (kecuali di wc–pen.). Diantara perselisihan ulama itu adalah ‘Apakah dapat diterima hadiah pahala bacaan tersebut oleh almarhum atau tidak! (Jadi bukan masalah pembacaannya! –pen.)
Syekh Muhammad Al-Syarabashi dalam bukunya Yas’alunaka mengutip pendapat Al-Qarafi dalam kitab Al-Furuq bahwa kebaikan yang dilakukan seseorang untuk orang lain yang telah meninggal mencakup tiga kategori :
a). Disepakat tidak bermanfaat: memberi pahala keimanan kepada orang yang telah wafat.
b). Disepakati bermanfaat: seperti shodaqah yang pahalanya diberikan kepada orang telah wafat.
c) Diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak: seperti menghajikan, berpuasa dan membaca Qur’an untuk orang yang telah meninggal.
Sementara madzhab Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, berpendapat pahalanya dapat diterima oleh yang telah mati. Kemudian Imam Al-Qarafi yang bermadzhab Maliki ini menutup keterangannya bahwa persoalan ini (pahala untuk yang wafat), walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada diluar jangkauan pengetahuan kita.
Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum boleh tidaknya membaca Al-Qur’an untuk orang yang akan atau telah wafat, melainkan pada kenyataan sampai tidaknya pahala bacaan itu kepada si mayit!“ Demikianlah keterang- an yang diungkapkan oleh Ustadz Quraish Shihab dalam bukunya ‘Fatwa-fatwa seputar ibadah dan muamalah’.
Untuk mempersingkat halaman, penulis ingin mengutip sebagian saja nama ulama-ulama pakar dan kitab mereka yang mengakui sampainya hadiah pahala bacaan yang ditujukan untuk si mayit diantaranya sebagai berikut:
“Imam Ahmad bin Hanbal; ulama-ulama dalam madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i; Muhammad bin Ahmad al-Marwazi dalam kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jama’ah hal.15 ; Syaikh Ali bin Muhammad bin Abil Iz (Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 457); Dr. Ahmad Syarbasi ( Yasaluunaka fid din wal-hayat 3/413 ); Ibnu Taimiyyah (Yasaluunaka fid din wal-hayat jilid 1/442 ) ; Ibnul Qayyim al-Jauziyyah (Yasaluunaka fid din wal-hayat jilid 1/442) juga Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh mengatakan bahwa “Al-Khallal dalam kitabnya Al-Jami’ “ sewaktu membahas ‘Bacaan disamping kubur’ ; Al-Allamah Muhammad al-Arobi (Majmu’ Tsholatsi Rosaail ) ; Imam Qurtubi ( Tazkirah Al-Qurtubi hal. 26 ) ; Imam Sya’bi mengatakan: ‘Orang-orang Anshor jika ada diantara mereka yang wafat, maka mereka berbondong-bondong kekuburnya sambil membaca Al-Qur’an disampingnya (kuburan nya)’. Ucapan Syekh Sya’bi ini dikutip oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh halaman 13; Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa.
Dan masih banyak lagi ulama-ulama berbeda madzhab yang membenarkan hadiah pahala bacaan ini. Jadi jelas bagi kita setelah membaca dan meneliti kutipan pada lembaran sebelum dan berikut ini banyak hadits Nabi saw. serta anjuran para sahabat dan ulama-ulama pakar tentang dibolehkannya serta sampainya pahala amalan orang yang masih hidup ditujukan kepada si mayyit. Disamping itu, semua madzhab sepakat bahwa pembacaan Al-Qur’an akan mendapat pahala bagi pembacanya kapan dan dimanapun, yang mana pahala itu selalu diharapkan oleh setiap muslim.
Kita tidak boleh langsung menuduh semua amalan yang menurut pendapat sebagian ulama haditsnya terputus, lemah, palsu, atau tidak ada haditsnya dan sebagainya itu haram untuk diamalkannya. Kita harus meneliti lebih jauh lagi bagaimana pendapat ulama lainnya dan harus meneliti apakah amalan tersebut menyalahi atau keluar dari syariat yang telah digariskan Islam atau tidak ?, bila tidak menyalahi syari’at Islam, boleh dijalankan ! Apalagi amalan-amalan yang masih mempunyai dalil maka tidak ada alasan orang untuk mengharamkan, mensesatkan atau membid’ahkan sesat amalan-amalan tersebut karena tidak sependapat dengan mereka, menghukum suatu amalan sebagai haram, harus mengemukakan dalil yang jelas dan shohih dari Rasulallah saw.
قال الشافعى : وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميت
“asy-Syafi’i berkata : aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit” [Ma’rifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi]
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسناً
“Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya, dan apabila mereka mengkhatamkan al-Qur’a disisi quburnya maka itu bagus” [Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu ‘Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi’i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya.]
al-Imam Ar-Rafi’i didalam Fathul ‘Aziz bisyarhi al-Wajiz [5/249]
والسنة ان يقول الزائر سلام عليكم دار قوم مؤمنين وانا ان شاء الله عن قريب بكم لاحقون اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم وينبغي أن يدنو الزائر من القبر المزور بقدر ما يدنو من صاحبه لو كان حيا وزاره وسئل القاضى أبو الطيب عن ختم القرآن في المقابر فقال الثواب للقارئ ويكون الميت كالحاضرين يرجى له الرحمة والبركة فيستحب قراءة القرآن في المقابر لهذا المعني وأيضا فالدعاء عقيب القراءة أقرب الي الاجابة والدعاء ينفع الميت
“dan sunnah agar peziarah mengucapkan : “Salamun ‘Alaykum dara qaumi Mukminiin wa Innaa InsyaAllahu ‘an qariibi bikum laa hiquun Allahumma laa tahrimnaa ajrahum wa laa taftinnaa ba’dahum”, dan sepatutnya zair (peziarah) mendekat ke kubur yang diziarahi seperti dekat kepada sahabatnya ketika masih hidup ketika mengunjunginya, al-Qadli Abu ath-Thayyib ditanya tentang mengkhatamkan al-Qur’an dipekuburan maka beliau menjawab ; ada pahala bagi pembacanya, sedangkan mayyit seperti orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat dan berkah baginya, Maka disunnahkan membaca al-Qur’an di pequburan berdasarkan pengertian ini (yaitu mayyit bisa mendapatkan rahmat dan berkah dari pembacaan al-Qur’an) dan juga berdo’a mengiringi bacaan al-Qur’an niscaya lebih dekat untuk diterima sebab do’a bermanfaat bagi mayyit”.
Al-Imam Ar-Ramli didalam Nihayatul Muhtaj ilaa syarhi al-Minhaj [3/36] :
“dan (disunnahkan ketika ziarah) membaca al-Qur’an dan berdo’a mengiri pembacaan al-Qur’an, sedangkan do’a bermanfaat bagi mayyit, dan do’a mengiringi bacaan al-Qur’an lebih dekat di ijabah”
Al-‘Allamah Syaikh Zainuddin bin ‘Abdil ‘Aziz al-Malibari didalam Fathul Mu’in [hal. 229] :
ويسن كما نص عليه أن يقرأ من القرآن ما تيسر على القبر فيدعو له مستقبلا للقبلة
“disunnahkan –sebagaimana nas (hadits) yang menerangkan tentang hal itu- agar membaca apa yang dirasa mudah dari al-Qur’an diatas qubur, kemudian berdo’a untuk mayyit menghadap ke qiblat”
Imam Ahmad Salamah al-Qalyubiy didalam Hasyiyatani Qalyubi wa ‘Umairah pada pembahasan terkait ziarah qubur :
قوله: (ويقرأ) أي شيئا من القرآن ويهدي ثوابه للميت وحده أو مع أهل الجبانة، ومما ورد عن السلف أنه من قرأ سورة الإخلاص إحدى عشرة مرة، وأهدى ثوابها إلى الجبانة غفر له ذنوب بعدد الموتى فيها
“frasa (dan –disunnahkan- membaca al-Qur’an) yakni sesuatu yang mudah dari al-Qur’an, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada satu mayyit atau bersamaan ahl qubur lainnya, dan diantara yang telah warid dari salafush shalih adalah bahwa barangsiapa yang membaca surah al-Ikhlas 11 kali, dan menghadiahkan pahalanya kepada ahl qubur maka diampuni dosanya sebanyak orang yang mati dipekuburan itu”.
Syaikh Mushthafa al-Buhgha dan Syaikh Mushthafaa al-Khin didalam al-Fiqhul Manhaji ‘alaa Madzhab al-Imam asy-Syafi’I [juz I, hal. 184] :
من آداب زيارة القبور: إذا دخل الزائر المقبرة، ندب له أن يسلم على الموتى قائلاً: ” السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. وليقرأ عندهم ما تيسر من القرآن، فإن الرحمة تنزل حيث يُقرأ القرآن،ثم ليدع لهم عقب القراءة، وليهدِ مثل ثواب تلاوته لأرواحهم، فإن الدعاء مرجو الإِجابة، وإذا استجيب الدعاء استفاد الميت من ثواب القراءة. والله اعلم.
“Diantara adab ziarah qubur : apabila seorang peziarah masuk area pekuburan, disunnahkan baginya mengucapkan salam kepada orang yang mati dengan ucapan : Assalamu ‘alaykum dara qaumin mukminiin wa innaa InsyaAllahu bikum laa hiquun”, kemudian disunnahkan supaya membaca apa yang mudah dari al-Qur’an disisi qubur mereka, sebab sesungguhnya rahmat akan diturunkan ketika dibacakan al-Qur’an, kemudian disunnahkan supaya mendo’akan mereka mengiringi bacaan al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala tilawahnya untuk arwah mereka, sebab sesungguhnya do’a diharapkan di ijabah, apabila do’a dikabulkan maka pahala bacaan al-Qur’an akan memberikan manfaat kepada mayyit , wallahu ‘alam.”
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali didalam kitab monumentalnya yaitu Ihyaa’ ‘Ulumuddin [4/492] :
ولا بأس بقراءة القرآن على القبور
“tidak apa-apa dengan membaca al-Qur’an diatas qubur”
Hadits tentang wasiat Ibnu Umar ra yang tertulis dalam syarah Aqidah Thahawiyah hal. 458 :
عَنِ إبْنِ عُمَر(ر) أوْصَى أنْ يُقْرَأ عَلَى قَبْرِهِ وَقْتَ الدَفنِ بِفَوَاتِحِ سُوْرَةِ البَقَرَةِ وَخَوَاتِمِهَا
“Dari Ibnu Umar ra : “Bahwasanya beliau berwasiat agar diatas kuburnya nanti sesudah pemakaman dibacakan awal-awal surat al-Baqarah dan akhirnya..”.
“Dari Ibnu Umar ra: “Bahwasanya beliau berwasiat agar diatas kuburnya nanti sesudah pemakaman dibacakan awal-awal surat al-Baqarah dan akhirnya..”.
Hadits ini menjadi pegangan Muhammad bin Hasan dan Imam Ahmad bin Hanbal padahal Imam Ahmad ini sebelumnya termasuk orang yang mengingkari sampainya pahala amalan dari orang yang hidup pada orang yang telah mati. Namun setelah beliau mendengar dari orang-orang kepercayaan tentang wasiat Ibnu Umar ini beliaupun mencabut pengingkar- annya itu (Mukhtasar Tazkirah Qurtubi hal. 25).
Ada hadits yang serupa dalam Sunan Baihaqi dengan isnad Hasan:
“Bahwasanya Ibnu Umar menyukai agar dibaca diatas pekuburan sesudah pemakaman awal surat Al-Baqarah dan akhirnya”.
Perbedaan dua hadits terakhir diatas ialah yang pertama adalah wasiat Ibnu Umar sedangkan yang kedua adalah pernyataan bahwa beliau menyukai hal tersebut.
Hadits dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulallah saw.bersabda :”Jika mati seorang dari kamu, maka janganlah kamu menahannya dan segeralah membawanya kekubur dan bacakanlah Fatihatul Kitab disamping kepalanya”. (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Abu Hurairah ra.meriwayatkan bahwasanya Nabi saw. bersabda :
“Barangsiapa yang berziarah di kuburan, kemudian ia membaca ‘Al-Fatihah’, ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan ‘Alhaakumut takatsur’, lalu ia berdo’a Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firman-Mu pada kaum Mu’minin dan Mu’minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya (pemberi syafa’at) pada hari kiamat”.
Hadits-hadits diatas atau hadits-hadits lainnya dijadikan dalil yang kuat oleh para ulama untuk menfatwakan sampainya pahala pembacaan Al-Qur’an bagi orang yang telah wafat. Apa mungkin para sahabat Nabi seperti Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah [ra] mengeluarkan kata-kata yang mengandung ilmu gaib (yaitu mengenai imbalan pahala) tidak dari Rasulallah saw. atau meriwayatkan sesuatu amalan yang berbau kesyirikan atau larangan dalam agama Islam? Mereka berdua adalah termasuk salah satu tokoh dari golongan Salaf Sholeh, mengapa golongan pengingkar ini menolaknya ?
Imam Nawawi dalam Syahrul Muhadzdzib mengatakan: ‘Disunnahkan bagi orang yang berziarah kekuburan membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan berdo’a untuk penghuni kubur’.
Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al-Qur’an bagi arwah orang-orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf (terdahulu). Pada akhirnya Imam Nawawi mengutip penegasan Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Taimiyah (Ibnu Taimiyyah) sebagai berikut :
“Barangsiapa berkeyakinan bahwa seorang hanya dapat memperoleh pahala dari amal perbuatannya sendiri, ia menyimpang dari ijma’ para ulama dan dilihat dari berbagai sudut pandang keyakinan demikian itu tidak dapat dibenarkan”.
Juga keterangan singkat yang diungkapkan seorang ulama terkemuka di Indonesia Ustadz Quraish Shihab dalam bukunya Fatwa-fatwa Seputar ibadah dan Muamalah halaman 27 mengenai ‘berdo’a dan membacakan Al-Qur’an untuk orang mati’ adalah sebagai berikut :
“Berdo’a untuk kaum Muslimin yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Membaca Al-Qur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Hanya saja, terdapat perbedaan paham di kalangan para ulama masalah bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang telah wafat. Memang, dalam kitab-kitab hadits, ditemukan yang menganjurkan pembacaan Al-Qur’an bagi orang yang akan atau telah wafat. Diantara- nya, Abu Dawud meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma’qil bin Yasar, menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Bacalah surat Yaa Sin untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum Muslim)’.
Nilai keshohihan hadits diatas ini dan semacamnya masih ada yang memperselisihkannya. Sekalipun ada golongan yang mengatakan hadits-hadits tersebut lemah atau tidak ada sama sekali tidak ada halangan untuk membaca ayat Al-Qur’an bagi orang yang akan wafat atau telah wafat. Dikalangan para ulama hadits, dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadits-hadits yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan khususnya dalam bidang fadhail (keutamaan).
Para Ulama juga menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an pada dasarnya dibenarkan oleh agama dan mendapat pahala, kapan (kecuali orang yang sedang junub/haid–pen.) dan dimanapun berada (kecuali di wc–pen.). Diantara perselisihan ulama itu adalah ‘Apakah dapat diterima hadiah pahala bacaan tersebut oleh almarhum atau tidak! (Jadi bukan masalah pembacaannya! –pen.)
Syekh Muhammad Al-Syarabashi dalam bukunya Yas’alunaka mengutip pendapat Al-Qarafi dalam kitab Al-Furuq bahwa kebaikan yang dilakukan seseorang untuk orang lain yang telah meninggal mencakup tiga kategori :
a). Disepakat tidak bermanfaat: memberi pahala keimanan kepada orang yang telah wafat.
b). Disepakati bermanfaat: seperti shodaqah yang pahalanya diberikan kepada orang telah wafat.
c) Diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak: seperti menghajikan, berpuasa dan membaca Qur’an untuk orang yang telah meninggal.
Sementara madzhab Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, berpendapat pahalanya dapat diterima oleh yang telah mati. Kemudian Imam Al-Qarafi yang bermadzhab Maliki ini menutup keterangannya bahwa persoalan ini (pahala untuk yang wafat), walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada diluar jangkauan pengetahuan kita.
Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum boleh tidaknya membaca Al-Qur’an untuk orang yang akan atau telah wafat, melainkan pada kenyataan sampai tidaknya pahala bacaan itu kepada si mayit!“ Demikianlah keterang- an yang diungkapkan oleh Ustadz Quraish Shihab dalam bukunya ‘Fatwa-fatwa seputar ibadah dan muamalah’.
Untuk mempersingkat halaman, penulis ingin mengutip sebagian saja nama ulama-ulama pakar dan kitab mereka yang mengakui sampainya hadiah pahala bacaan yang ditujukan untuk si mayit diantaranya sebagai berikut:
“Imam Ahmad bin Hanbal; ulama-ulama dalam madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i; Muhammad bin Ahmad al-Marwazi dalam kitab Hujjatu Ahli Sunnah Wal-Jama’ah hal.15 ; Syaikh Ali bin Muhammad bin Abil Iz (Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 457); Dr. Ahmad Syarbasi ( Yasaluunaka fid din wal-hayat 3/413 ); Ibnu Taimiyyah (Yasaluunaka fid din wal-hayat jilid 1/442 ) ; Ibnul Qayyim al-Jauziyyah (Yasaluunaka fid din wal-hayat jilid 1/442) juga Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh mengatakan bahwa “Al-Khallal dalam kitabnya Al-Jami’ “ sewaktu membahas ‘Bacaan disamping kubur’ ; Al-Allamah Muhammad al-Arobi (Majmu’ Tsholatsi Rosaail ) ; Imam Qurtubi ( Tazkirah Al-Qurtubi hal. 26 ) ; Imam Sya’bi mengatakan: ‘Orang-orang Anshor jika ada diantara mereka yang wafat, maka mereka berbondong-bondong kekuburnya sambil membaca Al-Qur’an disampingnya (kuburan nya)’. Ucapan Syekh Sya’bi ini dikutip oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh halaman 13; Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa.
Dan masih banyak lagi ulama-ulama berbeda madzhab yang membenarkan hadiah pahala bacaan ini. Jadi jelas bagi kita setelah membaca dan meneliti kutipan pada lembaran sebelum dan berikut ini banyak hadits Nabi saw. serta anjuran para sahabat dan ulama-ulama pakar tentang dibolehkannya serta sampainya pahala amalan orang yang masih hidup ditujukan kepada si mayyit. Disamping itu, semua madzhab sepakat bahwa pembacaan Al-Qur’an akan mendapat pahala bagi pembacanya kapan dan dimanapun, yang mana pahala itu selalu diharapkan oleh setiap muslim.
Kita tidak boleh langsung menuduh semua amalan yang menurut pendapat sebagian ulama haditsnya terputus, lemah, palsu, atau tidak ada haditsnya dan sebagainya itu haram untuk diamalkannya. Kita harus meneliti lebih jauh lagi bagaimana pendapat ulama lainnya dan harus meneliti apakah amalan tersebut menyalahi atau keluar dari syariat yang telah digariskan Islam atau tidak ?, bila tidak menyalahi syari’at Islam, boleh dijalankan ! Apalagi amalan-amalan yang masih mempunyai dalil maka tidak ada alasan orang untuk mengharamkan, mensesatkan atau membid’ahkan sesat amalan-amalan tersebut karena tidak sependapat dengan mereka, menghukum suatu amalan sebagai haram, harus mengemukakan dalil yang jelas dan shohih dari Rasulallah saw.